Papua yang merupakan provinsi paling timur di wilayah Indonesia dianugerahi keberagaman mulai dari kekayaan alam hingga rasa toleransi yang tinggi. Jika ingin melihat Indonesia dalam miniatur, bolehlah datang ke Tanah Papua.

Pasalnya, beragam suku, bahasa, adat istiadat, agama dan ras sudah hidup berdampingan di Provinsi Papua sejak 1 Mei 1963 ketika wilayah ini bergabung dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berbagai gejolak yang datang silih berganti menerjang provinsi tertimur di Indonesia ini pun tak melunturkan tingginya rasa toleransi di Tanah Damai Papua.

Untuk itu, Gubernur Papua Lukas Enembe pun memberikan apresiasi yang tinggi terhadap masyarakat di wilayahnya yang tidak terprovokasi hingga akhirnya melakukan tindakan anarkis dan pada akhirnya justru merugikan banyak orang.

Bahkan pemerintah daerah setempat meminta untuk menghindari adanya tindakan-tindakan mengganggu yang dapat menimbulkan korban jiwa, kegaduhan politik serta rasa nasionalisme sesama anak bangsa.

"Dengan tidak melakukan tindakan anarkis dan terprovokasi, sudah membuktikan bahwa masyarakat Papua adalah manusia yang bermartabat tinggi," kata Lukas Enembe.

Dengan kecanggihan zaman kini, masyarakat pun dituntut untuk lebih selektif dalam menyebarkan berita yang baru saja diperolehnya. Apalagi dengan beredarnya media sosial, hal biasa dapat menjadi luar biasa sehingga kebijaksanaan dalam menggunakan media ini sangat dibutuhkan.

Hal ini sama dengan slogan-slogan operator komunikasi yang meminta agar masyarakat harus cerdas dalam menggunakan telepon pintar.

Saling menghargai

Penduduk Provinsi Papua beragam, multi etnis, multi agama, multi budaya yang hidup secara berdampingan sehingga rasa saling menghargai dan menghormati pun prakteknya sudah sejak lama berlangsung.

Dimulai dari cara menjalankan hari raya ibadahnya masing-masing, bahkan tiap-tiap agama membentuk tim untuk membantu menjaga jalannya ibadah umat lain.

Seperti ketika merayakan Natal, biasanya remaja masjid akan membantu polisi atau aparat keamanan membantu menjaga agar ibadah umat Kristiani tersebut berjalan dengan lancar.

Sama halnya dengan merayakan Lebaran, ketika melaksanakan tarawih, anak-anak PAM (Persekutuan Anak Muda) gereja atau Orang Muda Khatolik (OMK) akan membantu mengatur lalu lintas di depan masing-masing masjid agar umat Muslim dapat keluar dari tempat ibadahnya tanpa gangguan.



Hal ini menunjukkan tingginya rasa toleransi di Tanah Papua dan hal tersebut tidak mudah terganggu dengan isu-isu provokatif yang berseliweran belakangan ini.

Meskipun isu rasis sempat memunculkan aksi ke permukaan, namun khusus di Kota Jayapura bentuk penyampaian aspirasi berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan kegaduhan hingga konflik yang berkepanjangan.

Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan dengan sudah 74 tahun merdeka, seharusnya tindakan-tindakan seperti intoleran, rasis dan diskriminatif tidak boleh terjadi di negara Pancasila yang dijunjung bersama.

Lain halnya dengan Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) DPP KNPI Muhammad Rifai Darus, pihaknya mengingatkan isu yang kini sedang digulirkan oleh oknum tidak bertanggung jawab harus segera diredam secara baik, pasalnya, jika tidak, maka akan menjadi sebuah gerakan spontanitas yang terus menerus bergejolak dan bisa saja disusupi oleh kelompok berkepentingan lainnya.

Hal ini dapat berbahaya jika dibiarkan sehingga diperlukan langkah tegas untuk mengakhiri pertumbuhan isu yang mengarah ke hal negatif khususnya perpecahan.

Memutus mata rantai perpecahan tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja, namun semua pihak harus berkomitmen mempertahankan kebhinekaan dengan persatuan dan kesatuan yang didasari sikap saling menghargai, menghormati serta mengasihi.

Jalinan kebersamaan yang sudah dibangun di Tanah Damai Papua jangan sampai ternodai oleh aksi-aksi sekelompok oknum yang berlandaskan kepentingan kelompok tertentu dan pada akhirnya mengorbankan kepentingan umum.

Menjaga persaudaraan

Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua pun mengimbau seluruh masyarakat khususnya mahasiswa untuk tetap menjaga persaudaraan sebagai anak bangsa.

Dengan munculnya isu rasis yang akhirnya memunculkan aksi demo di beberapa tempat, khususnya di Kota Jayapura, masyarakat perlu diberikan apresiasi yang tinggi karena penyampaian aspirasi yang dilakukan berjalan dengan damai dan aman tanpa menimbulkan kegaduhan bahkan korban jiwa maupun material.

Kalangan agama pun mengajak semua pihak menjaga kebhinekaan hingga tidak tercabik-cabik karena semua adalah anak bangsa.

Diharapkan adanya jalinan komunikasi dan keterbukaan dengan semua pihak sehingga isu-isu yang memprovokasi dan pada akhirnya memecah belah dapat diantisipasi sejak dini.

"Mudah-mudahan polisi dapat segera mengusut kasus yang belakangan mencuat hingga tuntas dan tidak terulang lagi di kemudian hari," ujar Pendeta Lipiyus Biniluk Ketua FKUB Provinsi Papua.

Melihat Papua jangan hanya dari luarnya saja, namun sesekali masuk dan tinggallah di dalamnya sehingga bisa didapati betapa indahnya kebersamaan yang sudah terjalin sejak lama dan tidak mudah diluluhlantahkan hanya oleh ulah segelintir oknum tak bertanggungjawab.

Jika muncul gesekan, itu adalah satu cara agar kebersamaan dan persaudaraan yang sudah terjalin lebih merekat lagi dan akhirnya menampilkan kebhinekaan yang belum tentu bisa dilihat di wilayah lain.

Perbedaan warna kulit dan jenis rambut, justru yang menjadi alat pemersatu karena perbedaan itu indah jika ditempatkan pada tingkatan terhormat.

Sikap terhormat sudah ditunjukkan masyarakat di Kota Jayapura dengan menyampaikan aspirasi secara baik tanpa harus melakukan tindakan anarkis serta tidak terprovokasi, kini waktunya aparat berwenang menjalankan tugas dan fungsinya untuk menegakkan keadilan.

Sedangkan kejadian-kejadian di belahan lain wilayah Papua dan Papua Barat yang tidak sempat terantisipasi, anggaplah sebagai sebuah pembelajaran bersama bahwa Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.


 

Pewarta: Hendrina Dian Kandipi

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019