Ambon, 16/2 (Antaranews) - Masyarakat Tionghoa Provinsi Maluku khususnya di Kota Ambon menggelar perayaan menyambut Tahun Baru Imlek di Baileo Oikumene, Kamis malam.

Perayaan itu mengangkat tema "Imlek ke 2569/2018 adalah wujud keberagaman kita" dan sub tema "kita merajut terus nusantara dalam kebersamaan dengan berbagai suku dan keyakinan".

Pantauan Antara, acara dihadiri Plt Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, Sekretaris Kota Ambon A.G Latuheru, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku, Fesal Musaad, Danrem 15/Binaya Kolonel Inf Christian Kurnianto Tehuteru, para tokoh agama dan undangan lainnya.

Tokoh Tionghoa yang juga Ketua Perwakilan Umat Buddha (Walubi) Provinsi Maluku, Wilhelmus Jauwerissa dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Plt Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dan para tamu lainnya yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam perayaan menyambut tahun baru Imlek 2569/2018.

"Terus terang kehadiran bapak/ibu pada malam hari ini merupakan satu kehormatan dan kegembiraan bagi kami warga Kota Ambon etnis Tionghoa," ucap Wilhelmus.

Ia mengungkapkan bahwa sudah 16 tahun masyarakat Indonesia khususnya etnis Tionghoa dapat merayakan tahun Baru Imlek secara bebas di seluruh penjuru tanah air, dan khusus bagi etnis Tionghoa di Kota Ambon, acara seperti ini telah dilaksanakan sebanyak delapan kali secara berturut-turut sejak tahun 2010.

"Namun sayangnya masih banyak orang yang salah memahami perayaan Imlek sebagai perayaan hari keagamaan dan lebih celakanya lagi ada yang beranggapan bahwa perayaan Imlek itu sebagai perayaan keagaaman khususnya agama Budha. Ini yang saya selalu tekankan bahwa Imlek bukan perayaan keyakinan keagamaan tetapi budaya Tionghoa," kata Wilhelmus.

Anggapan Imlek bahwa perayaan agama Budha oleh sebagian besar orang khususnya di Indonesia, lanjutnya, didasari oleh kurangnya imformasi yang benar dan telah melekat stigma dan sikap penyamarannya bahwa warga keturunan Tionghoa pastilah beragama Buddha atau Konghucu dan agama Buddha adalah khusus etnis Tionghoa.

"Sehingga ketika umat Buddha Indonesia yang sebagian besar berlatar belakang keturunan etnis Tioanghoa merayakan tradisi ini, orang lalu beranggapan bahwa Imlek adalah hari raya agama Buddha, padahal anggapan tersebut tidak benar," tegasnya.

Wilhelmus menjelaskan, untuk dapat memahami Imlek bahwa suatu perayaan tradisi suku bangsa Tionghoa dalam menyambut musim semi atau musim dingin yang dalam perkembangannya ditetapkan sebagai hari pergantian tahun sehingga dengan demikian Imlek berawal dari sebuah tradisi menyambut musim semi dan tidak ada kaitan sama sekali dengan perayaan keagamaan mana pun.

Karena itu, imlek semestinya dapat dirayakan secara lintas agama khususnya bagi mereka berlatar belakang keturunan Tionghoa.

"Atas dasar itu, saya berkeyakinan bahwa pemerintah Republik Indonesia dengan mempertimbangkan populasi serta ekesistensi etnis Tionghoa di Indonesia maka tahun Baru Imlek Tahun 2002, telah ditetapkan sebagai salah satu hari besar Nasional," ujarnya.

Pertunjukan musik oleh anak-anak mewarnai perayaan menyambut Imlek 2569 yang digelar Masyarakat Tionghoa di Balai Oikumene, Kota Ambon, Maluku, Kamis malam (15/2) (Rofinus E. Kumpul)

Kendati demikian, kata dia, sangat disayangkan dalam kurun waktu 16 tahun pemerintah RI telah menetapkan tahun baru Imlek sebagai salah satu hari besar nasional, namun pertanyaannya mengapa sampai saat ini masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum memahami tentang Imlek secara benar.

