Bupati Maluku Tenggara (Malra), Taher Hanubun menegaskan hampir seluruh aset milik kabupaten tersebut telah diserahkan ke Pemerintah Kota Tual, menindaklanjuti amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang pembentukan kota tersebut.
"Aset yang telah diserahkan ke Pemkot Tual pada 23 Januari 2010 baik yang bergerak maupun tidak bergerak totalnya Rp165 miliar," kata Bupati Taher, di Ambon, Senin.
Aset-aset yang telah diserahkan itu merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan antara Penjabat Wali Kota Tual dan Bupati Maluku Tenggara saat itu pada tahun 2007, sebagian besar merupakan bangunan kantor yang letaknya di wilayah administrasi Kota Tual.
"Aset yang sudah diserahkan tidak hanya sebagian sesuai amanat undang-undang No.31/2007, tetapi hampir sebagian besar," katanya.
Bupati Taher mengaku baru selesai mengikuti pertemuan dengan Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri bersama Wali Kota Tual Adam Rahayaan dan Kepala Perwakilan Pemprov Maluku mewakili Gubernur Maluku, untuk membicarakan masalah penyerahan aset tersebut.
Saat ini hanya tersisa tiga gedung yang belum diserahkan yakni Pendopo, rumah dinas Wakil Bupati dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) karena masih digunakan.
Akibat penyerahan aset tersebut, saat ini banyak dinas dan badan harus mengontrak rumah atau gedung untuk dijadikan kantor sementara agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan sosial kemasyarakatan tetap berjalan.
Namun belakangan dirinya mengaku sangat kecewa, karena Pemkot Tual juga mengambil alih bangunan pendopo untuk ditempati tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan pemkab Maluku Tenggara.
"Seharusnya mereka bicara atau menyampaikan jika ingin menggunakan pendoponya. Jangan asal main tempati saja. Sebagai kabupaten induk kami tidak keberatan menyerahkannya, asalkan dibicarakan baik-baik. Jangan asal main serobot saja," tegas Taher yang didampingi konsultan hukumnya Simon Nirahua.
Sebagai kabupaten induk yang telah melahirkan tiga kabupaten baru dan Kota Tual, Bupati Taher menegaskan, pihaknya sangat berbaik hati dan tidak pernah menuntut apa-apa, atau berkeberatan menyerahkan sebagian aset yang diamanatkan dalam undang-undang.
Bupati mengaku telah meminta Biro Hukum Kemendagri untuk mengembalikan kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mengatur terkait penyerahan aset tersebut, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Sebetulnya bagi saya tidak masalah. Hanya saja tunggu sampai kita selesai membangun kantor baru atau pendopo baru, barulah asetnya diserahkan ke Pemkot Tual. Sebagai anak adat seharusnya masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik," tegas Taher.
Sedangkan Konsultan hukumnya, Simon Nirahua yang merupakan salah satu guru besar Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, menegaskan, tiga aset yang tersisa seharusnya tidak perlu diserahkan lagi.
"Sesuai aturan maka pendopo, rumah wakil bupati dan SKB tidak perlu diserahkan ke Pemkot Tual, karena aset yang diserahkan sudah lebih dari setengah yang diamanatkan dalam UU. Bahkan hampir seluruhnya telah diserahkan," ujar Simon.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Aset yang telah diserahkan ke Pemkot Tual pada 23 Januari 2010 baik yang bergerak maupun tidak bergerak totalnya Rp165 miliar," kata Bupati Taher, di Ambon, Senin.
Aset-aset yang telah diserahkan itu merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan antara Penjabat Wali Kota Tual dan Bupati Maluku Tenggara saat itu pada tahun 2007, sebagian besar merupakan bangunan kantor yang letaknya di wilayah administrasi Kota Tual.
"Aset yang sudah diserahkan tidak hanya sebagian sesuai amanat undang-undang No.31/2007, tetapi hampir sebagian besar," katanya.
Bupati Taher mengaku baru selesai mengikuti pertemuan dengan Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri bersama Wali Kota Tual Adam Rahayaan dan Kepala Perwakilan Pemprov Maluku mewakili Gubernur Maluku, untuk membicarakan masalah penyerahan aset tersebut.
Saat ini hanya tersisa tiga gedung yang belum diserahkan yakni Pendopo, rumah dinas Wakil Bupati dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) karena masih digunakan.
Akibat penyerahan aset tersebut, saat ini banyak dinas dan badan harus mengontrak rumah atau gedung untuk dijadikan kantor sementara agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan sosial kemasyarakatan tetap berjalan.
Namun belakangan dirinya mengaku sangat kecewa, karena Pemkot Tual juga mengambil alih bangunan pendopo untuk ditempati tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan pemkab Maluku Tenggara.
"Seharusnya mereka bicara atau menyampaikan jika ingin menggunakan pendoponya. Jangan asal main tempati saja. Sebagai kabupaten induk kami tidak keberatan menyerahkannya, asalkan dibicarakan baik-baik. Jangan asal main serobot saja," tegas Taher yang didampingi konsultan hukumnya Simon Nirahua.
Sebagai kabupaten induk yang telah melahirkan tiga kabupaten baru dan Kota Tual, Bupati Taher menegaskan, pihaknya sangat berbaik hati dan tidak pernah menuntut apa-apa, atau berkeberatan menyerahkan sebagian aset yang diamanatkan dalam undang-undang.
Bupati mengaku telah meminta Biro Hukum Kemendagri untuk mengembalikan kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mengatur terkait penyerahan aset tersebut, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Sebetulnya bagi saya tidak masalah. Hanya saja tunggu sampai kita selesai membangun kantor baru atau pendopo baru, barulah asetnya diserahkan ke Pemkot Tual. Sebagai anak adat seharusnya masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik," tegas Taher.
Sedangkan Konsultan hukumnya, Simon Nirahua yang merupakan salah satu guru besar Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, menegaskan, tiga aset yang tersisa seharusnya tidak perlu diserahkan lagi.
"Sesuai aturan maka pendopo, rumah wakil bupati dan SKB tidak perlu diserahkan ke Pemkot Tual, karena aset yang diserahkan sudah lebih dari setengah yang diamanatkan dalam UU. Bahkan hampir seluruhnya telah diserahkan," ujar Simon.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021