Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon mengeluarkan pernyataan sikap terkait tindakan intimidasi yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku kepada Mesya Marasabessy, wartawan TribunAmbon.com Ambon saat meliput rapat pengawasan APBD/APBN tahun anggaran 2020 di lima Kabupaten/Kota bersama 12 mitra komisinya, Jumat (4/6) siang.
"Pelarangan kegiatan jurnalistik oleh sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi," kata Ketua AJI Kota Ambon, Tajudin Buano dalam pernyataan tertulisnya di Ambon, Jumat.
Ia mengatakan sebagaimana Pasal 8 UU nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Baca juga: AJI Ambon: Media massa sering diskriminasikan komunitas LGBTQ
Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas juga dijamin oleh Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Karena itu, siapa pun yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi pers, bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta, sebagaimana tertera dalam Pasal 18 ayat 1 UU no 40 tahun 1999.
"Kami meminta anggota DPRD Provinsi Maluku taat hukum dan UU yang berlaku," ujar Tajudin.
Berdasarkan laporan kronologis kejadian yang dilaporkan korban, aksi intimidasi terjadi sekitar pukul 11.52 WIT. Mesya Marasabessy yang saat itu sedang merekam video pernyataan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku Muhammad Marasabessy dipanggil oleh anggota Komisi III DPRD Ayu Hasanusi.
Ayu Hasanussi menanyakan identitas Mesya untuk memastikan dia wartawan atau bukan. Ayu kemudian menginstruksikan Ketua Komisi III Richard Rahakbaw untuk melarang pers meliput jalannya rapat. Padahal rapat tersebut merupakan rapat terbuka yang diliput oleh sejumlah wartawan lainnya.
Baca juga: LBH Pers Ambon kecam intimidasi kepada wartawan TribunAmbon.com. Begini kronologinya
Selanjutnya Richard Rahakbauw pun berteriak di tengah berlangsungnya rapat "Siapa yang video? Hapus, hapus sekarang!"
Dia juga meminta seorang staf DPRD Provinsi Maluku yang berada di dalam ruang rapat untuk memeriksa telepon genggam Mesya yang digunakan untuk merekam video, "Hei, periksa hp-nya apakah dia sudah hapus atau belum, cepat periksa," ujar Richard.
Insiden itu kemudian dilanjutkan oleh Kadis PUPR, Muhammad Marasabessy. Ia meminta agar rapat sebaiknya berlangsung tanpa diliput oleh media, "Saran saya, ada baiknya rapat ini tidak usah diliput oleh jurnalis". Mendengar itu, Richard pun meminta seluruh wartawan yang sedang meliput untuk keluar dari ruangan.
Usai kejadian itu, Richard sempat meminta maaf kepada Mesya Marasabessy, "Ade, kaka minta maaf e. Kaka tidak tahu. Aman to?"
Kendati demikian, menurut Tajudin, jika pekerjaan jurnalistik dibatasi, peran pers bagi kepentingan masyarakat akan terganggu, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dijamin oleh UU juga terabaikan.
"Pelarangan ini menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik dan jelas-jelas menyalahi UU Pers," tandas Tajudin.
Baca juga: Tim Kajian UU ITE akan undang asosiasi Pers
Baca juga: Wabup Malra minta pers sampaikan program pembangunan di tengah pandemi
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Pelarangan kegiatan jurnalistik oleh sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi," kata Ketua AJI Kota Ambon, Tajudin Buano dalam pernyataan tertulisnya di Ambon, Jumat.
Ia mengatakan sebagaimana Pasal 8 UU nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Baca juga: AJI Ambon: Media massa sering diskriminasikan komunitas LGBTQ
Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas juga dijamin oleh Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Karena itu, siapa pun yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi pers, bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta, sebagaimana tertera dalam Pasal 18 ayat 1 UU no 40 tahun 1999.
"Kami meminta anggota DPRD Provinsi Maluku taat hukum dan UU yang berlaku," ujar Tajudin.
Berdasarkan laporan kronologis kejadian yang dilaporkan korban, aksi intimidasi terjadi sekitar pukul 11.52 WIT. Mesya Marasabessy yang saat itu sedang merekam video pernyataan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku Muhammad Marasabessy dipanggil oleh anggota Komisi III DPRD Ayu Hasanusi.
Ayu Hasanussi menanyakan identitas Mesya untuk memastikan dia wartawan atau bukan. Ayu kemudian menginstruksikan Ketua Komisi III Richard Rahakbaw untuk melarang pers meliput jalannya rapat. Padahal rapat tersebut merupakan rapat terbuka yang diliput oleh sejumlah wartawan lainnya.
Baca juga: LBH Pers Ambon kecam intimidasi kepada wartawan TribunAmbon.com. Begini kronologinya
Selanjutnya Richard Rahakbauw pun berteriak di tengah berlangsungnya rapat "Siapa yang video? Hapus, hapus sekarang!"
Dia juga meminta seorang staf DPRD Provinsi Maluku yang berada di dalam ruang rapat untuk memeriksa telepon genggam Mesya yang digunakan untuk merekam video, "Hei, periksa hp-nya apakah dia sudah hapus atau belum, cepat periksa," ujar Richard.
Insiden itu kemudian dilanjutkan oleh Kadis PUPR, Muhammad Marasabessy. Ia meminta agar rapat sebaiknya berlangsung tanpa diliput oleh media, "Saran saya, ada baiknya rapat ini tidak usah diliput oleh jurnalis". Mendengar itu, Richard pun meminta seluruh wartawan yang sedang meliput untuk keluar dari ruangan.
Usai kejadian itu, Richard sempat meminta maaf kepada Mesya Marasabessy, "Ade, kaka minta maaf e. Kaka tidak tahu. Aman to?"
Kendati demikian, menurut Tajudin, jika pekerjaan jurnalistik dibatasi, peran pers bagi kepentingan masyarakat akan terganggu, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dijamin oleh UU juga terabaikan.
"Pelarangan ini menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik dan jelas-jelas menyalahi UU Pers," tandas Tajudin.
Baca juga: Tim Kajian UU ITE akan undang asosiasi Pers
Baca juga: Wabup Malra minta pers sampaikan program pembangunan di tengah pandemi
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021