Pemkot Ambon seharusnya berkoordinasi dengan Pemkab Maluku Tengah sebelum pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Ambon untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait adanya biaya dalam pengurusan administrasi.
"Koordinasi yang dijalin ini terutama menyangkut kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan berupa sosialisasi Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 16 Tahun 2020 maupun Perda tentang Kesehatan milik Pemkab Maluku Tengah," kata anggota DPRD Maluku asal dapil Maluku Tengah , Ruslan Hurasan di Ambon, Rabu.
Peraturan Wali Kota Ambon ini juga perlu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan dan psikologi masyarakat.
Menurut dia, sekitar 40 persen masyarakat di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah beraktivitas di Kota Ambon sebagai penjual ikan.
"Warga di sana meminta agar diberikan kemudahan saat melewati pintu-pintu masuk yang ada pos PKM," ujarnya.
Kebijakan untuk mendapatkan kemudahan secara administrasi dengan tetap melakukan penegasan terhadap protokol kesehatan COVID-19, namun mereka diwajibkan menggunakan masker dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh di setiap pos penjagaan.
Sebagai seorang penjual yang hanya menjual dua loyang ikan dengan modal sekitar Rp400.000 kemudian dipersulit dengan administrasi tes cepat dan sebagainya tentu sangat memberatkan dan membuat mereka resah.
Jadi yang terpenting adalah koordinasi antara Pemkot Ambon dan Pemkab Maluku Tengah, sebab dalam setiap pengurusan ada biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat yang berkisar antara Rp5.000 hingga Rp20.000.
"Menurut pengamatan kami, tidak ada koordinasi yang baik antara Pemkot Ambon dan Pemkab Maluku Tengah sehingga masyarakat di hari pertama penerapan PKM menjadi kaget dan panik, karena diperhadapkan dengan berbagai pengurusan administrasi yang sangat panjang," tandas Ruslan.
Belakangan baru diketahui kalau tarif tersebut bukan biaya administrasi, tetapi itu adalah retribusi.
"Saya kira ini yang perlu diperhatikan dan bila ada koordinasi yang baik, maka bisa saja semua hal yang bersifat administrasi digratiskan, walaupun ada Perda yang mengatur," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Koordinasi yang dijalin ini terutama menyangkut kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan berupa sosialisasi Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 16 Tahun 2020 maupun Perda tentang Kesehatan milik Pemkab Maluku Tengah," kata anggota DPRD Maluku asal dapil Maluku Tengah , Ruslan Hurasan di Ambon, Rabu.
Peraturan Wali Kota Ambon ini juga perlu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan dan psikologi masyarakat.
Menurut dia, sekitar 40 persen masyarakat di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah beraktivitas di Kota Ambon sebagai penjual ikan.
"Warga di sana meminta agar diberikan kemudahan saat melewati pintu-pintu masuk yang ada pos PKM," ujarnya.
Kebijakan untuk mendapatkan kemudahan secara administrasi dengan tetap melakukan penegasan terhadap protokol kesehatan COVID-19, namun mereka diwajibkan menggunakan masker dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh di setiap pos penjagaan.
Sebagai seorang penjual yang hanya menjual dua loyang ikan dengan modal sekitar Rp400.000 kemudian dipersulit dengan administrasi tes cepat dan sebagainya tentu sangat memberatkan dan membuat mereka resah.
Jadi yang terpenting adalah koordinasi antara Pemkot Ambon dan Pemkab Maluku Tengah, sebab dalam setiap pengurusan ada biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat yang berkisar antara Rp5.000 hingga Rp20.000.
"Menurut pengamatan kami, tidak ada koordinasi yang baik antara Pemkot Ambon dan Pemkab Maluku Tengah sehingga masyarakat di hari pertama penerapan PKM menjadi kaget dan panik, karena diperhadapkan dengan berbagai pengurusan administrasi yang sangat panjang," tandas Ruslan.
Belakangan baru diketahui kalau tarif tersebut bukan biaya administrasi, tetapi itu adalah retribusi.
"Saya kira ini yang perlu diperhatikan dan bila ada koordinasi yang baik, maka bisa saja semua hal yang bersifat administrasi digratiskan, walaupun ada Perda yang mengatur," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020