Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Maluku Utara (Malut) meminta Bawaslu untuk intensif mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020 di delapan kabupaten/kota guna mengantisipasi terjadinya pelanggaran.
"Saat ini tahapan pilkada telah terlaksana dengan lancar dan aman, apalagi pemilihan di delapan kabupaten/kota menjadi ajang penting dan strategis sebagai perwujudan dari demokratisasi di daerah," kata Ketua KIPP Malut, Nurdin I Muhammad, dikonfirmasi Antara, Selasa.
Dia menyatakan, pesta demokrasi ini menjadi pintu masuk menciptakan pemerintahan yang berkuliatas serta memenuhi kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan dalam bingkai demokrasi seyogyanya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi di mana menjunjung tinggi suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem demokrasi yang kita anut.
"Perwujudan dari prinsip-prinsip dasar demokrasi itu akan terlaksana seiring dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang sehat, di mana semua warga memiliki kesempatan yang setara baik dalam menggunakan hak memilih maupun dipilih. Kesehatan demokrasi juga sangat ditentukan oleh kualitas penyelenggaraan Pemilihan kepala daerah," ujarnya.
Sehingga, dalam hal penyelenggaran tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah, tidak dapat dipungkiri terdapat berbagai macam pelanggaran/penyimpangan yang berakibat langsung terhadap kualitas penyelenggaran pemilihan kepala daerah tersebut.
Selain itu, hampir dapat dipastikan pemilihan kepala daerah serentak pada 2020 ini akan menyisakan beragam permasalahan termasuk potensi pelanggran/penyimpangan. Indikasi pelanggaran sebagaimana terjadi dalam berbagai pengalaman pemilu selalu berlangsung di setiap tahapan.
Olehnya itu, KIPP Malut menyinyalir potensi pelanggaran dalam pemilihan Kepala Daerah di Malut pada 2020 seperti merebaknya politik uang tidak bisa kita pungkiri di saat kondisi ekonomi yang terpuruk akibat Covid-19.
Bahkan, pelanggaran politik uang berpotensi besar terjadi di semua daerah. Bawaslu Kabupaten/Kota dan jajarannya dituntut bekerja ekstra, tegas mengawasi masalah ini.
Apalagi, beberapa petahana berpotensi menyalahgunakan bantuan penanggulangan COVID -19 untuk kepentingan politik pribadi, bansos/hibah dan sejenisnya, di mana Bawaslu perlu memberikan pemahaman dan membentuk forum warga agar masyarakat terkait langsung dengan pengawasan.
Selain itu, mobilisasi ASN sebagai mesin politik berpotensi besar dilakukan petahana dengan berbagai skenario dan modus baik secara terang-terangan (medsos) maupun sembunyi-sembunyi yang dilakukan untuk memuluskan elektoral petahana.
"Netralitas penyelenggara di tingkat bawah (ad Hoc) PPS/KPPS, PPL harus dapat dipastikan karena potensi PSU berawal dari rendahnya profesionalitas dan integritas penyelenggara Ad hoc tersebut," ujar Nurdin yang juga akademisi di Universitas Khairun Ternate tersebut.
Dia mengemukakan, meluasnya Politik Identitas (SARA), Hoax dan kampanya hitam. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan isu-isu SARA untuk memperoleh keuntungan politik.
Olehnya itu, indikasi adanya oknum penyelenggara KPU/Bawaslu di Kabupaten/Kota yang turut serta melibatkan diri secara terselubung dalam memenangkan figur tertentu.
"Indikasi-indikasi pelanggaran pemilu yang kami uraikan di atas berdasarkan laporan masyarakat dan temuan lapangan KIPP Malut, temuan-temuan ini berpotensi terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah kabupaten/kota di Malut pada 2020. Kami mengajak kepada semua pihak, dan terutama penyelenggara pemilu untuk bekerja profesional dan selalu menjaga integritas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Saat ini tahapan pilkada telah terlaksana dengan lancar dan aman, apalagi pemilihan di delapan kabupaten/kota menjadi ajang penting dan strategis sebagai perwujudan dari demokratisasi di daerah," kata Ketua KIPP Malut, Nurdin I Muhammad, dikonfirmasi Antara, Selasa.
Dia menyatakan, pesta demokrasi ini menjadi pintu masuk menciptakan pemerintahan yang berkuliatas serta memenuhi kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan dalam bingkai demokrasi seyogyanya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi di mana menjunjung tinggi suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem demokrasi yang kita anut.
"Perwujudan dari prinsip-prinsip dasar demokrasi itu akan terlaksana seiring dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang sehat, di mana semua warga memiliki kesempatan yang setara baik dalam menggunakan hak memilih maupun dipilih. Kesehatan demokrasi juga sangat ditentukan oleh kualitas penyelenggaraan Pemilihan kepala daerah," ujarnya.
Sehingga, dalam hal penyelenggaran tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah, tidak dapat dipungkiri terdapat berbagai macam pelanggaran/penyimpangan yang berakibat langsung terhadap kualitas penyelenggaran pemilihan kepala daerah tersebut.
Selain itu, hampir dapat dipastikan pemilihan kepala daerah serentak pada 2020 ini akan menyisakan beragam permasalahan termasuk potensi pelanggran/penyimpangan. Indikasi pelanggaran sebagaimana terjadi dalam berbagai pengalaman pemilu selalu berlangsung di setiap tahapan.
Olehnya itu, KIPP Malut menyinyalir potensi pelanggaran dalam pemilihan Kepala Daerah di Malut pada 2020 seperti merebaknya politik uang tidak bisa kita pungkiri di saat kondisi ekonomi yang terpuruk akibat Covid-19.
Bahkan, pelanggaran politik uang berpotensi besar terjadi di semua daerah. Bawaslu Kabupaten/Kota dan jajarannya dituntut bekerja ekstra, tegas mengawasi masalah ini.
Apalagi, beberapa petahana berpotensi menyalahgunakan bantuan penanggulangan COVID -19 untuk kepentingan politik pribadi, bansos/hibah dan sejenisnya, di mana Bawaslu perlu memberikan pemahaman dan membentuk forum warga agar masyarakat terkait langsung dengan pengawasan.
Selain itu, mobilisasi ASN sebagai mesin politik berpotensi besar dilakukan petahana dengan berbagai skenario dan modus baik secara terang-terangan (medsos) maupun sembunyi-sembunyi yang dilakukan untuk memuluskan elektoral petahana.
"Netralitas penyelenggara di tingkat bawah (ad Hoc) PPS/KPPS, PPL harus dapat dipastikan karena potensi PSU berawal dari rendahnya profesionalitas dan integritas penyelenggara Ad hoc tersebut," ujar Nurdin yang juga akademisi di Universitas Khairun Ternate tersebut.
Dia mengemukakan, meluasnya Politik Identitas (SARA), Hoax dan kampanya hitam. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan isu-isu SARA untuk memperoleh keuntungan politik.
Olehnya itu, indikasi adanya oknum penyelenggara KPU/Bawaslu di Kabupaten/Kota yang turut serta melibatkan diri secara terselubung dalam memenangkan figur tertentu.
"Indikasi-indikasi pelanggaran pemilu yang kami uraikan di atas berdasarkan laporan masyarakat dan temuan lapangan KIPP Malut, temuan-temuan ini berpotensi terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah kabupaten/kota di Malut pada 2020. Kami mengajak kepada semua pihak, dan terutama penyelenggara pemilu untuk bekerja profesional dan selalu menjaga integritas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020