Ambon, 19/5 (Antara Maluku) - Mantan Kapolres Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya, AKBP Abner Tatu dihadirkan jaksa penuntut umum Kejari Saumlaki sebagai saksi atas empat terdakwa dugaan korupsi dana tunjangan perbatasan dan pulau-pulau terluar.
"Saya menjadi Kapolres MTB-MBD sejak Juni 2013 hingga Mei 2016 tetapi tidak pernah mendapat komplain anak buah tentang tunjangan perbatasan yang mereka terima," kata Richard Tatu di Ambon, Kamis.
Penjelasan tersebut disampaikan Richard Tatu menjawab pertanyaan JPU Deny Syaputra dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon diketuai Jimmy Wally didampingi Samsidar Nawawi serta Hery Leliantono selaku hakim anggota.
Kemudian dana tunjangan perbatasan dan pulau-pulau terluar ini tidak diterima semua anggota Polri yang bertugas di wilayah Polres MTB-MBD, tetapi dikhususkan bagi delapan polsek seperti polsek Tanimbar Selatan, Selaru, Polsek Kisar, dan Serwaru.
Bahkan Kapolres sendiri tidak mendapatkan dana tunjangan tersebut dimana pengirimannya bersamaan dengan gaji yang diproses dari KPKN dan masuk rekening anggota di bank.
"Saya baru mengetahui persoalan ini setelah dipanggil jaksa guna dimintai keterangan," kata Richard Tatu yang saat ini menjabat Kabid Humas Polda Maluku.
Saksi juga membantah menandatangani SPP dan dua SPM untuk pencairan dana tunjangan perbatasan, dan tidak mengetahui kalau tandatangannya telah dipalsukan oleh para terdakwa karena mekanismenya dokumen itu ditandatangani kapolda.
"Biasanya yang kapolres tanda tangan hanyalah tunjangan kinerja atau remunerasi, tetapi kalau tunjangan perbatasan bukan oleh kami," tandasnya.
Setelah saksi dimutasikan ke Polda Maluku dan jabatan kapolres yang dibaru dipegang AKBP Syafei, aksi pemalsuan tandatangan dan spekulasi para terdakwa untuk mencairkan dana tunjangan perbatasan ini masih dilakukan.
Dana tunjangan perbatasan bagi para anggota Polri yang mengabdi di wilayah Polres dan polsek MTB tahun anggaran 2016 senilai Rp752 juta ini dimanipulasi oleh para tersangka sehingga uangnya bisa dicairkan di bank.
Namun dana tersebut tidak diberikan kepada seluruh anggota polisi dan hanya dibagi-bagi oleh mereka dan digunakan untuk berfoya-foya.
Tersangka Aiptu Yacob adalah Kasie Keuangan polres yang mengatur ketiga anak buahnya untuk menerbitkan surat perintah membayar (SPM) dan SPTJM palsu sehingga dana tersebut bisa dicairkan ke rekening Aiptu Yakob.
Sebelum menerbitkan SPM dan SPTJM yang tandatangannya dipalsukan, para pelaku juga memalsukan tanda tangan setiap anggota polres dan polsek hingga benar-benar mirip dengan aslinya serta memanipulasi data aplikasi.
Alat bukti yang disita berupa SPM dan SPTJM dinayatakn positif palsu telah dikirim ke laboratorium forensik Polri di Makassar (Sulsel) untuk diperiksa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Saya menjadi Kapolres MTB-MBD sejak Juni 2013 hingga Mei 2016 tetapi tidak pernah mendapat komplain anak buah tentang tunjangan perbatasan yang mereka terima," kata Richard Tatu di Ambon, Kamis.
Penjelasan tersebut disampaikan Richard Tatu menjawab pertanyaan JPU Deny Syaputra dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon diketuai Jimmy Wally didampingi Samsidar Nawawi serta Hery Leliantono selaku hakim anggota.
Kemudian dana tunjangan perbatasan dan pulau-pulau terluar ini tidak diterima semua anggota Polri yang bertugas di wilayah Polres MTB-MBD, tetapi dikhususkan bagi delapan polsek seperti polsek Tanimbar Selatan, Selaru, Polsek Kisar, dan Serwaru.
Bahkan Kapolres sendiri tidak mendapatkan dana tunjangan tersebut dimana pengirimannya bersamaan dengan gaji yang diproses dari KPKN dan masuk rekening anggota di bank.
"Saya baru mengetahui persoalan ini setelah dipanggil jaksa guna dimintai keterangan," kata Richard Tatu yang saat ini menjabat Kabid Humas Polda Maluku.
Saksi juga membantah menandatangani SPP dan dua SPM untuk pencairan dana tunjangan perbatasan, dan tidak mengetahui kalau tandatangannya telah dipalsukan oleh para terdakwa karena mekanismenya dokumen itu ditandatangani kapolda.
"Biasanya yang kapolres tanda tangan hanyalah tunjangan kinerja atau remunerasi, tetapi kalau tunjangan perbatasan bukan oleh kami," tandasnya.
Setelah saksi dimutasikan ke Polda Maluku dan jabatan kapolres yang dibaru dipegang AKBP Syafei, aksi pemalsuan tandatangan dan spekulasi para terdakwa untuk mencairkan dana tunjangan perbatasan ini masih dilakukan.
Dana tunjangan perbatasan bagi para anggota Polri yang mengabdi di wilayah Polres dan polsek MTB tahun anggaran 2016 senilai Rp752 juta ini dimanipulasi oleh para tersangka sehingga uangnya bisa dicairkan di bank.
Namun dana tersebut tidak diberikan kepada seluruh anggota polisi dan hanya dibagi-bagi oleh mereka dan digunakan untuk berfoya-foya.
Tersangka Aiptu Yacob adalah Kasie Keuangan polres yang mengatur ketiga anak buahnya untuk menerbitkan surat perintah membayar (SPM) dan SPTJM palsu sehingga dana tersebut bisa dicairkan ke rekening Aiptu Yakob.
Sebelum menerbitkan SPM dan SPTJM yang tandatangannya dipalsukan, para pelaku juga memalsukan tanda tangan setiap anggota polres dan polsek hingga benar-benar mirip dengan aslinya serta memanipulasi data aplikasi.
Alat bukti yang disita berupa SPM dan SPTJM dinayatakn positif palsu telah dikirim ke laboratorium forensik Polri di Makassar (Sulsel) untuk diperiksa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017