Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku menilai wisuda SMA/SMK jadi cara siswa untuk merayakan kelulusan secara positif.
"Dalam dua tahun terakhir kita bisa lihat sudah mulai berkurang tradisi konvoi keliling dan coret-coret baju saat merayakan kelulusan di Ambon," ujar Sekretaris Dinas pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku Husen di Ambon, Rabu.
Pasalnya menurut Husen, wisuda untuk SMA/SMK di Maluku sendiri di sisi lain dapat mengalihkan perhatian para siswa agar lebih menyibukkan diri melakukan hal-hal positif dengan mempersiapkan acara wisuda tersebut.
“Yang tadinya mereka coret-coret baju, konvoi, mereka jadi sibuk untuk acara wisudanya sendiri,” kata dia.
Selain itu wisuda untuk lulusan SMA/SMK juga dinilai dapat memotivasi siswa agar mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi untuk dapat merasakan wisuda sesungguhnya setelah lulus dari perkuliahan.
“Itu dapat menstimulus mereka untuk bisa berkuliah, karena wisuda yang sebenarnya itu setelah lulus dari perkuliahan,” kata dia.
Namun di sisi lain Husen mengatakan acara wisuda SMA/SMK juga bisa memberatkan orang tua atau wali murid jika digelar dengan mewah dan terlalu berlebihan untuk tingkat SMA/SMK.
“Ada orang tua yang bahkan harus membayar sebesar Rp600 ribu agar anaknya bisa wisuda SMA/SMK. Lagipula secara kewajiban kan SMA/SMK ini tidak wajib, hanya saja sebagai seremonial kelulusan saja,” ungkapnya.
Untuk itu, Husen menilai fenomena wisuda SMA/SMK sepatutnya diambil alih oleh pihak sekolah yang bersangkutan. Hal itu dimaksudkan agar sekolah dapat menggelar acara sesederhana mungkin sehingga secara seremonial bisa dilakukan namun tak memberatkan siswa dari sisi pembiayaan.
“Ya jalan tengahnya kalau sekolah mau mengadakan wisuda harusnya digelar sesederhana mungkin, jangan sampai siswa diberatkan dengan biaya-biaya tertentu yang di luar kemampuan mereka. Misalnya saja cukup pakai jas dan kebaya dan dilaksanakan di sekolah itu sudah cukup. Tidak harus menyewa gedung atau hotel hanya untuk wisuda SMA/SMK,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023
"Dalam dua tahun terakhir kita bisa lihat sudah mulai berkurang tradisi konvoi keliling dan coret-coret baju saat merayakan kelulusan di Ambon," ujar Sekretaris Dinas pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku Husen di Ambon, Rabu.
Pasalnya menurut Husen, wisuda untuk SMA/SMK di Maluku sendiri di sisi lain dapat mengalihkan perhatian para siswa agar lebih menyibukkan diri melakukan hal-hal positif dengan mempersiapkan acara wisuda tersebut.
“Yang tadinya mereka coret-coret baju, konvoi, mereka jadi sibuk untuk acara wisudanya sendiri,” kata dia.
Selain itu wisuda untuk lulusan SMA/SMK juga dinilai dapat memotivasi siswa agar mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi untuk dapat merasakan wisuda sesungguhnya setelah lulus dari perkuliahan.
“Itu dapat menstimulus mereka untuk bisa berkuliah, karena wisuda yang sebenarnya itu setelah lulus dari perkuliahan,” kata dia.
Namun di sisi lain Husen mengatakan acara wisuda SMA/SMK juga bisa memberatkan orang tua atau wali murid jika digelar dengan mewah dan terlalu berlebihan untuk tingkat SMA/SMK.
“Ada orang tua yang bahkan harus membayar sebesar Rp600 ribu agar anaknya bisa wisuda SMA/SMK. Lagipula secara kewajiban kan SMA/SMK ini tidak wajib, hanya saja sebagai seremonial kelulusan saja,” ungkapnya.
Untuk itu, Husen menilai fenomena wisuda SMA/SMK sepatutnya diambil alih oleh pihak sekolah yang bersangkutan. Hal itu dimaksudkan agar sekolah dapat menggelar acara sesederhana mungkin sehingga secara seremonial bisa dilakukan namun tak memberatkan siswa dari sisi pembiayaan.
“Ya jalan tengahnya kalau sekolah mau mengadakan wisuda harusnya digelar sesederhana mungkin, jangan sampai siswa diberatkan dengan biaya-biaya tertentu yang di luar kemampuan mereka. Misalnya saja cukup pakai jas dan kebaya dan dilaksanakan di sekolah itu sudah cukup. Tidak harus menyewa gedung atau hotel hanya untuk wisuda SMA/SMK,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023