Panasnya terik matahari dan keletihan yang mulai dirasakan tidak menyurutkan semangat Velin Enus (42 tahun) untuk menenun. Banyaknya pesanan kain tenun yang diterima membuat dia harus berkonsentrasi agar semua selesai tepat waktu.

Derasnya pesanan kain tenun yang datang silih berganti dari sebagian besar pejabat SKPD (SatuanKerjaPerangkat Daerah) Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) membuat kehidupan Velin kini berubah 360 derajat. 

“Hasil dari pelatihan yang diadakan INPEX membuat beta (saya) kebanjiran order. Sekarang beta harus berkonsentrasi agar pesanan dapat selesai tepat waktu. Kini beta seng (tidak) bisa lagi  menunda-nunda pekerjaan, harus fokus,” ujar Velin, salah satu dari 24 penenun Tanimbar yang mendapat pelatihan tenun ikat dari INPEX, saat ditemui di Fashion Show Tenun Ikat Tanimbar, Jumat, 3 Juni lalu di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, yang berlangsung  sukses  dan  dihadiri sekitar 500 orang.

"Beta dan teman-teman penenun mulai bisa berharap sekarang dapat memperbaiki ekonomi katong (kami) lewat menenun. Promosi yang dilakukan termasuk melalui Fashion Show di Saumlaki ini beta percaya sangat membantu kami," tuturnya. 

Velin, yang berasal dari Desa Namtabung, Kepulauan Selaru, MTB, awalnya tidak beda dengan sebagian besar penenun asal Tanimbar. 

Teknik menenun bagi kaum hawa di MTB merupakan keahlian yang telah turun temurun diajarkan para tetua kepada wanita asal Tanimbar sejak mereka usia dini. Begitu juga dengan Velin, di usia 10 tahun, ia sudah diajarkan cara menenun secara tradisional menggunakan alat yang dinamai Gedokan. 

Anehnya, begitu beranjak dewasa, profesi sebagai penenun tenun ikat di Tanimbar atau MTB hanya merupakan pekerjaan paruhwaktu yang dilakukan semata-mata karena hobi.
Tidak heran, perlahan para penenun lokal, khususnya di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) kini mulai meninggalkan budidaya dan produksinya seiring dengan persepsi bahwa peluang ekonomi yang diberikan dari tenun ikat kian tak menentu dan kurang menjanjikan.

Hal ini diperparah dengan akses pasar yang terbatas sehingga kurang memberikan peluang bagi pengrajin tenun lokal untuk dapat berkembang.


Tulang Punggung

Dari sebatas hobi, keahlian menenun mau tidak mau harus ditekuni dan dijadikan sandaran hidup bagi Velin dan buah hatinya.

Pendapatan suami sebagai guru sekolah negeri membuat Velin mau tidak mau menjadi tulang punggung dalam mencari nafkah.

Sempat luntang lantung tanpa kejelasan, asa Velin mulai terajut saat diatawari menjadi salah satu peserta oleh Bagian Perindustrian dan Perdagangan MTB terkait  program  pelatihan tenun ikat yang dilakukan oleh INPEX.

“Awalnya sempat sangsi dengan tawaran Pemda. Karena yang sudah-sudah hanya sekali pelatihan setelah itu seng ada kelanjutan lagi. Tapi karena beta lihat ini sebuah kesempatan, maka beta ambil saja. Ternyata pelatihan yang diajarkan oleh INPEX melalui Bapak Wignyo (WignyoRahadi – Perancangbusana dan pemerhati tenun ikat nasional) berkelanjutan dan sangat unik sehingga membuka pemikiran katong semua”, ungkap Velin.

Dalam pelatihan tersebut, Pak Wig (panggilan akrab Wignyo Rahadi) membuka wawasan dan ketrampilan Velin dan peserta lain tentang cara menenun yang sesuai dengan perkembangan dan selera pasar tanpa meninggalkan corak khas yang dimiliki tenun Tanimbar.

Beberapa teknik yang diajarkan antara lain dalam hal pemilihan jenis benang, menyusun dan mengatur pola yang akan diterapkan pada benang tersebut hingga pengenalan terhadap Asli Tenun Bukan Mesin (ATBM), dari yang semula yang hanya menggunakan Gedokan. 

Wignyo mengutarakan, tenun Ikat Tanimbar sebenarnya memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan. Hal ini ditambah dengan tren sekarang yang cenderung mengarah kepada corak tradisional khas nusantara. 

