Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya aliran dana pada kasus pemerasan izin kerja tenaga kerja asing (TKA) kepada staf khusus Menteri Ketenagakerjaan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan bahwa penyidik mendalami aliran dana tersebut saat memeriksa stafsus era Menaker Hanif Dhakiri, Luqman Hakim, sebagai saksi kasus tersebut pada Selasa (17/6).
"Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana dari para tersangka ke para staf khusus Menaker," ujar Budi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK dalami dugaan aliran dana pemerasan TKA kepada stafsus Menaker