Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Adat Welyhata (AMAU) Seram Bagian Timur (SBT) berdemonstrasi di depan kantor Gubernur Maluku di Ambon, Jumat.
Mereka menuntut pemerintah provinsi turun tangan mengatasi masalah pembalakan liar yang berdampak kerusakan hutan dan banjir yang menerjang beberapa desa di Kabupaten SBT.
"Banjir yang merendam puluhan rumah warga di empat desa di kecamatan Siwalalat, SBT pada 6 Agustus 2021, adalah bukti dampak pembalakan liar yang dilakukan perusahaan," kata Kordinator lapangan demo Joshua Ahwalam saat berorasi di depan kantor Gubernur Maluku.
Baca juga: Anggota DPRD dari Gerindra jadi tersangka pembalakan liar hutan lindung, begini kronologinya
Menurutnya pembalakan liar dilakukan perusahaan CV Sumber Berkat Makmur yang mengantongi Izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk usaha perkebunan pala, namun kenyataan perusahaan melakukan pembalakan secara liar di luar areal yang diizinkan.
Mahasiswa menilai izin pembukaan lahan untuk perkebunan pala di SBT seharusnya disertai Analisa dampak lingkungan hidup (AMDAL) sebagai kajian penting suatu usaha yang direncanakan pada lingkungan hidup, sesuai UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Masyarakat Sabuai melakukan tiga kali pemalangan, satu kali sasi adat sebagai bentuk pencegahan terhadap aktivitas perusahaan, bahkan masyarakat Sabuai melayangkan laporan dugaan kasus ilegal loging ke Dirkrimsus Polda Maluku tertanggal 6 Agustus 2019, namun laporan tersebut sengaja tidak ditindaklanjuti," katanya
Karena tidak digubris warga Sabuai pada 17 Februari 2020 meninjau lokasi yang dibabat oleh perusahaan dan bertemu karyawan perusahaan yang sedang melakukan pembalakan liar, yang dampaknya terjadi perusakan terhadap alat berat milik perusahan.
Baca juga: Kejagung bawa pulang Adelin Lis, inilah profil buronan kasus pembalakan liar itu
Perusakan alat berat tersebut berdampak dua orang warga Sabuai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polsek Werinama, Seram Timur.
Setelah berdemonstrasi hampir satu jam di halaman luar kantor Gubernur, puluhan mahasiswa kemudian ditemui Kepala Kesbangpol pemprov Maluku Titus F.L Renwarin, yang meminta tiga perwakilan bertemu Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Para mahasiswa kemudian menyampaikan empat butir tuntutan mereka kepada Wagub Barnabas Orno yakni meminta pembebasan terhadap Kaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pihak kepolisian, karena dianggap sebagai pahlawan hutan adat Sabuai .
Mendesak Pemprov Maluku memberikan penghargaan terhadap dua pahlawan hutan adat Subuai atas jasa mereka membongkar kasus kejahatan kehutanan yang dilakukan perusahaan CV. Sumber Berkat Makmur berkedok usaha perkebunan pala.
Baca juga: Ada pemodal besar beking pembalakan liar di Bukit Rimbang-Bukit Baling
Mendesak pemerintah daerah untuk melakukan reboisasi atas hutan yang dibabat habis oleh perusahaan, dan menormalisasi aliran sungai di Negeri Sabuai dengan membuat talud penahan air dan bronjong.
Selain itu, mendesak Gubernur Maluku Murad Ismail untuk memberikan teguran kepada Wakil Bupati SBT atas pernyataannya pada 19 Agustus 2021 bahwa banjir Sabuai tidak sesuai dengan fakta, namun dibesar-besarkan media.
Wakil Gubernur Barnabas dihadapan perwakilan mahasiswa menyatakan pihaknya tidak berkewenangan dan tidak bisa mengintervensi proses penahanan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap dua warga Sabuai yang ditahan.
"Penahanan kedua warga Sabuai karena menyangkut masalah hukum. Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka dan Pemprov tidak berkewenangan untuk menghentikannya. Harusnya ditanyakan ke kepolisian dan Kejati Maluku," ujar Wagub.
Sedangkan menyangkut tuntutan lainnya Wagub menyatakan hal tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Murad Ismail untuk ditindaklanjuti.
