Sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Adat Pulau Buru melakukan aksi demonstrasi di halaman kantor DPRD Maluku menuntut pemerintah melegalkan penambangan emas di daerah itu sebagai kawasan tambang emas rakyat.
"Sayangnya kehadiran mereka tidak bisa diterima para legislator dari Dapil Kabupaten Buru dan Bursel karena semuanya belum kembali dari Namlea, Ibu Kota Kabupaten Buru setelah pemakaman anggota DPRD Maluku, almarhum Ny. Murniati Hentihu," kata Kabag Persidangan dan Undang-Undang Sekretariat DPRD Maluku, Imanuel Metwaan di Ambon, Jumat.
Menurut dia, Sekretaris DPRD Maluku, Bodewin M. Wattimena juga tidak bisa mewakili pimpinan dan anggota dewan untuk menerima aspirasi atau pun pernyataan para demonstran karena sementara mengikuti kegiatan rapat.
"Jadi saya atas nama Sekwan menerima pernyataan sikap pendemo untuk diteruskan kepada pimpinan DPRD," ujarnya singkat.
Dalam pernyataan sikap para tokoh adat Soa Porua Geranpa menyatakan tambang emas di Pulau Buru menjadi harapan baru bagi masyarakat setempat secara khusus untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Menurut Fiki Lesnussa selaku koordinator lapangan Mahasiswa Adat Pulau Buru, penambangan emas di Pulau Buru bisa dilakukan secara sederhana, terbuka, dengan sistem pendulangan atau tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja tanpa harus menggunakan peralatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar.
"Kami minta Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk mengalihkan tambang emas Gunung Botak sebagai tambang rakyat sesuai janji dan visinya saat berkampanye pada 2018 di Desa Waegernangan, Kecamatan Lolongguba, Kabupaten Buru," tandasnya.
Mereka juga mendesak Gubernur Maluku memanggil Bupati Buru Ramli Umasugi untuk memberikan Izin Pertambangan Rakyat berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan Batu Bara.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Sayangnya kehadiran mereka tidak bisa diterima para legislator dari Dapil Kabupaten Buru dan Bursel karena semuanya belum kembali dari Namlea, Ibu Kota Kabupaten Buru setelah pemakaman anggota DPRD Maluku, almarhum Ny. Murniati Hentihu," kata Kabag Persidangan dan Undang-Undang Sekretariat DPRD Maluku, Imanuel Metwaan di Ambon, Jumat.
Menurut dia, Sekretaris DPRD Maluku, Bodewin M. Wattimena juga tidak bisa mewakili pimpinan dan anggota dewan untuk menerima aspirasi atau pun pernyataan para demonstran karena sementara mengikuti kegiatan rapat.
"Jadi saya atas nama Sekwan menerima pernyataan sikap pendemo untuk diteruskan kepada pimpinan DPRD," ujarnya singkat.
Dalam pernyataan sikap para tokoh adat Soa Porua Geranpa menyatakan tambang emas di Pulau Buru menjadi harapan baru bagi masyarakat setempat secara khusus untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Menurut Fiki Lesnussa selaku koordinator lapangan Mahasiswa Adat Pulau Buru, penambangan emas di Pulau Buru bisa dilakukan secara sederhana, terbuka, dengan sistem pendulangan atau tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja tanpa harus menggunakan peralatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar.
"Kami minta Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk mengalihkan tambang emas Gunung Botak sebagai tambang rakyat sesuai janji dan visinya saat berkampanye pada 2018 di Desa Waegernangan, Kecamatan Lolongguba, Kabupaten Buru," tandasnya.
Mereka juga mendesak Gubernur Maluku memanggil Bupati Buru Ramli Umasugi untuk memberikan Izin Pertambangan Rakyat berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan Batu Bara.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021