Ambon (Antara Maluku) - DPRD Maluku mendorong program pemekaran daerah otonom baru bukan saja bagi daerah yang sudah memenuhi persyaratan administratif sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah desa, tetapi juga yang belum.

"Daerah yang sudah memenuhi syarat itu didorong dan yang masih kurang syarat administratifnya tetap menjadi bagian dari perencanaan perjuangan daerah otonomi," kata anggota komisi A DPRD Maluku Herman Hattu, di Ambon, Selasa.

Ia mengatakan visi legislatif adalah tetap memperjuangkan upaya pemekaran daerah otonom baru.

Menurut Herman, satu kali paripurna di DPRD itu dilakukan terhadap daerah yang sudah memenuhi syarat maupun yang belum.

"Karena dia tetap dimasukkan dalam program perjuangan daerah otonom baru," katanya.

Herman mencontohkan calon Kabupaten Kepulauan Lease yang sudah memenuhi syarat karena ada empat kecamatan tetapi masih harus ada persetujuan bupati dan DPRD.

"Pertanyaannya, sudahkah bupati dan DPRD meletakan visi dalam rangka pemekaran daerah otonom baru atau belum, karena sampai hari ini kami belum mendengar apa visi mereka, tetapi juga bukan berarti komisi A DPRD Maluku melompati kewenangan kepala daerah," katanya.

Ia mengungkapkan, pembentukan daerah otonm baru memerlukan waktu dan proses sehingga harus direncanakan agar prosesnya bisa masuk program legislasi nasional di DPR-RI.

"Jadi bukan soal memenuhi syarat lalu dikatakan ini sudah siap, tetapi visi kita harus diletakkan untuk lima sampai sepuluh tahun mendatang," ujar Herman.

Komisi A DPRD Maluku, kata dia, baru melakukan studi banding ke Sulawesi Utara dan melihat kemajuan pemekaran wilayah Kepulauan Sanger dan Talaud yang saat ini menjadi tiga daerah otonom baru.

"Kami baru melakukan studi banding di Manado. Awalnya tingkat kesulitan Sanger Talaud itu luar biasa, tetapi sekarang sudah mekar menjadi tiga kabupaten," katanya.

Dampaknya, lanjutnya, hubungan Pemprov Sulut dengan Pemerintah Pilipina semakin lancar karena transit melalui daerah otonom baru itu.

Kondisi seperti itu juga akan dialami masyarakat Kepulauan Banda, yang saat ini harus mengeluarkan jutaan rupiah untuk mengurus sebuah surat di Masohi, Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah.

Risiko seperti ini, kata Herman, menjadi keharusan bagi DPRD Maluku untuk memikirkannya dalam hal mendukung perjuangan pemekran Pulau Banda sebagai sebuah kota administratif.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015