Masyarakat adat Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) menolak pengoperasian PT. Gunung Makmur Indah (GMI) yang bergerak dalam pertambangan batu marmer karena dinilai membawa dampak negatif baik aspek lingkungan maupun pranata adat.

"Pengoperasian PT. GMI bakal menghancurkan tempat-tempat sakral karena ada kampung tua di gunung. Pranata adat terancam hilang, dan membuat polusi udara," kata koordinator Aliansi Taniwel Raya (Antara), Remon filolenauwe di Ambon, Senin.

Penjelasan Remon disampaikan saat bersama puluhan pemuda, mahasiswa, dan masyarakat SBB yang tergabung dalam Antara melakukan aksi demonstrasi guna menyampaikan aspirasi di DPRD Maluku.

Menurut dia, ada tiga gunung menjadi pelindung untuk tiga sungai besar dan bersejarah di kawasan itu seperti sungani Sapalewa yang letaknya di belakang Gunung Nakela.

Jika hutan di Gunung Nakela dibabat habis,  maka dikhawatirkan saat musim hujan akan terjadi banjir mengingat desa mereka juga berada di area tersebut, seperti Desa Taniwel, Desa Nukuhae, dan Desa Kasihe.

"Perusahaan ini masuk sejak Januari 2020 dan masih dalam tahap ekspolarsi. Namun, dalam waktu tidak lama lagi akan dilakukan eksploitasi," ujarnya.

Sehingga aliansi mendatangi DPRD Maluku membawa aspirasi mereka untuk dikawal para wakil rakyat, serta mendesak Gubernur Maluku dan Bupati SBB untuk mencabut izin usaha perusahaan tambang tersebut.

Dia juga mengaku belum tahu apakah masyarakat akan terlibat saat perusahaan beroperasi. Namun, pastinya tidak ada keterlibatan warga di sana sehingga aliansi membawa petisi penolakan masyarakat kepada Pemprov Maluku.

Kehadiran demonstran diterima Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut, Ketua Komisi II DPRD setempat, Santhy Tethol, serta anggota legislator lainnya, Hengky Pelata.

Sairdekut meminta para pendemo tidak perlu merasa khawatir karena tuntutan yang disampaikan ke DPRD ini mempunyai tata cara atau mekanisme untuk menyelesaikannya.

Tuntutan yang disampaikan kepada pimpinan DPRD akan meminta komisi II untuk segera menindaklanjuti berbagai hal yang disampaikan dalam bentuk mengundang dinas/instansi terkait untuk melakukan rapat.

Kemudian akan diteruskan dengan kunjungan kerja ke lokasi guna memastikan apa yang disampaikan ini sesuai kondisi lapangan atau tidak.

"Lembaga ini yang ada hanya pimpinan atau ketua DPRD, Tetapi mekanisme pemberian persetujuannya harus melibatkan 44 anggota dewan. Jadi sifatnya kolektif kolegial," tandasnya menjawab permintaan aliansi untuk menerbitkan surat rekomendasi dewan.

Jadi tidak ada sepucuk surat pun yang akan keluar dari DPRD, kalau belum dilakukan musyawarah lewat seluruh anggota legislatif.

"Yang penting tuntutannya sudah disampaikan dan besok komisi II langsung mengundang dinas terkait untuk menyelesaikan persoalan dimaksud, termasuk mengungdang anggota DPRD Kabupaten SBB secara resmi," tandasnya.
 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020