Ambon (Antara Maluku) - Komisioner Komnas Perempuan Saur Tumiur Situmorang mengatakan pemerintah harus mendorong reformasi hukum adat terkait peran kaum perempuan dalam keikut sertaan mengambil keputusan pengelolaan tanah dan hutan-hutan adat di wilayahnya masing-masing.
"Tidak sepenuhnya kita katakan bahwa hukum adat itu tidak baik, tetapi ada hal-hal yang perlu direformasi, sebetulnya kita berharap negara turut mendorong perubahan itu, bukan memanfaatkan kelemahan hukum adat sehingga mendiskriminalisasi perempuan," katanya di Ambon, Kamis.
Saur yang hadir di Ambon dalam rangka Dengar Keterangan Umum (DKU) Inkuiri Nasional terkait Hak Masyarakat Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan yang digelar oleh Komnas HAM pada 29 - 31 Oktober 2014, mengatakan, secara umum perempuan adat termarjinalisasi di komunitas masyarakat adatnya maupun di tingkat nasional.
Meskipun dalam beberapa komunitas adat ada yang memposisikan peran perempuan lebih tinggi dan tidak bisa tergantikan oleh laki-laki, terutama dalam ritual adat, tetapi hak mereka dalam pengambilan keputusan menyangkut pengelolaan wilayah adat hampir tidak ada, padahal perempuan tidak bisa dipisahkan dari tanah dan hutan.
Perempuan adat bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan, bahkan kedaulatan pangan keluarga, begitu juga dengan sumber obat-obatan dan kerajinan untuk menambah perekonomian keluarganya, semua itu diakses dari tanah dan hutan di wilayahnya.
"Pemerintah mengatakan ada gender main stream di semua peraturan dan perundang-undangan kita, begitu juga dalam pelaksanaan pembangunan, dalam realita itu tidak diterapkan," ucapnya.
Menurut Saur, dari sekian banyak kasus pengelolaan dan peralihan fungsi tanah dan hutan adat yang terjadi di Indonesia, terkesan ada pencabutan akses kehidupan dari perempuan adat ketika mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait hal itu.
"Kalau ada peralihan fungsi tanah atau hutan adat, perempuan adat itu harus dilibatkan karena itu menyangkut hidupnya, aksesnya terhadap sumber kehidupan," ucapnya.
Selain Saur Tumiur Situmorang, panelis Inkuiri Nasional lainnya yang hadir untuk DKU di Ambon adalah Sandrayati Moniaga (komisioner Komnas HAM), Enny Soeprapto (mantan komisioner Komnas HAM periode 2002 - 2007), dan Hariadi Kartodihardjo (Koordinator Tim Pengkajian Penyempurnaan Ukuran Kinerja BUMN Kehutanan, Resolusi Konflik Hutan dan Lahan di Jawa, serta Perbaikan Sistem Produksi dan Pemasaran Perum Perhutani).
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014
"Tidak sepenuhnya kita katakan bahwa hukum adat itu tidak baik, tetapi ada hal-hal yang perlu direformasi, sebetulnya kita berharap negara turut mendorong perubahan itu, bukan memanfaatkan kelemahan hukum adat sehingga mendiskriminalisasi perempuan," katanya di Ambon, Kamis.
Saur yang hadir di Ambon dalam rangka Dengar Keterangan Umum (DKU) Inkuiri Nasional terkait Hak Masyarakat Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan yang digelar oleh Komnas HAM pada 29 - 31 Oktober 2014, mengatakan, secara umum perempuan adat termarjinalisasi di komunitas masyarakat adatnya maupun di tingkat nasional.
Meskipun dalam beberapa komunitas adat ada yang memposisikan peran perempuan lebih tinggi dan tidak bisa tergantikan oleh laki-laki, terutama dalam ritual adat, tetapi hak mereka dalam pengambilan keputusan menyangkut pengelolaan wilayah adat hampir tidak ada, padahal perempuan tidak bisa dipisahkan dari tanah dan hutan.
Perempuan adat bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan, bahkan kedaulatan pangan keluarga, begitu juga dengan sumber obat-obatan dan kerajinan untuk menambah perekonomian keluarganya, semua itu diakses dari tanah dan hutan di wilayahnya.
"Pemerintah mengatakan ada gender main stream di semua peraturan dan perundang-undangan kita, begitu juga dalam pelaksanaan pembangunan, dalam realita itu tidak diterapkan," ucapnya.
Menurut Saur, dari sekian banyak kasus pengelolaan dan peralihan fungsi tanah dan hutan adat yang terjadi di Indonesia, terkesan ada pencabutan akses kehidupan dari perempuan adat ketika mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait hal itu.
"Kalau ada peralihan fungsi tanah atau hutan adat, perempuan adat itu harus dilibatkan karena itu menyangkut hidupnya, aksesnya terhadap sumber kehidupan," ucapnya.
Selain Saur Tumiur Situmorang, panelis Inkuiri Nasional lainnya yang hadir untuk DKU di Ambon adalah Sandrayati Moniaga (komisioner Komnas HAM), Enny Soeprapto (mantan komisioner Komnas HAM periode 2002 - 2007), dan Hariadi Kartodihardjo (Koordinator Tim Pengkajian Penyempurnaan Ukuran Kinerja BUMN Kehutanan, Resolusi Konflik Hutan dan Lahan di Jawa, serta Perbaikan Sistem Produksi dan Pemasaran Perum Perhutani).
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014