Dari sisi perkembangannya, Wignyo melihat tenun ikat Tanimbar cukup tertingal dari tenun-tenun lain yang sudah lama tersohor terutama dari sisi kualitas  dan akses pasar

Situasi inilah yang membuat INPEX, perusahaan Minyak dan Gas yang beroperasi di MTB, terpanggil untuk membantu Pemda setempat mengembangkan Tenun Ikat Tanimbar sebagai salah satu program unggulan investasi sosial.

Sejak 2013, INPEX menggandeng sejumlah perancang busana terkenal seperti Samuel Wattimena dan Wignyo Rahadi guna memberikan pelatihan kapasitas bagi penenun Tanimbar agar mampu menghasilkan warna tenun yang lebih bervariasi dan kualitas tenun yang mempunyai daya jual.

“Penenun lokal di MTB saya lihat sangat potensial. Rata-rata mereka dari sisi kualitas teknik tidak kalah dari penenun lain. Hanya saja perlu ada pelatihan yang berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan kreativitas dan kompetensinya,” kata Wignyo.

“Velin saya lihat yang cukup menonjol dibandingkan peserta lainnya. Semangat, motivasi, dan pemahamannya tentang teknik baru yang kita ajarkan sangat mengesankan. Bahkan, ia saat ini sudah saya angkat menjadi asisten saya jika ada pelatihan,” tambahnya.

Senior Manager Communication & Relations INPEX Corporation, Usman Slamet mengungkapkan, kini sudah mulai tampak hasil positif dari program tersebut. 

Melalui kerja sama antara INPEX dan sejumlah dinas di MTB, antara lain Dinas Koperasi dan UMKM, Bagian Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Pariwisata, telah terbentuk kelompok-kelompok binaan secara langsung maupun tidak di sejumlah desa di MTB yang mengikuti pola pelatihan yang diajarkan. 

Sebagian besar di antaranya bahkan kini sudah  fasih menunjukkan kemampuan dalam menghasilkan modifikasi tenun dengan warna yang baru. 

Dari sisi bantuan regulasi kebijakan, kini sudah ada peraturan yang mewajibkan penggunaan seragam tenun  motif  Tanimbar bagi PNS di MTB sehingga membantu  menggerakkan pasar setempat.

Dari sisi akses pasar, beberapa model hasil modifikasi desain kain tenun Ikat Tanimbar kini menjadi lirikan para designer Indonesia untuk ditampilkan. Hal itu dibuktikan di antaranya melalui beberapa pagelaran busana nasional yang menggunakan tenun Tanimbar sebagai motif tenun utamanya.
 
Motif tenun Tanimbar juga sempat terpilihs ebagai busana untuk seragam yang digunakan oleh host dalam salah  satu acara di stasiun TV ternama. 

Bahkan kini Presiden dan kabinetnya juga mulai memesan kain tenun Tanimbar untuk digunakan dalam acara Negara.

Puncaknya, belum lama ini sebuah pagelaran fashion show pertama di MTB digelar di Saumlaki. Event fashion show diyakini banyak pihak kala itu sebagai pilihan yang tepat untuk meningkatkan visibilitas dan mengembalikan pesona tenun ikat  Tanimbar di mata publik.

“Kini para penenun Tanimbar saya yakin mukanya mulai bisa tersenyum lagi. Setelah sekian lama muka mereka merengut. Ini merupakan momentum yang baik agar tenun Tanimbar dapat berdiri sejajar dengan tenun lain dan menjadi kebanggan masyarakat Tanimbar,” ujar Wakil Bupati MTB, Petrus Paulus Werembinan saat membuka  acara Fashion Show belum lama ini.

Kini kehidupan Velin dan penenun MTB lainnya sudah mulai menemukan titik terang. Selain order kain tenun yang semakin membludag, belum lama ini mereka juga sudah diminta menyiapkan ratusan pesanan kain tenun untuk pagelaran “Trade Expo” di Kemayoran, Oktober mendatang.

Bahkan, Velin mengungkapkan, tidak lama setelah pelatihan dari INPEX, dia diminta Pemda di Papua untuk melatih penenun lokal di sana.

“Dengan semua yang ada di depan mata, tantangannya sekarang ada di para penenun dan Pemda. Mereka mau tidak mau sekarang harus berbenah diri agar peluang ini tidak hanya sebatas wacana namun bisa terealisasi,” ujar Wignyo.

Pewarta: M. Kurniawan

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016