Peneliti sagu dari Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, Wardis Girsang, mengatakan bahwa masyarakat lokal Maluku mulai meninggalkan sagu dan beralih ke beras.
"Provinsi Maluku merupakan daerah penghasil dan pengonsumsi sagu sebagai makanan pokok, tetapi yang terjadi saat ini masyarakat lokal mulai meninggalkan sagu dan beralih mengonsumsi beras," katanya di Ambon, Sabtu.
"Masyarakat yang mengolah sagu saat ini sangat sedikit jumlahnya dan berdampak pada kenaikan harga sagu, karena produksi sagu sedikit dan harganya menjadi lebih mahal dari beras," katanya.
Wardis menjelaskan bahwa sagu menghasilkan pati kering sumber karbohidrat, dan bisa diolah menjadi bioenergi. Potensi sagu Maluku belum dimanfaatkan secara optimal, dan masyarakat setempat perlahan meninggalkannya, beralih ke sumber karbohidrat lain.
"Perubahan ini dikarenakan program pemerintah untuk mengatasi krisis pangan melalui program raskin yang saat ini lebih dikenal dengan rastra atau beras sejahtera, hal ini yang menyebabkan masyarakat lebih memilih konsumsi beras dibandingkan pangan lokal," ujarnya.
Padahal, ia menjelaskan, sagu memiliki kadar kalori yang hampir sama dengan jagung dan beras, dan lebih mudah dibudidayakan.
"Sagu menyimpan air, patinya banyak dan tahan dengan perubahan iklim, berbeda dengan padi yang rentan terhadap hama dan penyakit dan banyak menghasilkan gas metan ke udara sehingga mempengaruhi pemanasan global," katanya.
Sebagai bahan pangan pokok sebagaimana beras dan jagung, mestinya sagu bisa terus memperkaya ragam pilihan makanan pokok warga.
"Potensi sagu sangat besar, jika dikembangkan oleh pemda akan menjadi penyangga pangan nasional, yang dimulai dengan merawat hutan sagu dengan tidak mengalihkan fungsinya, serta memproduksi sagu menjadi produk yang beragam dan diminati masyarakat," kata Wardis.
Ia mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Sagu namun penerapannya belum diperhatikan secara serius.
"Sagu harus ditanam dan dirawat dengan baik dengan pengelolaan dari hilir sampai hulu sehingga masyarakat kembali mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, dan makanan olahan sagu semakin beragam," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Provinsi Maluku merupakan daerah penghasil dan pengonsumsi sagu sebagai makanan pokok, tetapi yang terjadi saat ini masyarakat lokal mulai meninggalkan sagu dan beralih mengonsumsi beras," katanya di Ambon, Sabtu.
"Masyarakat yang mengolah sagu saat ini sangat sedikit jumlahnya dan berdampak pada kenaikan harga sagu, karena produksi sagu sedikit dan harganya menjadi lebih mahal dari beras," katanya.
Wardis menjelaskan bahwa sagu menghasilkan pati kering sumber karbohidrat, dan bisa diolah menjadi bioenergi. Potensi sagu Maluku belum dimanfaatkan secara optimal, dan masyarakat setempat perlahan meninggalkannya, beralih ke sumber karbohidrat lain.
"Perubahan ini dikarenakan program pemerintah untuk mengatasi krisis pangan melalui program raskin yang saat ini lebih dikenal dengan rastra atau beras sejahtera, hal ini yang menyebabkan masyarakat lebih memilih konsumsi beras dibandingkan pangan lokal," ujarnya.
Padahal, ia menjelaskan, sagu memiliki kadar kalori yang hampir sama dengan jagung dan beras, dan lebih mudah dibudidayakan.
"Sagu menyimpan air, patinya banyak dan tahan dengan perubahan iklim, berbeda dengan padi yang rentan terhadap hama dan penyakit dan banyak menghasilkan gas metan ke udara sehingga mempengaruhi pemanasan global," katanya.
Sebagai bahan pangan pokok sebagaimana beras dan jagung, mestinya sagu bisa terus memperkaya ragam pilihan makanan pokok warga.
"Potensi sagu sangat besar, jika dikembangkan oleh pemda akan menjadi penyangga pangan nasional, yang dimulai dengan merawat hutan sagu dengan tidak mengalihkan fungsinya, serta memproduksi sagu menjadi produk yang beragam dan diminati masyarakat," kata Wardis.
Ia mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Sagu namun penerapannya belum diperhatikan secara serius.
"Sagu harus ditanam dan dirawat dengan baik dengan pengelolaan dari hilir sampai hulu sehingga masyarakat kembali mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, dan makanan olahan sagu semakin beragam," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019