Baca juga: Pemerintah Harus Berantas Pembalakan Liar di Wetar
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Mereka menuntut pemerintah provinsi turun tangan mengatasi masalah pembalakan liar yang berdampak kerusakan hutan dan banjir yang menerjang beberapa desa di Kabupaten SBT.
"Banjir yang merendam puluhan rumah warga di empat desa di kecamatan Siwalalat, SBT pada 6 Agustus 2021, adalah bukti dampak pembalakan liar yang dilakukan perusahaan," kata Kordinator lapangan demo Joshua Ahwalam saat berorasi di depan kantor Gubernur Maluku.
Baca juga: Anggota DPRD dari Gerindra jadi tersangka pembalakan liar hutan lindung, begini kronologinya
Menurutnya pembalakan liar dilakukan perusahaan CV Sumber Berkat Makmur yang mengantongi Izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk usaha perkebunan pala, namun kenyataan perusahaan melakukan pembalakan secara liar di luar areal yang diizinkan.
Mahasiswa menilai izin pembukaan lahan untuk perkebunan pala di SBT seharusnya disertai Analisa dampak lingkungan hidup (AMDAL) sebagai kajian penting suatu usaha yang direncanakan pada lingkungan hidup, sesuai UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Masyarakat Sabuai melakukan tiga kali pemalangan, satu kali sasi adat sebagai bentuk pencegahan terhadap aktivitas perusahaan, bahkan masyarakat Sabuai melayangkan laporan dugaan kasus ilegal loging ke Dirkrimsus Polda Maluku tertanggal 6 Agustus 2019, namun laporan tersebut sengaja tidak ditindaklanjuti," katanya
Karena tidak digubris warga Sabuai pada 17 Februari 2020 meninjau lokasi yang dibabat oleh perusahaan dan bertemu karyawan perusahaan yang sedang melakukan pembalakan liar, yang dampaknya terjadi perusakan terhadap alat berat milik perusahan.
Baca juga: Kejagung bawa pulang Adelin Lis, inilah profil buronan kasus pembalakan liar itu
Perusakan alat berat tersebut berdampak dua orang warga Sabuai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polsek Werinama, Seram Timur.
Setelah berdemonstrasi hampir satu jam di halaman luar kantor Gubernur, puluhan mahasiswa kemudian ditemui Kepala Kesbangpol pemprov Maluku Titus F.L Renwarin, yang meminta tiga perwakilan bertemu Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Para mahasiswa kemudian menyampaikan empat butir tuntutan mereka kepada Wagub Barnabas Orno yakni meminta pembebasan terhadap Kaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pihak kepolisian, karena dianggap sebagai pahlawan hutan adat Sabuai .
Mendesak Pemprov Maluku memberikan penghargaan terhadap dua pahlawan hutan adat Subuai atas jasa mereka membongkar kasus kejahatan kehutanan yang dilakukan perusahaan CV. Sumber Berkat Makmur berkedok usaha perkebunan pala.
Baca juga: Ada pemodal besar beking pembalakan liar di Bukit Rimbang-Bukit Baling
Mendesak pemerintah daerah untuk melakukan reboisasi atas hutan yang dibabat habis oleh perusahaan, dan menormalisasi aliran sungai di Negeri Sabuai dengan membuat talud penahan air dan bronjong.
Selain itu, mendesak Gubernur Maluku Murad Ismail untuk memberikan teguran kepada Wakil Bupati SBT atas pernyataannya pada 19 Agustus 2021 bahwa banjir Sabuai tidak sesuai dengan fakta, namun dibesar-besarkan media.
Wakil Gubernur Barnabas dihadapan perwakilan mahasiswa menyatakan pihaknya tidak berkewenangan dan tidak bisa mengintervensi proses penahanan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap dua warga Sabuai yang ditahan.
"Penahanan kedua warga Sabuai karena menyangkut masalah hukum. Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka dan Pemprov tidak berkewenangan untuk menghentikannya. Harusnya ditanyakan ke kepolisian dan Kejati Maluku," ujar Wagub.
Sedangkan menyangkut tuntutan lainnya Wagub menyatakan hal tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Murad Ismail untuk ditindaklanjuti.
Baca juga: Pemerintah Harus Berantas Pembalakan Liar di Wetar
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021