Anggota DPRD Maluku, Alex Orno menyatakan dirinya bersama Wagub Maluku Barnabas Orno tidak pernah melakukan intervensi ke polisi terkait aksi pemukulan seorang perawat di RSUD dr. M. Haulussy Ambon oleh keluarga pasien COVID-19.
"Demi Tuhan, kami tidak pernah mencampuri masalah tersebut, meski pun yang dipukuli adalah keponakan saya bernama Jumima Orno," kata Alex di Ambon, Selasa.
Penegasan Alex disampaikan saat pimpinan dan anggota DPRD Maluku menerima kedatangan demonstran dari Seram Nusa Ina dan Teluti dipimpin Umar Ismail Kelihu selaku koordinator lapangan dan Hidayat Samalah selaku orator atau juru bicara.
Dalam pertemuan yang dipimpin dua Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut dan Efendy Latuconsina serta Sekretaris DPRD, Bodewin M. Wattimena, Hidayat Samalah menuntut agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan dan 13 orang yang sementara diproses hukum agar dibebaskan.
Terkait tuntutan tersebut, Alex Orno mengaku mengetahui keponakannya dipukuli keluarga pasien COVID-19 atas nama Hasan Keya ketika ada aksi demonstrasi di DPRD Maluku.
"Silahkan saudara-saudara cek langsung di Polresta Ambon dan Pulau - Pulau Lease, apakah Wagub Maluku atau pun saya pernah mengintervensi perkara ini. Saya akan menghubungi keponakan saya untuk menanyakan apakah bersedia menyelesaikan perkaranya secara kekeluargaan atau tidak," tandas Alex.
Wakil ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut juga menyampaikan permohonan maaf untuk kesekian kalinya kepada masyarakat dan pendemo terkait kegiatan nyanyi dan joget di gedung DRPD pada perayaan HUT Provinsi Maluku pada 19 Agustus 2020.
"Terima kasih atas tugas-tugas kontrol sosial yang dilakukan, dan secara kelembagaan saya menyampaikan permohonan maaf bila aksi joget ini melukai hati rakyat," ujarnya.
Karena DPRD Maluku, tidak ada niat sedikit pun untuk melukai hati rakyat hanya lewat aksi seperti itu yang terjadi secara spontanitas dan tidak ada desain apa pun untuk kegiatan itu.
"Tugas dan tanggungjawab DPRD dalam pengawasan pandemi COVID-19 ini masih tetap dilakukan hingga saat ini. Bahkan, tiga tim yang dibentuk sampai hari ini masih tetap bekerja dan tidak pernah akan bubar selama pandemi ini masih terjadi," tegasnya.
DPRD terus melakukan rapat koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID -19 Provinsi Maluku, Direktur RSUD dr.M. Haulussy, Dinas Kesehatan. Jadi, kalau ada masukan untuk perbaikan dari berbagai elemen masyarakat langsung disampaikan dalam batas tugas dan kewenangan.
"Kalau menyangkut pendekatan hukum terhadap 13 orang yang ditahan polisi dan diproses, itu membutuhkan langkah yang lebih komprehensif dan informasinya perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan," kata Melkianus.
Dua anggota DPRD lainnya, Fauzan Alkatiri dan Benhur Watubun mengatakan, kalau memang aksi joget yang terjadi secara spontanitas itu merupakan sebuah pelanggaran hukum maka dipersilakan membuat laporan resmi ke aparat kepolisian.
"Saya termasuk orang yang juga ikut joget, jadi mohon dimaafkan, tetapi kalau memang ini sebuah pelanggaran hukum maka bisa dilaporkan," tandas Fauzan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Demi Tuhan, kami tidak pernah mencampuri masalah tersebut, meski pun yang dipukuli adalah keponakan saya bernama Jumima Orno," kata Alex di Ambon, Selasa.
Penegasan Alex disampaikan saat pimpinan dan anggota DPRD Maluku menerima kedatangan demonstran dari Seram Nusa Ina dan Teluti dipimpin Umar Ismail Kelihu selaku koordinator lapangan dan Hidayat Samalah selaku orator atau juru bicara.
Dalam pertemuan yang dipimpin dua Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut dan Efendy Latuconsina serta Sekretaris DPRD, Bodewin M. Wattimena, Hidayat Samalah menuntut agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan dan 13 orang yang sementara diproses hukum agar dibebaskan.
Terkait tuntutan tersebut, Alex Orno mengaku mengetahui keponakannya dipukuli keluarga pasien COVID-19 atas nama Hasan Keya ketika ada aksi demonstrasi di DPRD Maluku.
"Silahkan saudara-saudara cek langsung di Polresta Ambon dan Pulau - Pulau Lease, apakah Wagub Maluku atau pun saya pernah mengintervensi perkara ini. Saya akan menghubungi keponakan saya untuk menanyakan apakah bersedia menyelesaikan perkaranya secara kekeluargaan atau tidak," tandas Alex.
Wakil ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut juga menyampaikan permohonan maaf untuk kesekian kalinya kepada masyarakat dan pendemo terkait kegiatan nyanyi dan joget di gedung DRPD pada perayaan HUT Provinsi Maluku pada 19 Agustus 2020.
"Terima kasih atas tugas-tugas kontrol sosial yang dilakukan, dan secara kelembagaan saya menyampaikan permohonan maaf bila aksi joget ini melukai hati rakyat," ujarnya.
Karena DPRD Maluku, tidak ada niat sedikit pun untuk melukai hati rakyat hanya lewat aksi seperti itu yang terjadi secara spontanitas dan tidak ada desain apa pun untuk kegiatan itu.
"Tugas dan tanggungjawab DPRD dalam pengawasan pandemi COVID-19 ini masih tetap dilakukan hingga saat ini. Bahkan, tiga tim yang dibentuk sampai hari ini masih tetap bekerja dan tidak pernah akan bubar selama pandemi ini masih terjadi," tegasnya.
DPRD terus melakukan rapat koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID -19 Provinsi Maluku, Direktur RSUD dr.M. Haulussy, Dinas Kesehatan. Jadi, kalau ada masukan untuk perbaikan dari berbagai elemen masyarakat langsung disampaikan dalam batas tugas dan kewenangan.
"Kalau menyangkut pendekatan hukum terhadap 13 orang yang ditahan polisi dan diproses, itu membutuhkan langkah yang lebih komprehensif dan informasinya perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan," kata Melkianus.
Dua anggota DPRD lainnya, Fauzan Alkatiri dan Benhur Watubun mengatakan, kalau memang aksi joget yang terjadi secara spontanitas itu merupakan sebuah pelanggaran hukum maka dipersilakan membuat laporan resmi ke aparat kepolisian.
"Saya termasuk orang yang juga ikut joget, jadi mohon dimaafkan, tetapi kalau memang ini sebuah pelanggaran hukum maka bisa dilaporkan," tandas Fauzan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020