"Timbul pertanyaan itu salah siapa? Jawabannya berpulang kepada masyarakat etnis Tionghoa sendiri. Sedangkan kami sendiri tidak memahaminya secara benar, sehingga terasa sangat susah kami sosialisasikan kepada orang lain," kata Wilhelmus.

Karena itu, pada perayaan Tahun Baru Imlek 2569, pihaknya telah menyiapkan sebuah tayangan yang akan menggabarkan perjalanan etnis Tionghoa di Indonesia.

"Ada pun maksud penayangan ini bukan untuk menunjukkan kehebatan atau kontribusi etnis Tionghoa terhadap bangsa dan negara Indonesia tetapi terkandung beberapa maksud antara lain agar dapat mengetahui sejauhmana perjalanan etnis Tionghoa di negara tercinta ini," ujarnya.

Selanjutnya agar stigma atau anggapan bahwa etnis Tionghoa itu hanya hadir untuk berdagang itu tidak benar sama sekali.

Karena itu, pemerintah RI dalam menetapkan tahun baru Imlek sebagai salah satu hari besar nasional adalah hal yang tepat dan perlu diapresiasi.

"Saya berharap kepada bapak Plt Gubernur Maluku dapat menyaksikan tayangan ini, karena merupakan catatan sejarah bangsa yang kami kutip dari berbagai sumber dan refrensi yang tertanggung jawab dan bukan pemikiran atau pemahaman pribadi," kata Wilhelmus.

Plt Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, Danrem Binaiya Kolonel Christian Tehuteru, Sekretaris Kota Ambon A.G Latuheru dan undangan lain hadir pada perayaan menyambut Imlek 2569 yang digelar Masyarakat Tionghoa di Balai Oikumene, Kota Ambon, Maluku, Kamis malam (15/2) (Rofinus E. Kumpul)

Plt Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dalam sambutannya mengatakan, sebagai anak bangsa perlu saling menghargai dan menghormati karena warga bangsa ini datang dari berbagai latar belakang suku yang berbeda tetapi satu etnis Indonesia.

"Pada kesempatan yang berbahagia ini apabila suatu organisasi atau suatu institusi melaksanakan suatu upacara yang bertalian dengan hari ulang tahun, kita perlu melakukan evaluasi apa sudah dikerjakanselama satu tahun," ujar Zeth, yang sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 15 Januari 2018, dirinya diberikan kepercayaan sebagai Plt Gubernur Maluku.

Ia mengungkapkan, sejarah mencatat banyak sekali yang telah dibuat oleh saudara-saudara etnis Tinghoa sejak dulu.

"Kita lihat pada sejarah yang ditampilkan dalam tayangan itu, etnis Tionghoa juga berperan dalam rangka turut mendirikan bangsa Indonesia sehingga pada 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta sebagai tokoh proklamator memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia dan sampai saat ini kita nikmati kejayaannya," katanya.

"Atas dasar itu, etnis Tionghoa harus bersyukur kepada Presiden RI atas nama Gus Dur yang telah menjadikan hari Imlek sebagai hari libur nasional dan dirayakan setiap tahun oleh seluruh bangsa Indonesia," ujar Zeth.

"Selaku orang Tionghoa juga harus bersyukur dan berterima kasih, kendati kita berbeda tetapi satu bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Kita datang dari berbagai latar belakang suku yang berbeda-beda, ada Islam, Kristen, Hindu, Budha serta ada dari utara, selatan, timur dan barat tetapi kita satu Bangsa Indonesia. Mari bersatu membangun bangsa ini lebih khusus Maluku yang sama-sama kita cintai," katanya.

Perayaan penyambutan tahun baru Imlek, dimeriahkan dengan suguhan tarian dan lagu serta atraksi barongsai oleh para pemuda/i yang berasal dari Kota Makassar dan Kota Ambon.

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018