Dobo (Antara Maluku) - Penahanan Bupati Kepulauan Aru, Maluku, Theddy Tengko yang dilakukan kejaksaan haruslah mendapatkan izin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena hal itu diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Anggota tim kuasa hukum Theddy Tengko, Prof Agus Dwiharsono, di Dobo, ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Minggu, mengatakan, penahanan kliennya harus mendapatkan izin Kepala Negara terlebih dulu, karena terkait dengan jabatannya sebagai bupati setempat.
"Jadi penangkapan Theddy di Hotel Menteng, Jalan Cik Ditiro, Jakarta Pusat, Rabu (12/12) siang, dan batalnya rencana eksekusi ke Ambon pada Kamis (13/12) karena tidak ada dasar hukum itu dapat mencoreng citra kejaksaan yang terindikasi memiliki kepentingan oknum - oknum tertentu saja," ujar Prof Agus.
Prof Agus, yang mendampingi Theddy melakukan perlawanan terhadap rencana eksekusinya di Bandara Soekarno - Hatta di Jakarta, menyataka dirinya tidak memahami dasar hukum jaksa bersikeras mengeksekusi kliennya.
"Kami binggung dengan pemahaman hukum dari para jaksa yang sebenarnya harus mengacu kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan tertanggal 22 November 2012 menyatakan, apabila surat putusan pemidanaan yang tidak membuat ketentuan KUHAP Pasal 197 ayat (1) huruf k, maka mengakibatkan batal demi hukum," kata Agus.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012
Anggota tim kuasa hukum Theddy Tengko, Prof Agus Dwiharsono, di Dobo, ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Minggu, mengatakan, penahanan kliennya harus mendapatkan izin Kepala Negara terlebih dulu, karena terkait dengan jabatannya sebagai bupati setempat.
"Jadi penangkapan Theddy di Hotel Menteng, Jalan Cik Ditiro, Jakarta Pusat, Rabu (12/12) siang, dan batalnya rencana eksekusi ke Ambon pada Kamis (13/12) karena tidak ada dasar hukum itu dapat mencoreng citra kejaksaan yang terindikasi memiliki kepentingan oknum - oknum tertentu saja," ujar Prof Agus.
Prof Agus, yang mendampingi Theddy melakukan perlawanan terhadap rencana eksekusinya di Bandara Soekarno - Hatta di Jakarta, menyataka dirinya tidak memahami dasar hukum jaksa bersikeras mengeksekusi kliennya.
"Kami binggung dengan pemahaman hukum dari para jaksa yang sebenarnya harus mengacu kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan tertanggal 22 November 2012 menyatakan, apabila surat putusan pemidanaan yang tidak membuat ketentuan KUHAP Pasal 197 ayat (1) huruf k, maka mengakibatkan batal demi hukum," kata Agus.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012