Saumlaki (ANTARA) - Gereja Santa Maria Bunda Allah di Desa Amdasa, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, akhirnya digunakan setelah diberkati oleh Uskup Diosis Amboina Mgr.Seno Ngutra dan diresmikan oleh Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar Alawiyah Fadlun Alaydrus, Sabtu.
Dikenal dengan nama "Gereja Batu" oleh masyarakat setempat, peresmian ini dihadiri oleh lebih dari 3.000 warga, tokoh masyarakat, dan sejumlah pejabat daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
"Gedung gereja ini adalah simbol doa dan kerja keras yang telah kami lakukan bersama. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses pembangunan," kata Ketua Panitia Pembangunan Gereja Santa Maria Bunda Allah cabang Jakarta. Edoardus Enrico F. Refwalu,
Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar, Alawiyah Fadlun Alaydrus dalam sambutannya menyatakan, Gereja Katolik Santa Maria Bunda Allah di Amdasa menjadi bukti nyata bahwa umat mampu menjaga persatuan dalam keberagaman dengan semangat toleransi dan saling menghormati.
"Ini adalah fondasi yang harus terus kita jaga dalam kehidupan bermasyarakat. Saya berharap gereja ini tidak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga menjadi pusat pembinaan rohani pendidikan dan pelayanan sosial yang membawa manfaat bagi seluruh masyarakat tanpa memandang perbedaan agama suku maupun latar belakang. Lebih khusus juga dapat menumbuhkan kembangkan iman umat sehingga memiliki moral dan etika yang baik serta taat pada norma keagamaan, norma hukum, maupun norma sosial yang berlaku," katanya.
Di kesempatan itu, Alawiyah Fadlun meminta semua pihak untuk terus mendorong terciptanya masyarakat Kepulauan Tanimbar yang rukun dan damai.
Dia juga berharap, gereja tidak hanya memberikan pelayanan ibadah kepada umat namun juga berperan aktif dan dapat memposisikan diri dalam mengambil tanggung jawab membina serta menuntun umat untuk berpartisipasi terus dalam pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Misa Dedikasi Gedung Gereja, Uskup Mgr. Seno Inno Ngutra menyampaikan rasa syukur atas peresmian ini.
"Semoga gedung ini menjadi tempat di mana Tuhan ditemukan dan kasih diberikan kepada semua orang," ujarnya di hadapan umat yang memadati lokasi.
Gereja Santa Maria Bunda Allah diharapkan menjadi pusat kegiatan rohani, sosial, dan budaya bagi komunitas setempat, sekaligus menjadi tujuan wisata rohani bagi umat Katolik di Indonesia.
"Gereja ini tersusun dari batu-batu mati tapi gereja yang sesungguhnya adalah umat sekalian dan anda adalah batu-batu hidup. Anda sekalian sungguh sangat luar biasa, yang telah menujukan persatuan, cinta, saling memaafkan. Ini adalah pondasi yang kuat sehingga batu-batu mati ini bisa tersusun rapi menjadi sebuah bangunan yang indah," kata Uskup.
Gereja Katolik Santa Maria Bunda Allah berdiri di atas lahan seluas 3.100 meter persegi, gedung gereja ini memiliki luas bangunan sekitar 1.000 meter persegi dengan tinggi mencapai 13 meter.
Gereja ini dirancang berbentuk salib, dan menjadi simbol harapan akan keberadaan gereja sebagai tempat berkat, kedamaian, dan sukacita. Patung Santa Maria Bunda Allah setinggi 3 meter yang terbuat dari tembaga menjadi daya tarik utama dan berdiri megah di depan gereja.
Dibangun dengan gaya arsitektur vernakular, gereja ini memadukan elemen tradisional dan modern, menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu dan batu lokal dari Tanimbar. Desainnya menciptakan harmoni dengan lingkungan sekitar, memberikan suasana tenang dan khusyuk bagi jemaat.
Gereja ini dilengkapi dengan taman doa yang mencakup area jalan salib dan Goa Maria, serta menara lonceng setinggi 7,3 meter. Pembangunannya merupakan hasil kerja sama antara tujuh relawan dari Jakarta, dua di antaranya keturunan asli desa Amdasa, para donatur, serta masyarakat setempat yang secara sukarela mengumpulkan batu dan kayu dari sekitar desa. Semangat gotong royong ini menjadi inti dari proses pembangunan gereja
Desa Amdasa, yang terletak di Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, memiliki populasi sekitar 775 jiwa dengan 236 kepala keluarga. Penduduk desa sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani, mencerminkan kehidupan sederhana namun penuh kebersamaan.
Peresmian Gereja Batu ini menjadi tonggak baru dalam kehidupan masyarakat Desa Amdasa, mengukir harapan akan masa depan yang lebih damai dan penuh berkah.