Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Kejati Maluku mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas perkara pidana korupsi anggaran pembelian lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea atas terdakwa Fery Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa yang divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon.

"Kami pada 12 Agustus 2021 sudah menyatakan kasasi di Pengadilan Tipikor Ambon, dan setelah itu mempunyai waktu 14 hari untuk memasukan memori kasasi," kata Kasie Penuntutan Kejati Maluku, Achmad Atamimi di Ambon, Kamis.

Sejak divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, jaksa diberikan kesempatan selama tujuh hari untuk menyatakan sikap.

Menurut dia, jaksa tetap melakukan upaya hukum lanjutan karena keputusan majelis hakim Tipikor adalah membebaskan kedua terdakwa sementara tuntutan JPU lebih tinggi.

Sebelumnya tim JPU Kejati Maluku meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menghukum terdakwa Fery Tanaha selama 10,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp6,081 miliar sehingga akumulasi ancaman hukuman lebih dari 13 tahun.

Kemudian untuk terdakwa Abdul Gafur Laitupa dituntut 8,5 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti atas kerugian negara yang diberikan PT. PLN kepada terdakwa sebesar Rp 9,7 Juta subsider tiga bulan kurungan.

PLN Unit Induk Pembangunan Maluku pada 2016 melakukan proses pengadaan tanah bagi pembangunan PLTMG berlokasi di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Maluku.

Untuk kepentingan itu PLN UIP Maluku melayangkan surat kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kepala kantor BPN Buru, John George Sen (Alm) secara lisan memerintahkan Abdul Gafur Laitupa selaku Kasie Pengukuran di BPN Buru melakukan pengukuran lahan.

Yaitu tanah seluas 48.000 meter persegi. Namun Abdul Gafur Laitupa membuat peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016. Namun, peta lokasi tersebut tidak sesuai data sebenarnya.

Peta lokasi mencantumkan nomor induk bidang tersebut, tetapi berdasarkan komputerisasi ternyata lokasi itu milik Abdul Rasyid Tuanani seluas 645 meter persegi.

Sementara tanah ini dikuasai oleh negara karena lokasinya merupakan bagian dari tanah erfpacht dan pemegang haknya atas nama Zadrak Wakano (Alm).

Padahal ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, tanah erfpracht tidak bisa dipindah-tangankan baik kepada ahli waris maupun kepada pihak lain selaku pembeli.

Ketika pemegang hak erfpracht meninggal dunia, kepemilikan atas tanah tersebut tidak bisa dikuasai oleh ahli waris dan berstatus menjadi tanah negara.
 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021