Ambon, 21/10 (Antara Maluku) - Dewan Pers membahas berbagai persoalan yang dihadapi dunia jurnalisme di provinsi seribu pulau dalam seminar Potret Kemerdekaan Pers di Provinsi Maluku, Selasa.
Seminar sehari yang melibatkan berbagai institusi dan wartawan dari sejumlah media massa di Ambon itu menghadirkan Rektor Universitas Pattimura (Unpatti) Thomas Pentury, Moebanoe Moera dari Pokja Hukum Dewan Pers, dan Insany Syahbarwaty (saksi ahli Dewan Pers) sebagai pembicara.
Pada kesempatan tersebut, Insany Syahbarwaty yang menjadi saksi ahli Dewan Pers mengatakan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan rambu-rambu bagi pekerja pers di Indonesia dalam bekerja, termasuk bagaimana mengadukan pemberitaan yang merugikan.
"Ada aturan tertentu untuk bagaimana mendapatkan keadilan atas pemberitaan yang merugikan. Sebelum sampai ke tingkat polisi dan pengadilan, tahap yang pertama adalah hak jawab, kemudian mediasi yang bisa difasilitasi oleh Dewan Pers," katanya.
Rektor Unpatti Thomas Pentury mengatakan kemerdekaan pers bukanlah untuk pekerja pers melainkan untuk keadilan, karena mereka bertanggung jawab menjaga pilar demokrasi tetap kokoh.
"Ini yang harus dipahami oleh pers, mereka tidak bertanggung jawab pada siapa pun tapi pada keadilan, menjaganya tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Tak hanya mendengarkan pemaparan para pembicara, peserta seminar juga menanyakan banyak dan memberikan masukan terkait peningkatan kualitas kerja dan fungsi pers di Maluku.
Kapendam Kodam XVI/Pattimura Ambon Kolonel Arhanud Muhammad Hasyim Lalhakim menyarankan agar pemberitaan mengenai militer dan keamanan lebih diperhatikan lagi, terutama dampak yang bisa terjadi akibatnya.
"Kami sangat mengapresi pekerja pers tapi ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam memberitakan sesuatu, misalnya saja seperti berita seorang tentara tewas dibunuh oleh warga sipil, dari sisi keamanan mengesankan kalau di sini tidak aman," katanya.
Sementara itu Ketua Badan Kehormatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ambon Ott Lawalata mengatakan pemberitaan bukan hanya menjadi tanggung jawab wartawan yang melakukan peliputan, tapi juga dewan redaksi karena siar tidaknya satu berita ditentukan oleh mereka.
"Proses siar tidaknya berita bukan urusan wartawan yang meliput tapi dewan redaksi, mereka yang mengedit dan menyiarkannya, ini tidak terdapat dalam UU Pers," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
Seminar sehari yang melibatkan berbagai institusi dan wartawan dari sejumlah media massa di Ambon itu menghadirkan Rektor Universitas Pattimura (Unpatti) Thomas Pentury, Moebanoe Moera dari Pokja Hukum Dewan Pers, dan Insany Syahbarwaty (saksi ahli Dewan Pers) sebagai pembicara.
Pada kesempatan tersebut, Insany Syahbarwaty yang menjadi saksi ahli Dewan Pers mengatakan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan rambu-rambu bagi pekerja pers di Indonesia dalam bekerja, termasuk bagaimana mengadukan pemberitaan yang merugikan.
"Ada aturan tertentu untuk bagaimana mendapatkan keadilan atas pemberitaan yang merugikan. Sebelum sampai ke tingkat polisi dan pengadilan, tahap yang pertama adalah hak jawab, kemudian mediasi yang bisa difasilitasi oleh Dewan Pers," katanya.
Rektor Unpatti Thomas Pentury mengatakan kemerdekaan pers bukanlah untuk pekerja pers melainkan untuk keadilan, karena mereka bertanggung jawab menjaga pilar demokrasi tetap kokoh.
"Ini yang harus dipahami oleh pers, mereka tidak bertanggung jawab pada siapa pun tapi pada keadilan, menjaganya tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Tak hanya mendengarkan pemaparan para pembicara, peserta seminar juga menanyakan banyak dan memberikan masukan terkait peningkatan kualitas kerja dan fungsi pers di Maluku.
Kapendam Kodam XVI/Pattimura Ambon Kolonel Arhanud Muhammad Hasyim Lalhakim menyarankan agar pemberitaan mengenai militer dan keamanan lebih diperhatikan lagi, terutama dampak yang bisa terjadi akibatnya.
"Kami sangat mengapresi pekerja pers tapi ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam memberitakan sesuatu, misalnya saja seperti berita seorang tentara tewas dibunuh oleh warga sipil, dari sisi keamanan mengesankan kalau di sini tidak aman," katanya.
Sementara itu Ketua Badan Kehormatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ambon Ott Lawalata mengatakan pemberitaan bukan hanya menjadi tanggung jawab wartawan yang melakukan peliputan, tapi juga dewan redaksi karena siar tidaknya satu berita ditentukan oleh mereka.
"Proses siar tidaknya berita bukan urusan wartawan yang meliput tapi dewan redaksi, mereka yang mengedit dan menyiarkannya, ini tidak terdapat dalam UU Pers," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015