Jakarta (ANTARA) - Selama sekitar 1,5 tahun terakhir pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Hingga saat ini pemerintah masih terus berupaya menurunkan angka kasus positif COVID-19.
Segala upaya terus dilakukan pemerintah demi menurunkan angka kasus itu, salah satunya bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), upaya 3T (testing, tracing, dan treatment), serta vaksinasi. Tiga hal itu menjadi komponen utama dalam mengendalikan COVID-19 sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo. Salah satu upaya pemerintah dalam mencegah transmisi virus, diperlukan kebijakan yang dapat meminimalisasi kontak antarorang.
Pemerintah pun telah beberapa kali mengganti nama dan format untuk meminimalisasi kontak antarorang, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga PPKM yang terdiri atas level 1 hingga level 4 (terburuk), yang dibagi berdasarkan tingkatan situasi epidemiologi setempat.
Berdasarkan data mingguan Satgas COVID-19 per 10 Agustus 2021, terdapat 71 kabupaten atau kota dari 128 kabupaten/kota di Pulau Jawa-Bali yang berada di level 4, sedangkan di luar Jawa-Bali terdapat 45 kabupaten/kota dari 386 kabupaten kota.
Berdasarkan hasil analisis pada periode itu, diketahui bahwa belum ada kabupaten/kota yang berada di level 1 di Indonesia. Artinya, penanganan COVID-19 di Indonesia diperkirakan masih membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sementara itu, data COVID-19 mingguan per 11 Agustus 2021, Indonesia berhasil menekan lebih dari 147.000 kasus aktif COVID-19 dalam skala nasional, menjadi 426.170 kasus aktif.
Baca juga: Gerakan wajib masker "Dari Pintu ke Pintu" yang ringankan beban rakyat
Indonesia memang berhasil menekan angka kasus, namun tentu saja pemerintah tidak bisa terburu-buru melakukan pembukaan pembatasan kegiatan masyarakat, perlu kehati-hatian dan persiapan yang matang.
Menurut Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dapat diambil tiga pelajaran penting dari perkembangan kasus itu.
Pertama, pada prinsipnya PPKM level 1-4 merupakan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan kasus, semakin efektif pengendalian yang dilakukan maka hasilnya dapat semakin terlihat. Maka tidak heran kalau pemerintah melakukan perpanjangan PPKM meski angka kasus cenderung mulai mengalami penurunan. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah penurunannya dapat konsisten dan dipertahankan, serta memperbaiki kasus kematian yang masih meningkat.
Kedua, perbaikan kasus tetap harus dilakukan selama perpanjangan PPKM ini. Seluruh gubernur tidak boleh lengah dan harus terus meningkatkan penanganan kasus, utamanya pada pasien di ruang isolasi, intensif, dan IGD agar kematian dapat menurun.
"Jangan merasa aman hanya karena tidak berada di level 4. Justru apabila tidak dijaga dengan baik, kasus di wilayah anda akan meningkat dan berpotensi masuk ke level 4," kata dia kepada seluruh gubernur.
Untuk pembelajaran ketiga, perpanjangan PPKM level 1-4 dilaksanakan dengan pembukaan pada beberapa sektor tertentu guna menyeimbangkan aktivitas ekonomi dengan penanganan kesehatan. Jika sektor-sektor yang sudah dibuka tidak taat protokol kesehatan dan menyumbang peningkatan kasus, maka sektor itu bakal kembali dibatasi.
Sebaliknya, jika sektor yang dibuka itu taat menjalankan protokol kesehatan dan terbukti tidak meningkatkan kasus, bukan tidak mungkin akan dibuka bertahap. Kebijakan perpanjangan PPKM level 1-4 memang diakui sejumlah masyarakat terasa berat. Namun, dengan begitu, diharapkan Indonesia melihat hasil yang cukup baik.
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah bentuk kehati-hatian agar masyarakat tetap aman yang disertai pemberian peluang bagi masyarakat untuk tetap bisa produktif.
Baca juga: Belajar dari Jakarta yang bergotong royong saat pandemi
Tidak ada
Sampai saat ini, tidak ada satupun yang bisa memprediksi sampai kapan COVID-19 berakhir. Beberapa negara yang sudah membuka karantina wilayah pun kembali lagi melakukan kebijakan tersebut.
Maka, sudah sewajarnya Indonesia harus mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19. Bukan hanya Indonesia yang menyiapkan panduan, seluruh negara di dunia dan organisasi internasional seperti Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sedang menyiapkan panduannya, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Menurut Wiku, ada tiga modal agar Indonesia dapat merdeka dari COVID-19. Merdeka yang dimaksud Wiku bukan berarti Indonesia dapat lepas seutuhnya dari pandemi COVID-19, akan tetapi dapat hidup berdampingan dan mencapai normal baru demi menuju masyarakat produktif yang aman COVID-19.
Modal pertama yang harus dipenuhi yakni soal kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Tidak ada cara yang lebih efektif dan paling mudah dibandingkan patuh memakai masker dan menjaga jarak.
Modal kedua yakni penguatan kebijakan dan koordinasi. Ia menjelaskan bahwa memasuki 2021 kebijakan penanganan COVID-19 berfokus pada karakteristik, kondisi, dan kesiapan daerah masing-masing.
Pasalnya, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Dengan begitu pendekatan yang dilakukan untuk penanganan COVID-19 dapat berbeda-beda di setiap daerah. Penguatan koordinasi melalui posko tingkat desa atau kelurahan menjadi salah satu inovasi yang diyakini masih terbaik dalam menekan laju penularan sejak dari hilir. Pembentukan posko ini akan diperluas di fasilitas publik.
Kendati demikian, pemerintah masih mendapat batu sandungan yang membuat peranan posko ini belum berjalan optimal.
Baca juga: Ikhtiar menghadapi pandemi COVID-19 dari balik jeruji
Dari sekitar 80 ribu desa/kelurahan di Indonesia, baru sekitar 23 ribu yang membentuk posko. Namun dari angka itu tidak semuanya rutin melaporkan kinerjanya, rata-rata baru sekitar 46 desa/kelurahan di tiap provinsi yang telah melaporkan. Modal terakhir adalah kesiapan fasilitas kesehatan. Saat ini kapasitas fasilitas kesehatan sudah jauh bertambah dan lebih baik dibandingkan dengan pada awal pandemi.
Hampir 117 ribu dari 276 ribu atau 42 persen tempat tidur di rumah sakit seluruh Indonesia telah dimanfaatkan untuk penanganan COVID-19. Begitu pula dengan jumlah laboratorium pemeriksaan mengalami pertambahan. Saat ini terdapat 796 laboratorium di seluruh Indonesia yang memungkinkan pemeriksaan dalam jumlah banyak.
Penguatan yang juga dilakukan yakni tempat isolasi terpusat sebagai antisipasi kenaikan kasus dan penuhnya rumah sakit rujukan. Dengan ketiga modal ini, menurut Wiku, apabila seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah secara disiplin dan konsisten terus menguatkan dan meningkatkannya, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mencapai titik di mana merdeka dari COVID-19 dapat terwujud, yaitu merdeka untuk melakukan aktivitas dan produktif seperti sediakala dengan tetap aman.
Pemerintah tentunya akan senantiasa memantau kondisi secara aktual demi mengambil kebijakan yang tepat baik dalam hal penanganan kesehatan maupun pemulihan ekonomi.
Maka dari itu, yang seharusnya dilakukan sebagai kesatuan bangsa ialah saling mendukung dan membantu satu sama lain.
Baca juga: Bertahan pada masa pandemi COVID-19 dengan ide disruptif