Komisi III DPRD Maluku meminta Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku untuk menyinkronisasikan program pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan agar fisiknya bisa bertahan lama dari ancaman banjir dan longsor.
"Selain bisa bertahan, pembangunan infrastrukturnya juga harus membawa manfaat dalam waktu yang lama terhadap masyarakat," kata Sekretaris Komisi III DPRD Maluku, Rofik Afifudin di Ambon, Rabu.
Sinkroniasi dua balai ini bisa dilakukan dalam bentuk pendekatan program yang lebih sinergis dan saling mendukung.
"Kita membutuhkan BWS Maluku melakukan normalisasi sungai maupun talud penahan atau pemecah ombak dari pada membangun embung-embung untuk menampung air hujan yang terkadang mubasir dan menjadi 'menara gading'," tandas Rofiq.
Karena ada embung-embung yang dibangun seperti di Lorembun dan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Namun, tidak berfungsi dengan baik, sehingga perlu dievaluasi lagi dan melakukan perencanaan yang matang sehingga keberadaannya tidak dilihat sebagai sebuah menara gading.
Kalau BPJN membangun sebuah jembatan, maka BWS Maluku bisa membuat program pendukung lainnya berupa normalisasi sungai dan membangun talud hingga pengangkatan material dari dalam sungai.
Sehingga saat tiba musim penghujan disertai banjir, aliran air bisa mengalir normal dan tidak merusak tiang-tiang penyangga jembatan.
Anggota komisi III lainnya, Asri Armin mengatakan, untuk masalah jembatan Waikaka di Pulau Seram yang terputus sejak Juni 2019 lalu akibat tingginya curah hujan serta arus banjir yang sangat kuat.
Bahkan jembatan bailey yang dibangun untuk penanganan darurat pun sudah terputus pada Juni 2020 akibat banjir besar.
"Kebanyakan sungai di Pulau Seram sering berpindah aliran airnya sehingga terkadang ada jembatan yang sudah dibangun tetapi aliran air berpindah, sehingga perlu ada sinergitas program dan dua balai ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Selain bisa bertahan, pembangunan infrastrukturnya juga harus membawa manfaat dalam waktu yang lama terhadap masyarakat," kata Sekretaris Komisi III DPRD Maluku, Rofik Afifudin di Ambon, Rabu.
Sinkroniasi dua balai ini bisa dilakukan dalam bentuk pendekatan program yang lebih sinergis dan saling mendukung.
"Kita membutuhkan BWS Maluku melakukan normalisasi sungai maupun talud penahan atau pemecah ombak dari pada membangun embung-embung untuk menampung air hujan yang terkadang mubasir dan menjadi 'menara gading'," tandas Rofiq.
Karena ada embung-embung yang dibangun seperti di Lorembun dan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Namun, tidak berfungsi dengan baik, sehingga perlu dievaluasi lagi dan melakukan perencanaan yang matang sehingga keberadaannya tidak dilihat sebagai sebuah menara gading.
Kalau BPJN membangun sebuah jembatan, maka BWS Maluku bisa membuat program pendukung lainnya berupa normalisasi sungai dan membangun talud hingga pengangkatan material dari dalam sungai.
Sehingga saat tiba musim penghujan disertai banjir, aliran air bisa mengalir normal dan tidak merusak tiang-tiang penyangga jembatan.
Anggota komisi III lainnya, Asri Armin mengatakan, untuk masalah jembatan Waikaka di Pulau Seram yang terputus sejak Juni 2019 lalu akibat tingginya curah hujan serta arus banjir yang sangat kuat.
Bahkan jembatan bailey yang dibangun untuk penanganan darurat pun sudah terputus pada Juni 2020 akibat banjir besar.
"Kebanyakan sungai di Pulau Seram sering berpindah aliran airnya sehingga terkadang ada jembatan yang sudah dibangun tetapi aliran air berpindah, sehingga perlu ada sinergitas program dan dua balai ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020