Ambon (Antara Maluku) - Setiap perusahaan perkebunan yang mendapat izin prinsip Menteri Kehutanan diwajibkan melaksanakan usaha konservasi dengan mempertahankan keberadaan hutan di kawasan perlindungan di daerah yang menjadi lokasi usaha.
"Jadi ada polemik di media massa tentang masalah konservasi, tapi sebenarnya dalam SK Menhut terkait izin prinsip itu juga sudah disebutkan, jadi bukan soal hutan lindungnya saja tapi konservasi setempat juga telah diwajibkan," kata Kadis Kehutanan Maluku, Azan Banjar di Ambon, Rabu.
Terkait dengan kehadiran Konsorsium Menara Group di Kabupaten Kepulauan Aru, hanya terdapat 19 anak perusahaannya yang sudah mendapat izin prinsip dari Menhut dengan jumlah lahan yang sudah ditentukan.
Menurut Azan, ada 28 permohonan untuk pelepasan kawasan hutan konversi dan yang disetujui hanya 19 perusahaan, kemudian dari luasan 469.000 itu baru dikeluarkan 305 ribu Ha.
Dalam izin tersebut, Menhut mewajibkan kepada PT. Menara Group melaksanakan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan pada kawasan perlindungan setempat.
Kemudian dalam rekomendasi Gubernur Maluku juga disebutkan tidak boleh diganggu wilayah hutan lindungan, sagu dan mangrove karena ini merupakan bagian yang tidak direkomendasikan, melaksanakan tanggung jawab sosial dengan membangun kebun untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan dan luasnya minimal 20 persen dari luas kawasan hutan yang dibebaskan.
"Mereka juga diwajibkan membangun landscape perkebunan dengan menetapkan areal konservasi pada hutan primer, hutan rawan atau hutan mangrove untuk koridor satwa dan habitat flora-fauna, jadi ada kekhawatiran kita tentang hilangnya flora dan fauna endemik di sana sudah terakomodir di sini," katanya.
Lalu ada pula hutan konservasi yang seluas 72 ribu hektare itu karena sudah diidentifikasi dalam hutan konservasi ini ada satwa endemik, flora dan fauna yang harus dilindungi.
Kalau izin ini sudah keluar nanti akan ada penelusuran batas di lapangan dan pada saat orientasi ke lapangan, akan dilihat ada yang setuju atau tidak dan kalau yang tidak setuju maka dimasukkan dalam wilayah tata batas.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
"Jadi ada polemik di media massa tentang masalah konservasi, tapi sebenarnya dalam SK Menhut terkait izin prinsip itu juga sudah disebutkan, jadi bukan soal hutan lindungnya saja tapi konservasi setempat juga telah diwajibkan," kata Kadis Kehutanan Maluku, Azan Banjar di Ambon, Rabu.
Terkait dengan kehadiran Konsorsium Menara Group di Kabupaten Kepulauan Aru, hanya terdapat 19 anak perusahaannya yang sudah mendapat izin prinsip dari Menhut dengan jumlah lahan yang sudah ditentukan.
Menurut Azan, ada 28 permohonan untuk pelepasan kawasan hutan konversi dan yang disetujui hanya 19 perusahaan, kemudian dari luasan 469.000 itu baru dikeluarkan 305 ribu Ha.
Dalam izin tersebut, Menhut mewajibkan kepada PT. Menara Group melaksanakan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan pada kawasan perlindungan setempat.
Kemudian dalam rekomendasi Gubernur Maluku juga disebutkan tidak boleh diganggu wilayah hutan lindungan, sagu dan mangrove karena ini merupakan bagian yang tidak direkomendasikan, melaksanakan tanggung jawab sosial dengan membangun kebun untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan dan luasnya minimal 20 persen dari luas kawasan hutan yang dibebaskan.
"Mereka juga diwajibkan membangun landscape perkebunan dengan menetapkan areal konservasi pada hutan primer, hutan rawan atau hutan mangrove untuk koridor satwa dan habitat flora-fauna, jadi ada kekhawatiran kita tentang hilangnya flora dan fauna endemik di sana sudah terakomodir di sini," katanya.
Lalu ada pula hutan konservasi yang seluas 72 ribu hektare itu karena sudah diidentifikasi dalam hutan konservasi ini ada satwa endemik, flora dan fauna yang harus dilindungi.
Kalau izin ini sudah keluar nanti akan ada penelusuran batas di lapangan dan pada saat orientasi ke lapangan, akan dilihat ada yang setuju atau tidak dan kalau yang tidak setuju maka dimasukkan dalam wilayah tata batas.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013