Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah Negeri Kaiely, Kabupaten Buru, meminta Kapolres setempat bersama Komandan Kodim 1506 bersikap tegas dalam menertibkan setiap oknum pelaku penjual karcis tambang emas ilegal yang terbentuk dalam wadah panitia Tunas Bangsa.
"Kami tidak pernah menyetujui penjualan karcis di lokasi tambang Lea Bumi atau disebut Gunung Botak, karena itu merupakan perbuatan ilegal yang bersifat pungli," kata Raja Kaiely, M. Fuad Wael, di Ambon, Senin.
Ia menegaskan lahan tambang emas di kawasan tersebut bukanlah lahan kosong tanpa penghuni tetapi secara hukum ada pemilik yang sah sejak tahun 1946 dan selama ini dijadikan tempat usaha penyulingan minyak atziri, jenis minyak kayu putih, oleh para ahli warisnya.
Ia juga menyatakan pihaknya telah secara resmi menyurati Kapolres dan Dandim 1506 Pulau Buru dengan tembusan kepada Gubernur Maluku, Kapolda, Pangdam XVI/Pattimura, Kejati, DPRD Maluku dan kuasa hukum ahli waris.
Fuad menegaskan, para oknum penjual karcis ilegal itu awalnya menggunakan nama dewan adat dan melakukan pencetakan serta penjualan karcis tanpa sepengetahuan dirinya selaku ketua persekutuan hukum adat regentschaap Kaiely.
"Karena keberadaan dewan adat dianggap ilegal dan tidak diakui pemerintah negeri Kaiely, mereka kemudian menggantikan namanya menjadi panitia Tunas Bangsa yang diketuai Muhamad Nurlatu dan Komarudin Tihun selaku sekretaris," katanya.
Sehubungan itu, ia meminta pemerintah Kabupaten Buru bersama aparat keamanan setempat mengambil tindakan tegas untuk membubarkan panitia ilegal tersebut.
"Karena mereka kerjanya hanya mencari keuntungan pribadi di atas lahan orang lain, jadi harus diproses hukum," katanya.
"Tidak pernah ada penyetoran hasil penjualan karcis ke negeri, apalagi memberikan sumbangsih PAD bagi kas daerah di kabupaten, belum lagi setiap terjadi musibah longsor atau zat asam yang menewaskan penambang, mereka tidak mau bertanggung jawab," katanya menandaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
"Kami tidak pernah menyetujui penjualan karcis di lokasi tambang Lea Bumi atau disebut Gunung Botak, karena itu merupakan perbuatan ilegal yang bersifat pungli," kata Raja Kaiely, M. Fuad Wael, di Ambon, Senin.
Ia menegaskan lahan tambang emas di kawasan tersebut bukanlah lahan kosong tanpa penghuni tetapi secara hukum ada pemilik yang sah sejak tahun 1946 dan selama ini dijadikan tempat usaha penyulingan minyak atziri, jenis minyak kayu putih, oleh para ahli warisnya.
Ia juga menyatakan pihaknya telah secara resmi menyurati Kapolres dan Dandim 1506 Pulau Buru dengan tembusan kepada Gubernur Maluku, Kapolda, Pangdam XVI/Pattimura, Kejati, DPRD Maluku dan kuasa hukum ahli waris.
Fuad menegaskan, para oknum penjual karcis ilegal itu awalnya menggunakan nama dewan adat dan melakukan pencetakan serta penjualan karcis tanpa sepengetahuan dirinya selaku ketua persekutuan hukum adat regentschaap Kaiely.
"Karena keberadaan dewan adat dianggap ilegal dan tidak diakui pemerintah negeri Kaiely, mereka kemudian menggantikan namanya menjadi panitia Tunas Bangsa yang diketuai Muhamad Nurlatu dan Komarudin Tihun selaku sekretaris," katanya.
Sehubungan itu, ia meminta pemerintah Kabupaten Buru bersama aparat keamanan setempat mengambil tindakan tegas untuk membubarkan panitia ilegal tersebut.
"Karena mereka kerjanya hanya mencari keuntungan pribadi di atas lahan orang lain, jadi harus diproses hukum," katanya.
"Tidak pernah ada penyetoran hasil penjualan karcis ke negeri, apalagi memberikan sumbangsih PAD bagi kas daerah di kabupaten, belum lagi setiap terjadi musibah longsor atau zat asam yang menewaskan penambang, mereka tidak mau bertanggung jawab," katanya menandaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013