Ambon, 6/12 (Antara) - Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Sudarmo bin Yasin menilai kebijakan pemerintah memberikan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada para nelayan sangat membantu, sehingga berbagai kendala penyalurannya harus diatasi.
"Dalam pemberian modal kepada nelayan khususnya di Maluku kalau sudah berhubungan dengan perbankan maka aliran dana kepada kelompok nelayan itu kan sudah tertulis atau didata, kalau memang berurusan dengan bank," kata Sudarmo bin Yasin di Ambon, Selasa.
Kondisi itu yang merepotkan sebagian besar nelayan sehingga harus ada kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan tidak harus melalui kredit yang diberikan kepada mereka.
Menurut dia, sebenarnya gampang saja kalau mau meningkatkan kesejahteraan nelayan yakni fasilitasi mereka dengan alat tangkap yang biasanya digunakan.
"Tidak perlu alat tangkap yang besar tetapi mereka kemudian terkendala oleh persoalan modal," kata Sudarmo.
Kalau ada alat tangkap yang besar dari pemerintah maka perlu menggunakan sistem anak asuh, yaitu lewat koperasi atau lembaga yang berbadan hukum di bidang perikanan lalu lembaga itu nanti menghimpun nelayan dan membeli hasil tangkap ikan.
Sebenarnya upaya peningkatan kesejahteraan nelayan seperti itu sangat sederhana, tetapi kalau sudah berhubungan dengan masalah kredit agak repot dan akhirnya uang itu hanya menumpuk di bank.
"Ini bisa dicek, meski saya tidak punya data lengkap tetapi akhirnya mengendap dan perbankan memakainya untuk kredit yang lain. Coba diteliti nelayan kita ini sejauh mana dari sisi secara prinsip perbankan sudah layak atau belum, itu yang masih susah," ujarnya.
Limit kredit dan agunan atau jaminan pasti jadi kendala, perbankan biasanya minta per hari dapat berapa banyak, nanti satu bulan cash flouw seperti apa jadi tidak mudah.
"Sementara kultur kita belum seperti itu dan nelayan di sini menangkap ikan dijual tanpa ada pembukuannya sehingga ini merupakan masalah manajemen," katanya.
Maka perlu ada alternatif lain yang memudahkan nelayan karena tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kenapa harus dipersulit.
Ia mengatakan, pihaknya juga mengapresiasi alokasi dana dalam RAPBD 2017 bidang kelautan dan perikanan cukup besar sebagai salah satu upaya mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di Maluku.
"Khusus untuk perikanan, besar sekali nilai persentasenya dalam RAPBD 2017 dibanding belanja langsung yang lebih besar dibanding belanja tidak langsung," jelas Sudarmo.
Itu berarti ada cerminan baik bagaimana kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat pada DKP Maluku semakin tinggi.
Dari total anggaran untuk DKP yang dirancang sebesar Rp79,1 miliar, sekitar Rp62 miliar diantaranya untuk belanja langsung yang berkaitan langsung dengan masyarakat dan diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016
"Dalam pemberian modal kepada nelayan khususnya di Maluku kalau sudah berhubungan dengan perbankan maka aliran dana kepada kelompok nelayan itu kan sudah tertulis atau didata, kalau memang berurusan dengan bank," kata Sudarmo bin Yasin di Ambon, Selasa.
Kondisi itu yang merepotkan sebagian besar nelayan sehingga harus ada kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan tidak harus melalui kredit yang diberikan kepada mereka.
Menurut dia, sebenarnya gampang saja kalau mau meningkatkan kesejahteraan nelayan yakni fasilitasi mereka dengan alat tangkap yang biasanya digunakan.
"Tidak perlu alat tangkap yang besar tetapi mereka kemudian terkendala oleh persoalan modal," kata Sudarmo.
Kalau ada alat tangkap yang besar dari pemerintah maka perlu menggunakan sistem anak asuh, yaitu lewat koperasi atau lembaga yang berbadan hukum di bidang perikanan lalu lembaga itu nanti menghimpun nelayan dan membeli hasil tangkap ikan.
Sebenarnya upaya peningkatan kesejahteraan nelayan seperti itu sangat sederhana, tetapi kalau sudah berhubungan dengan masalah kredit agak repot dan akhirnya uang itu hanya menumpuk di bank.
"Ini bisa dicek, meski saya tidak punya data lengkap tetapi akhirnya mengendap dan perbankan memakainya untuk kredit yang lain. Coba diteliti nelayan kita ini sejauh mana dari sisi secara prinsip perbankan sudah layak atau belum, itu yang masih susah," ujarnya.
Limit kredit dan agunan atau jaminan pasti jadi kendala, perbankan biasanya minta per hari dapat berapa banyak, nanti satu bulan cash flouw seperti apa jadi tidak mudah.
"Sementara kultur kita belum seperti itu dan nelayan di sini menangkap ikan dijual tanpa ada pembukuannya sehingga ini merupakan masalah manajemen," katanya.
Maka perlu ada alternatif lain yang memudahkan nelayan karena tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kenapa harus dipersulit.
Ia mengatakan, pihaknya juga mengapresiasi alokasi dana dalam RAPBD 2017 bidang kelautan dan perikanan cukup besar sebagai salah satu upaya mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di Maluku.
"Khusus untuk perikanan, besar sekali nilai persentasenya dalam RAPBD 2017 dibanding belanja langsung yang lebih besar dibanding belanja tidak langsung," jelas Sudarmo.
Itu berarti ada cerminan baik bagaimana kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat pada DKP Maluku semakin tinggi.
Dari total anggaran untuk DKP yang dirancang sebesar Rp79,1 miliar, sekitar Rp62 miliar diantaranya untuk belanja langsung yang berkaitan langsung dengan masyarakat dan diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016