Jakarta (ANTARA) - Akademisi dan pakar ilmu politik Dewi Fortuna Anwar mengatakan bahwa perlu adanya analisis komprehensif dalam menyikapi kekerasan terhadap kemanusiaan yang dapat memicu rantai kekerasan tak berkesudahan.
"Bahkan kita sendiri pun mungkin pernah menyaksikan atau mengalami, kekerasan kepada kelompok masyarakat tertentu akan menimbulkan militanisme dan gerakan-gerakan yang semakin memperparah kekerasan yang sebelumnya ada," ujar Dewi Fortuna dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut selalu terjadi silih berganti dari masing-masing pihak yang bertikai. Seharusnya dalam setiap ada konflik atau permasalahan, ada jalan penyelesaian secara damai dan kemungkinan berdiplomasi harus selalu diutamakan.
Walaupun demikian, lanjut Dewi, ada kalanya memang tidak selalu bisa hanya melakukan pendekatan persuasif, kadang-kadang pendekatan represif perlu dilakukan.
Menurutnya, Indonesia juga pernah memainkan peran represif seperti ketika menghadapi gerakan-gerakan terorisme di dalam negeri, ataupun dunia internasional ketika menghadapi ancaman dari Al-Qaeda dan ISIS.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2001-2010 ini pun menambahkan perlu dipahami bahwa istilah terorisme sebenarnya berbagai pihak memaknainya bisa berbeda sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Baca juga: Akademisi sebut koalisi pilpres alami kebuntuan
Pada beberapa konflik yang terjadi, pihak yang dianggap sebagai penyebar teror oleh banyak negara justru dipandang sebagai juru selamat oleh pihak tertentu, dan begitu pula sebaliknya.
"Seperti yang terjadi di Israel dan Palestina. Selama ini kalau kita lihat pemberitaan di media-media barat, yang disoroti utamanya adalah gerakan terorisme yang dilakukan oleh Hamas kepada Israel," terang dia.
Dia menjelaskan argumentasi mereka didasarkan pada serangan Hamas terhadap Israel yang belakangan ini dilakukan secara tiba-tiba dan melibatkan tindak penculikan dan pembunuhan. Padahal, apabila dilihat secara keseluruhan, apa yang dialami oleh masyarakat Palestina di Gaza selama puluhan tahun, mereka seperti hidup dalam penjara, bahkan neraka.
Mereka dikebiri hak-hak asasinya, bahkan kebutuhan mereka sebagai warga sipil seringkali terabaikan. Maka, menjadi wajar jika ada pihak yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Hamas ini adalah suatu bentuk perlawanan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina.
Selain itu, Dewi tak mungkiri bahwa kedua perspektif itu, baik yang pro maupun kontra dengan Palestina dan Israel akan selalu ada dan masing-masing punya pendukungnya. Masing-masing perspektif memiliki kadar kebenarannya sendiri.
Dua kutub yang berseberangan ini bisa terjadi karena adanya timbal balik atau aksi dan reaksi. Semua perlu melihat konteksnya secara keseluruhan agar tidak keliru dalam bersikap.
Begitu juga dengan apa yang di Indonesia, khususnya di Papua. Gerakan separatis seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang menggunakan kekerasan.
Baca juga: Akademisi ingatkan konflik Palestina-Israel harus diantisipasi
Banyak pihak yang simpati mengatakan bahwa mereka adalah pejuang rakyat Papua. Namun, bagi Pemerintah Indonesia, OPM tidak lebih dari sebuah gerakan terorisme.
Perbedaan perspektif semacam ini sebenarnya juga sering disaksikan ketika pemerintah menyatakan suatu gerakan atau organisasi berpaham radikal atau bahkan masuk ke dalam jaringan teror.
"Tidaklah bijak jika kita menyamaratakan semua peristiwa, padahal kesemuanya belum tentu memiliki konteks yang sama. Maka dari itu, pendekatan terhadap suatu organisasi atau pergerakan harus dilihat secara lebih komprehensif," ucap Dewi.
Kalau, misalnya, pada satu tindak kekerasan langsung saja diberi label teroris, tanpa melihat akar permasalahan, dikhawatirkan permasalahan sesungguhnya tidak akan selesai karena tidak dilihat secara komprehensif.
Dirinya berharap apa yang terjadi hari ini di Palestina tidak terjadi juga di belahan dunia lainnya, khususnya di Indonesia. Masih terjadinya kasus kekerasan di Papua seharusnya juga menjadi pengingat bagi semua bahwa Indonesia masih perlu banyak membenahi diri dalam menjaga perdamaian dan Hak Asasi Manusia.
Pemerintah dengan segala pemangku kepentingan terkait harus bisa merealisasikan ini melalui pendekatan yang komprehensif.
"Kita harus memahami penyebab suatu kekerasan itu terjadi dan hal yang mendorong adanya perlawanan dari pihak tertentu. Kita harus berusaha melihat akar permasalahannya dengan lebih jauh, sehingga ada usaha preventif di samping usaha represif terhadap para pelaku kejahatan tersebut," tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: Perlu analisis komprehensif sikapi kekerasan
Akademisi sebut perlu analisis komprehensif sikapi kekerasan
Jumat, 10 November 2023 13:26 WIB