Masyarakat kelompok adat suku Naulu di Pulau Seram, Provinsi Maluku tengah memproses pendaftaran identitas mereka sesuai ajaran kepercayaan leluhur.
"Kami sekarang sementara berproses untuk mendaftarkan kepercayaan leluhur yang sampai saat ini belum ada nama, karena masih proses penyiapan dokumen dan pendaftaran ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek, " kata perwakilan masyarakat adat suku Naulu, Aharena Matoke, di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan, selama ini masyarakat adat dan penghayat agama leluhur menghadapi perampasan lahan dan berbagai bentuk penyempitan ruang hidup yang membuat masyarakat menjadi sangat rentan.
Masyarakat, katanya, sulit sekali mengakses sumber daya alam, mempertahankan tempat-tempat ritual, dan mendapatkan hewan ritual adat yang sebelumnya berlimpah.
"Bahkan selama ini di KTP kami tertulis agama Hindu, padahal kami bukan Hindu. Di sekolah anak-anak kami hanya diberikan pilihan pelajaran agama Islam atau Kristen," katanya.
Tetapi dalam perjalanan, masyarakat adat Naulu melihat ajaran agama Hindu itu berbeda dengan ajaran kepercayaan leluhur mereka.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97 PUU-XIV/2016 tentang yudicial review Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah membolehkan para penganut aliran kepercayaan untuk mencantumkan keyakinannya pada kolom agama di kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
"Setelah putusan MK tersebut maka kami mengubah status agama dari Hindu menjadi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa," katanya.
Pihaknya berharap setelah kebijakan tersebut diterapkan maka dapat disosialisasikan ke tingkat kabupaten dan kota, khususnya ke instansi terkait yang mengurus administrasi kependudukan.
"Minimal terbuka ruang bagi kami untuk mengisi kolom agama untuk pengurusan KTP maupun SKCK, ke kolom Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya hadir untuk menyuarakan akan kebebasan menganut kepercayaan agar para penghayat kepercayaan di suku Naulu mendapat layanan publik yang setara di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
"Kami sekarang sementara berproses untuk mendaftarkan kepercayaan leluhur yang sampai saat ini belum ada nama, karena masih proses penyiapan dokumen dan pendaftaran ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek, " kata perwakilan masyarakat adat suku Naulu, Aharena Matoke, di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan, selama ini masyarakat adat dan penghayat agama leluhur menghadapi perampasan lahan dan berbagai bentuk penyempitan ruang hidup yang membuat masyarakat menjadi sangat rentan.
Masyarakat, katanya, sulit sekali mengakses sumber daya alam, mempertahankan tempat-tempat ritual, dan mendapatkan hewan ritual adat yang sebelumnya berlimpah.
"Bahkan selama ini di KTP kami tertulis agama Hindu, padahal kami bukan Hindu. Di sekolah anak-anak kami hanya diberikan pilihan pelajaran agama Islam atau Kristen," katanya.
Tetapi dalam perjalanan, masyarakat adat Naulu melihat ajaran agama Hindu itu berbeda dengan ajaran kepercayaan leluhur mereka.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97 PUU-XIV/2016 tentang yudicial review Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah membolehkan para penganut aliran kepercayaan untuk mencantumkan keyakinannya pada kolom agama di kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
"Setelah putusan MK tersebut maka kami mengubah status agama dari Hindu menjadi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa," katanya.
Pihaknya berharap setelah kebijakan tersebut diterapkan maka dapat disosialisasikan ke tingkat kabupaten dan kota, khususnya ke instansi terkait yang mengurus administrasi kependudukan.
"Minimal terbuka ruang bagi kami untuk mengisi kolom agama untuk pengurusan KTP maupun SKCK, ke kolom Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya hadir untuk menyuarakan akan kebebasan menganut kepercayaan agar para penghayat kepercayaan di suku Naulu mendapat layanan publik yang setara di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024