Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memberlakukan kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional (TN) Pulau Komodo menjadi Rp3,75 juta per orang. Kebijakan itu langsung mengundang reaksi karena dinilai terlalu tinggi.

Sebanyak 13 organisasi pelaku wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sepakat menyampaikan pernyataan sikap menolak kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo.

Wakil Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT Robert Waka di Kupang, Jumat mengatakan 13 organisasi pelaku wisata tersebut di antaranya Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Asosiasi Kapal Wisata (Askawi), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

"Selain itu juga ada Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Asosiasi Angkutan Wisata Darat (Awstar), Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp), Astindo, Insan Pariwisata Indonesia (IPI), Dive Operators Community Komodo (DOCK), Jaringan Kapal Rekreasi (Jangkar), Barisan Pengusaha Labuan Bajo (BPLB) dan Asosiasi Kelompok Usaha Unitas (Akunitas)," katanya.

Robert mengatakan bahwa pernyataan sikap dari sejumlah organisasi pelaku pariwisata itu sudah ia serahkan kepada Kepala Dinas Pariwisata NTT Sony Libing dengan harapan agar pemerintah NTT bisa mempertimbangkan kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional (TN) Komodo menjadi Rp3,75 juta per orang.

Baca juga: Petualangan bule Nick K berlanjut, lebih suka sate Ambon daripada sate Madura

Menurut mereka, kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo hanya akan bisa dijangkau oleh pasar menengah ke atas. Bahkan sampai saat ini belum ada survei terkait besaran jumlah segmen tersebut.

Kenaikan harga tiket tersebut menurut mereka akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan bahkan yang lebih buruk lagi adalah pembatalan pemesanan oleh calon klien agen perjalanan di daerah itu.

Dalam pernyataan sikap tersebut mereka juga menilai bahwa tidak ada penilaian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak pada penurunan jumlah populasi Komodo.

Bahkan lanjut Robert per tanggal 2 Maret 2022, Balai Taman Nasional (BTN) Komodo telah merilis bahwa populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021.

"Di samping itu juga zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo adalah sebesar 1,3 persen dari total luas wilayah Pulau Komodo 1.300 hektare," tambah dia.

Baca juga: Pengalaman pertama bule traveller Nick K ke Ambon, "tragic start"

Berdasarkan data juga jumlah Komodo yang ada pada zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60-70 ekor dari 1.700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut, sementara mayoritas Komodo hidup di zona inti.

Bahkan maksimal belasan ekor yang biasa dijumpai bila wisatawan melakukan trekking di zona pemanfaatan wisata.

Ia menambahkan penelitian terkait prilaku Komodo dilakukan pada tahun 2018. Dengan berdasarkan penelitian itu, aktivitas feeding pun dilarang .

"Tetapi, dari 2018-2022 tidak ada penelitian terbaru terkait prilaku Komodo. Artinya, hasil penelitian tahun 2018 tidak menjadi argumen valid sebagai dasar kebijakan menaikkan harga tiket," tambah dia.

Robert juga menambahkan bahwa pemerintah sendiri memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek wisata yang sama. Komodo yang sama bisa dilihat wisatawan di pulau Rinca, tetapi di Pulau Komodo hanya bisa dilihat sedikit orang saja, karena tidak seramah di Rinca.

Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah NTT dan kabupaten Manggarai Barat untuk menolak pernyataannya yang menyatakan mendukung penerapan kebijakan kenaikan tiket tersebut karena alasan konservasi.

Baca juga: Ini destinasi favorit liburan selain Bali, bagaimana dengan Maluku?

Pewarta: Kornelis Kaha

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022