Ambon (ANTARA) - Komisi VII DPR RI meminta Pemerintah Provinsi Maluku lebih serius dan maksimal dalam menangani persoalan sampah, khususnya di kawasan perkotaan dan pesisir yang kerap terdampak pencemaran lingkungan.
“Saya sudah datang di Ambon sebelum jadwal reses, ini saya lakukan untuk bisa melihat langsung terlebih dahulu bagaimana kondisinya sekaligus menyerap aspirasi masyarakat secara lebih dekat,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo di Ambon, Rabu malam.
Penjelasan itu disampaikan dalam pertemuan Komisi VII DPR RI dengan Wagub Maluku Abdulah Vanath, Sekda Sadali Ie, serta Forkopimda Maluku, pimpinan TVRI dan RRI serta Perum LKBN ANTARA.
Rombongan Komisi VII DPR RI dipimpin Wakil Ketua Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Lamhot Sinaga, Samuel Wattimena, dan Siti Mukaromah, bersama staf kementerian terkait mitra komisi melakukan kunjungan kerja reses komisi ke Provinsi Maluku, dan melaksanakan sejumlah agenda kegiatan, termasuk pertemuan dengan forkopimda setempat.
“Saya sempat menyelam pada salah satu pantai di Pulau Ambon dan melihat ada sampah-sampah plastik kemasan,” ujarnya.
Rahayu menilai, masalah pengelolaan sampah di Maluku perlu penanganan terpadu dan berkelanjutan, mengingat posisi geografis provinsi ini yang terdiri dari kepulauan dan sangat rentan terhadap dampak pencemaran lingkungan laut.
“Maluku memiliki kekayaan alam yang luar biasa, tapi potensi ini akan terus terancam jika pengelolaan sampah, terutama plastik dan limbah rumah tangga, tidak ditangani secara serius,” ujarnya.

Apalagi saat ini diketahui berdasarkan data, Kota Ambon sendiri menghasilkan sekitar 220 ton sampah per hari. Namun, hanya sekitar 185 ton yang berhasil diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jadi, ada sekitar 35 ton sampah yang belum tertampung dan belum diolah.
Berkaitan dengan hal itu ia pun mendorong Pemprov Maluku untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat, termasuk mendorong pemilahan sampah dari rumah tangga, pengembangan bank sampah, serta pemanfaatan teknologi daur ulang yang ramah lingkungan.
“Perlu keterlibatan aktif semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, swasta, hingga masyarakat, agar penanganan sampah tidak hanya reaktif, tapi juga preventif dan produktif,” tambahnya.
Komisi VII juga menyoroti pentingnya sinergisitas lintas sektor dalam menyusun kebijakan lingkungan yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, Rahayu mengingatkan bahwa sektor pendidikan dan kampanye publik juga memiliki peran besar dalam membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Ia berharap, langkah konkret dari Pemprov Maluku dalam memperbaiki sistem pengelolaan sampah dapat menjadi model positif bagi daerah kepulauan lainnya di Indonesia.