Jakarta (ANTARA) - Memasuki bulan ke delapan tahun ini, program vaksinasi COVID-19 di Indonesia terus beradu cepat dengan kemampuan bermutasi virus SARS-CoV-2 yang variannya kian beragam serta mudah menular.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meyakini kalau kecepatan mutasi virus sangat ditentukan oleh pergerakan manusia, karena mutasi dapat terjadi saat ada penularan.
Lonjakan kasus COVID-19 diperkirakan Budi masih akan terus terjadi selama virus belum bisa dikendalikan. "Vaksin jadi satu cara yang paling efisien menangkal Corona bermutasi," katanya saat hadir di dalam diskusi di Podcast Deddy Corbuzier, Rabu (25/8).
Syaratnya, kata Budi, 70 persen populasi di Indonesia telah seluruhnya terlindungi oleh vaksin atau disebut sebagai kekebalan kelompok.
Hampir 18 bulan sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, sejumlah produsen vaksin COVID-19 menghadirkan beragam produk di Indonesia seperti Sinovac, Coronavac dan Sinopharm yang berplatform inactivated virus, Pfizer dan Moderna berplatform mRNA, AstraZeneca dan Sputnik-V berplatform Adenovirus.
Sebagian besar vaksin tersebut saat ini sudah hadir di Indonsia. Namun bagimana dengan kemanjurannya terhadap varian baru SARS-CoV-2 yang kini ada?.
Baca juga: Tak ada cerita oksigen dan obat langka di masa pandemi
Kemenkes baru saja merampungkan riset terhadap vaksin berplatform mRNA di Amerika Serikat dan Israel yang memiliki laju penyuntikan dosis lengkap vaksin di atas 50 persen. Hasilnya menunjukkan terjadi penurunan efikasi yang cukup drastis terhadap varian Delta.
Lonjakan kasus di Amerika Serikat dalam sepekan terakhir hampir menyentuh angka 200 ribu kasus konfirmasi per hari dari gelombang sebelumnya mencapai angka 250 ribu per hari dengan jumlah pasien dirawat mencapai 70 persen dari gelombang sebelumnya.
"Namun angka kematian di Amerika Serikat relatif lebih rendah meskipun masih menunjukkan tren penambahan kasus," katanya.
Situasi yang sama juga terjadi di Israel yang kini mendekati puncak kasus sebelumnya sekitar 80 persen.
Kondisi berbeda dialami negara yang dominan menggunakan vaksin berplatform Adenovirus, yakni Inggris. "COVID-19 di Inggris juga sedang mengalami peningkatan. Namun situasi yang membedakan dengan Amerika Serikat dan Israel adalah angka pasien yang dirawat dan angka kematiannya lebih landai," katanya.
Baca juga: Mengungkap kebijakan pemerintah menekan angka positif COVID-19
Skenario kedua
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam kesempatan webinar, Selasa (24/8), mengatakan bahwa COVID-19 varian Delta membuat kekebalan kelompok sulit untuk dicapai.
"Memang kita menghadapi satu varian Delta yang tidak memungkinkan kita mencapai herd immunity. Ini sudah dirumuskan tim ahli epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada maupun Universitas Airlangga," katanya.
Persoalan yang melatarbelakangi situasi itu adalah reproduksi atau penularan dari varian Delta mencapai lima atau delapan kali lipat lebih cepat dari varian sebelumnya. Di sisi lain, efikasi vaksin yang ada pun masih berkisar pada rata-rata angka 60 persen.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Slamet Budiarto dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (25/8), merekomendasikan vaksinasi dosis ketiga atau penguat (booster) untuk masyarakat umum sebagai skenario kedua jika Indonesia tetap ingin mencapai target kekebalan kelompok.
Strateginya adalah memberikan vaksin tambahan kepada peserta vaksinasi di bulan Januari, Februari, Maret, April 2021 yang sudah menerima dosis lengkap Sinovac.
Berdasarkan analisa PB-IDI, vaksin Sinovac mengalami penurunan efikasi dalam waktu enam hingga 12 bulan sehingga berpotensi memperlambat pencapaian kekebalan kelompok yang ditargetkan rampung di triwulan pertama 2022.
