Ambon, 18/8 (Antara Maluku) - Anggota Fraksi Demokrat DPRD Maluku, Melkias Frans mengatakan, media massa tidak bisa merekayasa sendiri sebuah pemberitaan sehingga jangan dipersalahkan secara sepihak.
"Media jangan dipersalahkan karena kebebasan media harus dijaga dan bila ada informasi miring, itu tergantung sumber informasinya," kata Melkias Frans di Ambon, Selasa.
Penjelasan Melkias terkait pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo memperingati HUT Kemerdekaan ke-70 Indonesia di DPR-RI yang menyentil media massa lebih mengejar rating lewat pemberitaan
Menurut dia, media tidak bisa merekayasa sebuah pemberitaan secara sepihak karena tentu ada kontak person atau komunikannya yang menjadi nara sumber dalam pemberitaan.
"Miring atau lurus maupun objektif atau tidak sebuah pemberitaan itu tergantung sumber mereka," tandasnya.
Bahwa ada kelemahan media yang kadang-kadang tidak melakukan konfirmasi lebih awal bisa saja terjadi, namun terkadang yang dihubungi juga tidak mau berbicara sehingga media melakukan pengembangan dalam pemberitaannya.
Pengembangan itu dilakukan dengan cara mencari nara sumber lain yang dinilai berkompeten serta memiliki kapabilitas dalam memberikan ulasan, hanya saja arahnya bisa jadi miring atau sebaliknya bisa bersifat positif.
Penghinaan presiden
Kalau menyangkut pengajuan kembali pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang KUH Pidana, menurut Melkias, tidak perlu dilakukan sebab merupakan sebuah kemunduran.
"Masyarakat biasa yang merasa dihina orang lain saja bisa membuat laporan resmi ke kepolisian untuk diproses hukum, apalagi presiden atau wapres tentunya punya hak untuk memproses hukum setiap pelaku yang melakukan penghinaan atau perbuatan tidak menyenangkan terhadap kepala negara," katanya.
Apalagi pasal ini telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 7 Desember 2006 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Uji Materi terhadap Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP terkait penghinaan terhadap Presiden.
Keputusan MK Nomor 013-022-/PUU-IV/2006 itu mengakibatkan klausul tentang Penghinaan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUH Pidana dianggap tidak berlaku lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Media jangan dipersalahkan karena kebebasan media harus dijaga dan bila ada informasi miring, itu tergantung sumber informasinya," kata Melkias Frans di Ambon, Selasa.
Penjelasan Melkias terkait pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo memperingati HUT Kemerdekaan ke-70 Indonesia di DPR-RI yang menyentil media massa lebih mengejar rating lewat pemberitaan
Menurut dia, media tidak bisa merekayasa sebuah pemberitaan secara sepihak karena tentu ada kontak person atau komunikannya yang menjadi nara sumber dalam pemberitaan.
"Miring atau lurus maupun objektif atau tidak sebuah pemberitaan itu tergantung sumber mereka," tandasnya.
Bahwa ada kelemahan media yang kadang-kadang tidak melakukan konfirmasi lebih awal bisa saja terjadi, namun terkadang yang dihubungi juga tidak mau berbicara sehingga media melakukan pengembangan dalam pemberitaannya.
Pengembangan itu dilakukan dengan cara mencari nara sumber lain yang dinilai berkompeten serta memiliki kapabilitas dalam memberikan ulasan, hanya saja arahnya bisa jadi miring atau sebaliknya bisa bersifat positif.
Penghinaan presiden
Kalau menyangkut pengajuan kembali pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang KUH Pidana, menurut Melkias, tidak perlu dilakukan sebab merupakan sebuah kemunduran.
"Masyarakat biasa yang merasa dihina orang lain saja bisa membuat laporan resmi ke kepolisian untuk diproses hukum, apalagi presiden atau wapres tentunya punya hak untuk memproses hukum setiap pelaku yang melakukan penghinaan atau perbuatan tidak menyenangkan terhadap kepala negara," katanya.
Apalagi pasal ini telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 7 Desember 2006 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Uji Materi terhadap Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP terkait penghinaan terhadap Presiden.
Keputusan MK Nomor 013-022-/PUU-IV/2006 itu mengakibatkan klausul tentang Penghinaan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUH Pidana dianggap tidak berlaku lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015