Ambon, 9/1 (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Maluku Tengah segera mengeksekusi Endang Saptawati, salah satu terpidana korupsi dana studi kelayakan pembangunan Bandara Arara di Wahai, Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015.
"Segera dieksekusi karena sudah ada kekuatan hukum tetap dimana majelis hakim tipikor Ambon memvonis Endang dua tahun penjara serta membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan," kata Kacabjari Masohi di Wahai, Aizid Latuconsina di Ambon, Rabu.
Putusan terhadap Endang sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena yang bersangkutan tidak lagi melakukan upaya hukum lain seperti banding atau kasasi.
Menurut Aizit, Endang dan Widodo Budi Santoso adalah dua terdakwa korupsi anggaran studi kelayakan pembangunan Bandara di Arara yang merugikan negara lebih dari Rp650 juta, hingga kini belum ditahan untuk menjalani masa hukuman di penjara.
Santoso sebelumnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Ambon dan saat ini masih melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Dalam putusan PT Ambon yang intinya memperbaiki putusan majelis hakim tipikor pada Kantor PN Ambon.
Karena dalam putusan majelis hakim tipikor pada PN Ambon, Santo divonis tiga tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp400 juta subsider lima bulan kurungan.
Santo berlasan uang tersebut masuk ke pihak perusahaan tempatnya bekerja sehingga hanya dihukum membayar denda Rp50 juta.
Dinas Perhubungan Maluku pada tahun anggaran 2015 mendapatkan alokasi dana sebesar Rp810 juta dari DAU yang tercantum dalam DPA SKPD Dishub tanggal 15 Januari 2015 dengan nama belanja jasa konsultasi perencanaan studi pembangunan Bandara Arara.
Dalam proses lelang tender secara elektronik melalui website LPSE Pemprov Maluku tanggal 21 Juli 2015, PT. Bennatin Surya Cipta dengan direkturnya Pensong Benny dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek tersebut.
Kemudian pada tanggal 30 Juli 2015, dilakukan penandatangan kontrak antara terdakwa Benny dengan PT. BSC selaku penyedian jasa dalam proyek itu.
Tetapi yang hadir bukanlah Pensong Benny melainkan Widodo Budi Santoso alias Santo yang memalsukan tandatangan Direktur PT. BSC, padahal terdakwa bukanlah direksi, pengurus atau karyawan PT. BSC melainkan dia adalah Direktur PT. Seal Indonesia di Jakarta.
Endang merupakan tenaga ahli teknik sipil dari PT. Wiratman yang mengerjakan proyek studi pembangunan Bandara Banda baru tahun 2014 pada Dishub Maluku.
Endang juga yang memberikan informasi kepada Santo tentang rencana pembangunan Bandara Arara tahun 2015.
Dalam kontrak kerja terdapat delapan tahapan pekerjaan termasuk empat tahap laporan survei yang harus dikerjakan 11 orang ahli dari PT. BSC dan nama-nama mereka tercantum dalam kontrak.
Namun mereka tidak pernah dilibatkan dan hanya dipakai sebagai formalitas.
Atas permintaan Santo, Endang menyampaikan empat laporan hasil survei dan mempresentasikan hasilnya di Kantor Dishub Maluku pada tanggal 15 Desember 2015 dan dihadiri kedua terdakwa hingga akhirnya menyetujui pencairan dana termin ke IV sebesar 10 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Segera dieksekusi karena sudah ada kekuatan hukum tetap dimana majelis hakim tipikor Ambon memvonis Endang dua tahun penjara serta membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan," kata Kacabjari Masohi di Wahai, Aizid Latuconsina di Ambon, Rabu.
Putusan terhadap Endang sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena yang bersangkutan tidak lagi melakukan upaya hukum lain seperti banding atau kasasi.
Menurut Aizit, Endang dan Widodo Budi Santoso adalah dua terdakwa korupsi anggaran studi kelayakan pembangunan Bandara di Arara yang merugikan negara lebih dari Rp650 juta, hingga kini belum ditahan untuk menjalani masa hukuman di penjara.
Santoso sebelumnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Ambon dan saat ini masih melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Dalam putusan PT Ambon yang intinya memperbaiki putusan majelis hakim tipikor pada Kantor PN Ambon.
Karena dalam putusan majelis hakim tipikor pada PN Ambon, Santo divonis tiga tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp400 juta subsider lima bulan kurungan.
Santo berlasan uang tersebut masuk ke pihak perusahaan tempatnya bekerja sehingga hanya dihukum membayar denda Rp50 juta.
Dinas Perhubungan Maluku pada tahun anggaran 2015 mendapatkan alokasi dana sebesar Rp810 juta dari DAU yang tercantum dalam DPA SKPD Dishub tanggal 15 Januari 2015 dengan nama belanja jasa konsultasi perencanaan studi pembangunan Bandara Arara.
Dalam proses lelang tender secara elektronik melalui website LPSE Pemprov Maluku tanggal 21 Juli 2015, PT. Bennatin Surya Cipta dengan direkturnya Pensong Benny dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek tersebut.
Kemudian pada tanggal 30 Juli 2015, dilakukan penandatangan kontrak antara terdakwa Benny dengan PT. BSC selaku penyedian jasa dalam proyek itu.
Tetapi yang hadir bukanlah Pensong Benny melainkan Widodo Budi Santoso alias Santo yang memalsukan tandatangan Direktur PT. BSC, padahal terdakwa bukanlah direksi, pengurus atau karyawan PT. BSC melainkan dia adalah Direktur PT. Seal Indonesia di Jakarta.
Endang merupakan tenaga ahli teknik sipil dari PT. Wiratman yang mengerjakan proyek studi pembangunan Bandara Banda baru tahun 2014 pada Dishub Maluku.
Endang juga yang memberikan informasi kepada Santo tentang rencana pembangunan Bandara Arara tahun 2015.
Dalam kontrak kerja terdapat delapan tahapan pekerjaan termasuk empat tahap laporan survei yang harus dikerjakan 11 orang ahli dari PT. BSC dan nama-nama mereka tercantum dalam kontrak.
Namun mereka tidak pernah dilibatkan dan hanya dipakai sebagai formalitas.
Atas permintaan Santo, Endang menyampaikan empat laporan hasil survei dan mempresentasikan hasilnya di Kantor Dishub Maluku pada tanggal 15 Desember 2015 dan dihadiri kedua terdakwa hingga akhirnya menyetujui pencairan dana termin ke IV sebesar 10 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019