Jika kecepatan vaksinasi dosis kedua di Indonesia saat ini mencapai 594.774 per hari dari total sasaran 208 juta orang, kata Slamet, maka butuh tujuh hingga delapan bulan untuk terjadi kekebalan kelompok.
Slamet sependapat bahwa target vaksinasi di Indonesia sebanyak 70 persen populasi sudah tidak relevan dengan perkembangan mutasi virus yang ada saat ini.
Sesuai jurnal ilmiah Australia yang disampaikan Slamet, cakupan vaksinasi di Indonesia perlu ditingkatkan mencapai 86 persen bila efikasi vaksin di Indonesia berkisar 60-70 persen. Sehingga jumlah vaksin yang tersedia pun perlu ditambah.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito mengabarkan bahwa empat industri farmasi swasta mentransfer teknologi pengembangan vaksin COVID-19 di Indonesia melalui PT Bio Farma.
Kandidat industri farmasi swasta yang akan mendampingi uji klinik vaksin COVID-19 dengan berbagai platform bersama Bio Farma di antaranya PT Baylor Medical College yang saat ini sedang mengembangkan vaksin berbasis rekombinan protein subunit dalam proses optimalisasi uji klinik fase 1, 2 dan 3 di Indonesia.
Industri farmasi swasta lainnya adalah PT Etana Biotech bekerja sama dengan Walfax Abogen juga akan memproduksi vaksin berbasiskan mRNA yang pertama di Indonesia yang sedang tahap uji klinik fase ketiga.
Berikutnya adalah PT Biotis Pharmaceutical bekerja sama dengan Universitas Airlangga mengembangkan vaksin Merah Putih. Saat ini prosesnya sedang dalam tahap kedua dari uji praklinik.
Industri farmasi swasta lainnya adalah Genexine Korea bekerja sama dengan PT Kalbe Farma yang sedang mengembangkan vaksin berplatform DNA pertama di Indonesia.
"Saat ini sedang melakukan uji klinik fase 2 dan 3 dan akan ada teknologi transfer juga dengan PT Kalbe Farma," katanya.
Baca juga: Laut Arafuru pun diarungi demi mengemban misi vaksinasi di pulau terluar
Hidup berdampingan
Selain mengejar kekebalan kelompok, upaya pengendalian COVID-19 juga ditempuh pemerintah untuk membiasakan masyarakat patuh pada protokol kesehatan, antara lain dengan 3M, 3T, dan mengurangi durasi kontak.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengemukakan pemerintah telah mempersiapkan peta jalan hidup berdampingan bersama COVID-19 yang bertujuan untuk menyeimbangkan kehidupan yang sehat dengan ketahanan sektor ekonomi nasional.
Strategi tersebut menyasar sejumlah sektor kebijakan, di antaranya protokol kesehatan berbasis teknologi informasi, testing dan tracing serta perawatan.
Kebijakan di sektor teknologi diwujudkan lewat aplikasi PeduliLindungi yang saat ini dipakai secara nasional untuk membantu menjaga implementasi protokol kesehatan di berbagai fasilitas publik seperti mal, pasar, tempat ibadah, pariwisata, sekolah, angkutan umum dan sebagainya.
Pada sektor pelacakan kasus lewat kegiatan pengetesan epidemiologi dan penelusuran terus diperkuat secara terarah pada sasaran.
Sektor ketiga, kata Nadia, adalah perawatan atau terapeutik pada pasien COVID-19 di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang terus ditingkatkan kapasitasnya.
Seluruh daya dan upaya yang telah dikerahkan oleh pemerintah tentunya tidak akan pernah cukup, sebab simpul dari permasalahan COVID-19 sesungguhnya ada pada prilaku masyarakat. Lantas, sudahkah anda patuh pada protokol kesehatan?.
Baca juga: Pembelajaran tatap muka bila vaksinasi di Ambon capai 70 persen, perhatikan Protap
Skenario kedua menuju kekebalan kelompok guna akhiri pandemi
Jumat, 27 Agustus 2021 7:13 WIB