Ambon, 7/8 (Antaranews Makuku) - Hamja Soulisa dan Hasinah Sikarlatu, dua dari tujuh terdakwa tindak pidana pemilu di Desa Elfule, Kecamatan Namrole (Kabupaten Buru Selatan) minta dibebaskan dari segala tuntutan jaksa penuntut umum.

Permintaan tersebut disampaikan tim penasihat hukum terdakwa, Johan Kainama, Dedy Soselisa, Edward Diaz, dan Venry Lesnussa dalam persidangan di Ambon, Selasa, dengan agenda pembacaan surat pembelaan PH atas tuntutan JPU.

"Meminta kedua terdakwa dibebaskan dari tuntutan jaksa karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal 178 huruf C Undang-Undang nomor 10 tahun 2010 tentang pemilihan kepala daerah," kata PH dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon, Syamsudin La Hasan didampingi Philip Panggalila dan Jimmy Wally selaku hakim anggota.

Hasinah merupakan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS III Elfule, sedangkan terdakwa Hamja merupakan saksi pasangan calon gubernur/wagub nomor urut dua.

Sementara lima terdakwa lainnya yang merupakan ketua dan anggota KPPS masing-masing Nuvian Maatelu, Hasnah Sely, Ismail Tuara, Dahri Durulela, dan Ramly Sikarlatu diminta keringanan hukuman oleh majelis hakim.

Para terdakwa ini sudah bersikap jujur dan sopan serta mengakui perbuatannya dalam persidangan.

JPU Kejari Namlea, Karel Sampe dan A. Simanjuntak menyatakan tetap pada tuntutannya secara lisan terhadap kelima terdakwa yang minta keringanan hukuman, sedangkan untuk dua terdakwa yang minta dibebaskan akan dijawab JPU melalui replik secara tertulis pada Rabu (8/8).

Sementara majelis hakim menyatakan akan mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang notabene merupakan penyelenggara pemilu di tingkat bawah bersama seorang perwakilan saksi.

"Karena sebagai penyelenggara pilkada yang diduga melakukan pelanggaran selain dikenakan hukuman pokok 36 bulan penjara juga bisa ditambah sepertiga," tegas majelis hakim.

Selain dituntut penjara, tujuh terdakwa yang terbagi dalam tiga berkas perkara terpisah ini juga dituntut membayar denda Rp36 juta subsider dua bulan kurungan dan memerintah para terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Dalam persidangan pada Jumat, (3/8), para terdakwa mengaku telah melakukan pencoblosan sisa surat suara pemilihan gubernur/wagub Maluku 27 Juli 2018 dan perbuatan itu dilakukan atas perintah saksi paslon kepala daerah nomor urut dua.

"Yang dijelaskan para saksi benar karena kami melakukan pencoblosan di dalam empat bilik suara," kata terdakwa Hasinah.

Saksi Anugrah Manery dari staf Bawaslu provinsi maupun Safar dan Rahmat, staf Panwaslu Kabupaten Bursel mengakui saat itu mereka mendapati empat dari enam petugas KPPS sedang berdiri dalam empat bilik suara.

"Kami melakukan pengawasan di TPS Elfule pukul 13.30 WIT dan seharusnya sudah dilakukan proses penghitungan suara, namun ada empat petugas KPPS berdiri dalam bilik suara dan melakukan pencoblosan sisa surat suara," kata para saksi.

Kecurigaan saksi saat tiba di TPS Elfule yang berlokasi di sebuah sekolah, ternyata pintu ruang kelas ditutup rapat sementara Ketua Panwas Kecamatan Namrole, Jufry Titawael berada di luar ruang TPS.

Selain empat petugas KPPS berdiri dalam bilik suara, saksi paslon gubernur/wagub nomor urut dua, Hamja Soisa (BAP terpisah) berdiri di samping bilik surat suara, sedangkan saksi paslon nomor urut tiga masih duduk di posisi kursi saksi, sementara saksi nomor satu tidak ada di lokasi.

Sisa surat suara yang sementara dicoblos ini langsung disita dan jumlahnya 103 lembar, dimana sebagian telah dicoblos oleh para terdakwa dan telah ditandatangani Ketua KPPS Ramly Marlati (dalam BAP terpisah).

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018