Insiden Rumah Kopi Lela memasuki babak baru, setelah Badan Pengawas Pemilu Provinsi Maluku membentuk tim untuk menyelidiki kasus intimidasi terhadap wartawan yang dilakukan oleh tim pemenangan salah satu kandidat Gubernur-Wakil Gubernur Maluku periode 2018-2023.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku mengambil posisi "menunggu bola", meminta laporan resmi, tidak cukup memerhatikan pemberitaan di media massa, kemudian berinisiatif untuk memeriksanya (jemput bola).

Dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan "insiden Rumah Kopi Lela" itu, terjadi pembentakan, perampasan HP milik Sam Usman (wartawan Rakyat Maluku) untuk menghapus foto yang ada di dalamnya, dan aksi penamparan yang dilakukan Abu "King" Marasabessy (Timses SANTUN) terhadap Abdul Karim Angkotasan, wartawan yang bekerja untuk viva.co.id yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon.

Kendati laporan dua wartawan itu telah diproses oleh pihak berwenang (polisi), Bawaslu tetap menuntut adanya laporan resmi yang masuk, baru kemudian mengambil tindakan. Padahal, kasus itu juga berangkat dari pertemuan kandidat kepala daerah dengan ASN yang patut diduga merupakan suatu pelanggaran.

Belakangan, kasus intimidasi yang berangkat dari peristiwa "ngopi bareng calon kepala daerah dan ASN" di Rumah Kopi Lela itu akhirnya sampai di meja Bawaslu Maluku.

Ketua Bawaslu Maluku, Abdullah Ely mengakui pihaknya sudah membentuk tim investigasi, setelah ada laporan dari tim pendukung salah satu calon Gubernur Maluku yang lain.

Laporan itu meminta Bawaslu Maluku untuk memeriksa sejumlah ASN Provinsi Maluku yang kedapatan "ngopi bareng" petahana calon Gubernur Maluku, Said Assagaff dan pendukungnya.

Dalam laporan wartawan yang mengaku mendapat perlakuan intimidasi dan kekerasan, ASN yang mereka lihat ada dalam pertemuan di Rumah Kopi Lela bersama Said Assagaff dan timses SANTUN (Said-Anderias Rentanubun) adalah Sekretaris Daerah Maluku, Hamin Bin Thahir, Kepala Dinas Pendidikan Maluku, Saleh Tio, dan Staf Ahli Gubernur Maluku, Husein Marasabessy.


Sesuai Undang-undang

Menurut Abdullah Ely, investigasi insiden Rumah Kopi Lela melibatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) agar klarifikasi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Investigasi untuk mengungkapkan insiden "ngopi bareng" itu dilakukan guna menindaklanjuti laporan dari Tim Hukum pasangan calon Gubernur dan Wagub Maluku, Murad Ismael-Barnabas Orno (BAILEO).

Abdullah Ely belum bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut, karena masih memberikan kesempatan kepada Sentra Gakkumdu melaksanakan tugasnya.

Ia menegaskan bahwa Bawaslu Maluku netral dalam menangani kasus dugaan pelanggaran Pemilu, dengan prinsip ada laporan, saksi dan bukti bukti sesuai ketentuan perundang - undangan.

"Prinsipnya harus ada laporan resmi yang disertai dengan saksi dan bukti-bukti," katanya.

Berdasarkan Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI, Kapolri, dan Jaksa Agung RI nomor 14 Tahun 2016, Nomor 01 Tahun 2016, dan Nomor 013/JA/11/2016 tentang Sentra Gakkumdu pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, disebutkan bahwa anggota Sentra Gakkumdu terdiri dari tiga instansi yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.

Adanya tiga instansi berbeda itu tentu diharapkan bisa membawa Sentra Gakkumdu itu sebagai satu badan yang independen, kredibel dan akuntabel.

Satu hal yang sering dipermasalahkan atau menjadi pertanyaan adalah kapan sebuah pelanggaran Pemilu dapat dinyatakan telah terjadi dan perlu diberikan sanksi kepada para pelakunya.

Selama ini Bawaslu menempatkan kata "tempat kampanye". Ini berarti di luar tempat kampanye, maka pertemuan antara calon kepala daerah dengan pejabat pemerintah daerah (ASN) bukanlah sesuatu hal yang perlu dipersoalkan.

Persoalan ini menjadi menarik ketika Ketua Komisi Pemilihan Umum RI, Arief Budiman mengatakan penyelenggara Pemilu (KPU) dan ASN harus menghindar jika secara kebetulan bertemu dengan calon kepala daerah di tempat umum, termasuk "ngopi bareng".

Menurut dia, larangan itu mengacu pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kinerja Aparatur Negara dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan larangan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berfoto bersama dengan para kandidat pilkada.

Berangkat dari pernyataan Arief Budiman itu, diharapkan tafsir Undang-Undang atau peraturan mengenai netralitas ASN, Kepolisian, dan TNI yang harus diawasi oleh Bawaslu menjadi terang benderang, tidak lagi dipolemikkan.


Dua Peristiwa Hukum

Dengan adanya laporan ke Polda Maluku yang diajukan oleh Sam Usman dan Abdul Karim Angkotasan serta tim hukum pasangan Murad Ismail-Barnabas Orno, dapat disimpulkan insiden Rumah Kopi Lela mengandung dua peristiwa hukum.

Dua peristiwa itu masing-masing dugaan tindakan intimidasi wartawan dalam melaksanakan tugas, dan pertemuan calon kepala daerah dengan aparatur sipil negara (ASN).

Proses terhadap pengaduan yang diajukan Sam dan Abdul Karim di Polda Maluku sejauh ini masih berlangsung. Sejumlah wartawan yang berada di TKP telah diperiksa polisi, sementara pemeriksaan terhadap para terlapor tampaknya belum dilakukan.

Sementara itu, Bawaslu Maluku pun masih menunggu kerja tim investigasi yang dibentuknya untuk memeriksa laporan resmi dari tim Baileo atas dugaan keberpihakan sejumlah ASN Pemerintah Provinsi Maluku kepada calon kepala daerah tertentu.

Menyangkut sikap "menunggu bola" yang diterapkan oleh Bawaslu Maluku, Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae memberikan tanggapan kritis.

Menurut dia, Bawaslu hendaknya menjalankan tugas sesuai amanat Undang Undang, khususnya dalam mengawasi netralitas ASN, anggota Polri maupun TNI.

"Jangan selalu berlindung dengan laporan resmi. Ada tugas, fungsi dan kewenangan yang harus dijalankan," kata Edwin.

Ia juga menyatakan DPRD Maluku bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja Bawaslu Maluku, setidaknya dari sisi pemanfaatan anggaran lembaga tersebut.

Saat ini insan pers dan publik menunggu hasil pengusutan dan penanganan insiden Rumah Kopi Lela. Semua tentu berharap pihak kepolisian maupun Bawaslu Maluku dapat menyelesaikan tugas mereka itu dengan baik.

Pewarta: *

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018