Komisi III DPRD Maluku akan melakukan agenda pengawasan terhadap puluhan proyek fisik tahun anggaran 2020 dari berbagai mitranya baik yang menggunakan sumber dana APBN maupun APBD di Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) .

"Kami mulai 3 Maret 2021 melaksanakan agenda pengawasan di dua kabupaten itu, di mana yang pertama berkaitan dengan mitra dari BPJN soal proyek reservasi ruas jalan Namlea - Marloso - Mako - Madonmohe - Namrole," kata Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Selasa.

Kemudian satker sumber daya air menyangkut proyek pembangunan bendungan Waeapo, pembangunan jalan lingkungan Desa Wamlana, sejumlah kegiatan monitoring, rehabilitasi, evaluasi, serta rekonstruksi  setelah bencana alam dari BPBD provinsi Maluku , rehabilitasi jaringan irigasi Pulau Buru, hingga pembangunan talud penahan pantai pada beberapa kecamatan di Kabupaten Buru.

Menurut dia, ada juga sejumlah program peningkatan jalan dari Bina Marga seperti ruas jalan Kayeli  - Ilath, serta proyek PSBS untuk perbaiki perumahan kumuh, penataan kawasan Kabupaten Buru Selatan.

"Jadi dalam melaksanakan agenda pengawasan DPRD terhadap berbagai proyek tahun anggaran 2020 baik dari APBD maupun APBN, komisi akan melakukan peninjauan terhadap 27 lokasi," ujar Richard.

Komisi juga meminta pihak mitra terkait untuk melibatkan Satker saat ke lapangan guna meninjau berbagai proyek di Kabupaten Buru dan Kabupaten Bursel.

Pihak BPBD Maluku mengakui untuk Kabupaten Buru dan Busel memang tidak terjadi bencana alam pada 26 September 2020 sehingga tidak ada bencana di sana.

Kecuali untuk wilayah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, serta Kabupaten Seram Bagian Barat yang warganya memang mengalami bencana sehingga program BPBD pada 2020 difokuskan ke tiga daerah ini.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Hatta Hehanussa mengatakan, kalau memang ada berbagai temuan di lapangan maka komisi akan mencoba untuk merasionalisasikannya.

Khusus untuk bantuan stimulan itu yang 73 paket di Kabupaten Bursel belum rampung karena kendala apa, sebab ada anggota DPRD Provinsi Maluku asal daerah pemilihan (Dapil) sana bisa membantu," ujarnya.

Karena ini merupakan swadaya, maka masyarakat penerima bantuannya sendiri yang belum selesai mengerjakan rumah mereka karena terkadang tinggal di rumah kebun yang jauh berbulan-bulan baru kembali setelah panen.

satu unit rumah Rp17,5 juta dan disebut bantuan atap, lantai, dan dinding (Aladin) Rp17 juta dan Rp2,5 juta untuk biaya upah, sementara seluruh matrial sudah didrop termasuk upah kerja melalui rekening warga.

Hanya saja rekening mereka masih diblokir sambil menunggu pengerjaan rumah rampung baru bisa dibuka di bank.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku lainnya, Arni Solisa meminta nama-nama desa dari warga yang belum selesai mengerjakan rumahnya agar bisa dilakukan koordinasi dengan kepala desa atau camat setempat.

Empat desa itu adalah Desa Neat 32 rumah , Liang 37 rumah serta Tifu dan Waihata masing - masing dua rumah.

Anggota komisi III DPRD Maluku, Anos Yeremias menyatakan akan menyampaikan aspirasi dengan komisi V DPRD RI terkait banyaknya kontraktor yang memenangkan lelang/tender proyek di daerah ini adalah mereka yang berasal dari luar daerah.

Sementara orang daerah hanya menjadi penonton.  Kalau kontraktor sudah dipotong PPH dan PPN maka kualitas pekerjaannya juga jadi menurun.

Kemudian ada kritikan dari masyarakat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar soal pembangunan embung yang fungsinya menampung air hujan namun dinilai tidak bermanfaat sehingga program ini perlu dievaluasi.

"Membuat program harus betul-betul menyentuh masyarakat agar bisa mengangkat harkat dan martabat mereka, dan membangun rumah kumuh dengan anggaran yang kecil sehingga komisi akan meminta bantuan dari kementerian, kalau tidak DPRD meminta Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk menututup balai ini karena Maluku terus dibilang termiskin sehingga masyarakat tersinggung," tandas Anos.
 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021