Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengatakan hingga kini belum memiliki fasilitas laboratorium terakreditasi untuk menguji sampel atas fenomena ikan mati dan perubahan warna air laut di perairan Makian Halmahera Selatan (Halsel) dan Kota Ternate.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Malut, Fachruddin Tukuboya di Ternate, Senin, mengakui Laboratorium yang ada Malut belum terakreditasi dan belum bisa memberikan atas menyampaikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Bahkan, DLH Malut saja hingga kini belum memiliki fasilitas laboratorium untuk menguji itu, makanya kami bawa ke Manado," katanya.
Olehnya itu, pihaknya telah berupaya untuk pengadaan laboratorium sudah masuk dalam rencana strategis tahun 2021.
"Tahun depan kita mulai kita usulkan, saya harap pihak terkait juga melihat ini sebagai kebutuhan daerah sehingga diakomodir dalam APBD," katanya.
Padahal sebagian besar wilayah Maluku Utara adalah lautan dengan luas 113.796,3 km2 atau 69,08 persen dari luas daratan32.004,57 km2, tak hanya luas, laut Maluku Utara juga kaya akan biota laut.
Oleh karena itu, dengan kekayaan ala ini, Malut sangat besar potensi terjadinya pencemaran di laut, baik itu akibat dari limbah tambang, maupun pengemboman ikan secara ilegal, dan kebiasaan membuang sampah ke laut.
"Harusnya DLH Malut sudah memiliki laboratorium dengan peralatan yang lengkap, sehingga, ketika terjadi peristiwa seperti saat ini tidak lagi dikirim sampel ke daerah lain," katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Malut, Kuntu Daud ketika dikonfirmasi menyatakan, pihaknya akan memanggil Komisi III dan DLH untuk segera melakukan pembahasan antar mitra kerja.
Bahkan, dirinya menegaskan laboratorium DLH Malut sudah harus dianggarkan pada tahun depan, karena ini untuk kemaslahatan hidup orang banyak, terutama untuk meneliti fenomena dan perkembangan terkait dengan banyaknya ikan yang mati di perairan Malut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Malut, Fachruddin Tukuboya di Ternate, Senin, mengakui Laboratorium yang ada Malut belum terakreditasi dan belum bisa memberikan atas menyampaikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Bahkan, DLH Malut saja hingga kini belum memiliki fasilitas laboratorium untuk menguji itu, makanya kami bawa ke Manado," katanya.
Olehnya itu, pihaknya telah berupaya untuk pengadaan laboratorium sudah masuk dalam rencana strategis tahun 2021.
"Tahun depan kita mulai kita usulkan, saya harap pihak terkait juga melihat ini sebagai kebutuhan daerah sehingga diakomodir dalam APBD," katanya.
Padahal sebagian besar wilayah Maluku Utara adalah lautan dengan luas 113.796,3 km2 atau 69,08 persen dari luas daratan32.004,57 km2, tak hanya luas, laut Maluku Utara juga kaya akan biota laut.
Oleh karena itu, dengan kekayaan ala ini, Malut sangat besar potensi terjadinya pencemaran di laut, baik itu akibat dari limbah tambang, maupun pengemboman ikan secara ilegal, dan kebiasaan membuang sampah ke laut.
"Harusnya DLH Malut sudah memiliki laboratorium dengan peralatan yang lengkap, sehingga, ketika terjadi peristiwa seperti saat ini tidak lagi dikirim sampel ke daerah lain," katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Malut, Kuntu Daud ketika dikonfirmasi menyatakan, pihaknya akan memanggil Komisi III dan DLH untuk segera melakukan pembahasan antar mitra kerja.
Bahkan, dirinya menegaskan laboratorium DLH Malut sudah harus dianggarkan pada tahun depan, karena ini untuk kemaslahatan hidup orang banyak, terutama untuk meneliti fenomena dan perkembangan terkait dengan banyaknya ikan yang mati di perairan Malut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020