Ambon, 20/11 (Antara Maluku) - Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Maluku mengajak masyarakat untuk cerdas mengkonsumsi obat antibiotik, karena jika digunakan secara berlebihan dapat memicu terjadinya resistensi antibiotik.
Ketua IAI Maluku Benny Pattiasina menyatakan, kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan menyebabkan masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan.
"Persepsi yang salah pada masyarakat membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dokter memicu terjadinya masalah resistensi antibiotik, karena itu kami melakukan pengawasan sekaligus mengedukasi masyarakat," katanya di Ambon, Senin.
Menurut dia, penggunaan obat bebas secara berlebihan (over dosis) akan mengakibatkan efek samping, interaksi obat atau penyalahgunaan obat dan dapat menyebabkan masalah kesehatan baru.
"Tidak semua penyakit harus diobati dengan antibiotik, karena jika digunakan secara sembarangan akan menimbulkan masalah baru," ujarnya.
Ia mengatakan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa 35,2persen rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi (pengobatan sendiri). Dari jumlah tersebut 35,7 persen di antaranya menyimpan obat keras.
Lebih spesifik lagi 27,8 persen dari obat keras tersebut adalah obat antibiotik. Sebanyak 86,1 persen dari antibiotik yang disimpan tersebut diperoleh tanpa resep dokter, hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan baru, khususnya resistensi bakteri.
"Masyarakat harus mengerti bahwa obat merupakan komoditi luar biasa. Obat tidak boleh diperlakukan secara sembarangan, seperti asal minum tanpa resep dan kententuan yang berlaku," tandasnya.
Benny menjelaskan, masyarakat harus dagusibu yakni dapatkan obat dari mana harus jelas, gunakan sesuai aturannya, simpan sesuai ketentuan, dan buang dengan benar.
"Program dagasibu harus dipahami masyarakat serta tidak sembarangan minum obat yang tidak dibeli di apotek guna menghindari terjadinya kasus penyalahgunaan obat," ujarnya.
Ia menambahkan, rendahnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat yang benar boleh jadi merupakan implikasi dari rendahnya distribusi apoteker di masyarakat, terutama di praktek komunitas seperti di apotek dan di puskesmas.
"Dukungan pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam rangka mengimplementasikan kewajiban puskesmas untuk memberdayakan Apoteker di setiap puskesmas, sehingga informasi yang lebih layak dapat diterima oleh masyarakat," kata Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
Ketua IAI Maluku Benny Pattiasina menyatakan, kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan menyebabkan masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan.
"Persepsi yang salah pada masyarakat membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dokter memicu terjadinya masalah resistensi antibiotik, karena itu kami melakukan pengawasan sekaligus mengedukasi masyarakat," katanya di Ambon, Senin.
Menurut dia, penggunaan obat bebas secara berlebihan (over dosis) akan mengakibatkan efek samping, interaksi obat atau penyalahgunaan obat dan dapat menyebabkan masalah kesehatan baru.
"Tidak semua penyakit harus diobati dengan antibiotik, karena jika digunakan secara sembarangan akan menimbulkan masalah baru," ujarnya.
Ia mengatakan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa 35,2persen rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi (pengobatan sendiri). Dari jumlah tersebut 35,7 persen di antaranya menyimpan obat keras.
Lebih spesifik lagi 27,8 persen dari obat keras tersebut adalah obat antibiotik. Sebanyak 86,1 persen dari antibiotik yang disimpan tersebut diperoleh tanpa resep dokter, hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan baru, khususnya resistensi bakteri.
"Masyarakat harus mengerti bahwa obat merupakan komoditi luar biasa. Obat tidak boleh diperlakukan secara sembarangan, seperti asal minum tanpa resep dan kententuan yang berlaku," tandasnya.
Benny menjelaskan, masyarakat harus dagusibu yakni dapatkan obat dari mana harus jelas, gunakan sesuai aturannya, simpan sesuai ketentuan, dan buang dengan benar.
"Program dagasibu harus dipahami masyarakat serta tidak sembarangan minum obat yang tidak dibeli di apotek guna menghindari terjadinya kasus penyalahgunaan obat," ujarnya.
Ia menambahkan, rendahnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat yang benar boleh jadi merupakan implikasi dari rendahnya distribusi apoteker di masyarakat, terutama di praktek komunitas seperti di apotek dan di puskesmas.
"Dukungan pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam rangka mengimplementasikan kewajiban puskesmas untuk memberdayakan Apoteker di setiap puskesmas, sehingga informasi yang lebih layak dapat diterima oleh masyarakat," kata Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017