Masyarakat Maluku Utara khususnya di Kabupaten Pulau Morotai terus menanti realisasi mega proyek pembangunan industri perikanan di daerah itu, yang diprogramkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak beberapa tahun silam.
Mereka berharap mega proyek pembangunan industri perikanan senilai Rp34 triliun tersebut segera direalisasi untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti sulitnya mencari pekerjaan dan memasarkan hasil tangkapan dengan harga yang memadai.
"Kami berharap mega proyek pembangunan industri perikanan tersebut mulai direalisasi pada 2012 nanti, jangan hanya sebatas wacana," kata Abdul Syukur seorang tokoh masyarakat dari kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Utara pada 2009 itu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan memprogramkan pembangunan industri perikanan di Pulau Morotai sejak 2010 dan sesuai program itu, Morotai akan dijadikan pusat industri perikanan terbesar di wilayah Indonesia timur.
Alasan Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan Pulau Morotai pusat pembangunan industri perikanan di antaranya perairan daerah yang berbatasan dengan Samudera Pasifik itu memiliki potensi perikanan yang melimpah.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Malut Azis Abdurrahman, potensi perikanan di perairan Pulau Morotai diperkirakan mencapai lebih dari 500 ribu ton dan umumnya berupa jenis ikan yang laku di pasaran dalam dan luar negeri.
Salah satu jenis ikan yang banyak terdapat di perairan Morotai adalah tuna sirip kuning. Potensi jenis ikan ini di perairan daerah itu di perkirakan mencapai 60 ribu ton lebih per tahun dan selama ini belum digarap secara maksimal.
Alasan lain Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan Pulau Morotai pusat industri perikanan adalah letaknya yang sangat strategis yakni berada di bibir Samudera Pasifik dan dilewati jalur pelayaran internasional.
"Letaknya yang strategis itu diharapkan menjadi salah satu daya tarik bagi investor dari dalam dan luar negeri untuk menanamkan modal pada usaha industri perikanan dalam skala besar disana," kata Azis Abdurrahman.
Letak Pulau Morotai yang sangat strategis itu pernah pula dimanfaaktan oleh Sekutu pada Perang Dunia II dengan menjadikannya pangkalan untuk melawan Jepang di Asia Pasifik. Peninggalan Sekutu di Morotai sampai saat ini masih bisa disaksikan.
Bahkan salah satu peninggalan Sekutu di sana berupa lapangan terbang dengan tujuh landasan akan dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan industri perikanan di Morotai yakni menjadi jalur pengiriman produk industri perikanan melalui pesawat cargo ke luar negeri.
Gubernur Malut Thaib Armaiyn mengatakan, dana untuk pembangunan industri perikanan di Pulau Morotai sebagian besar akan memanfaatkan dana swasta sehingga tidak akan menguras dana APBN maupun APBD.
Dari sekitar Rp34 triliun dana yang akan terserap untuk pembangunan industi perikanan di Pulau Morotai hampir sebagian besar akan disiapkan investor.
Dana itu mencakup pembangunan industri perikanan dan berbagai fasilitas penunjangnya, seperti pelabuhan, galangan kapal, air bersih dan listrik.
Sudah banyak investor baik dari dalam dan luar negeri yang ingin terlibat dalam pembangunan industri perikanan di daerah yang baru dimekarkan menjadi kabupaten tersendiri yang terpisah dari Halmahera Utara pada 2009 itu, di antaranya dari Taiwan, Jepang dan Filipina.
"Kontribusi Besar"
Pemkab Kepulauan Morotai sangat mengharapkan proyek pembangunan industri perikanan tersebut segera direalisasi, karena hal itu akan memberi kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan daerah dan kesejateraan masyarakat setempat.
Adanya industri perikanan di Morotai juga akan menjadi salah satu solusi bagi para pencari kerja di daerah ini untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga mereka tidak akan lagi hanya mengharapkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang formasinya sangat terbatas.
"Para nelayan di Pulau Morotai juga tidak akan lagi kesulitan memasarkan hasil tangkapannya, karena industri perikanan di Morotai nanti pasti membutuhkan pasokan ikan dalam jumlah besar dan harganya pun pasti lebih mahal," kata Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua.
Para nelayan di daerah itu selama ini sering kesulitan memasarkan hasil tangkapannya karena di sana belum ada industri perikanan.
Yang membeli hasil tangkapan nelayan di daerah itu selama ini hanya pedagang pengumpul dengan harga yang sangat murah.
Nelayan di Morotai selama ini sering menjual ikan cakalang ukuran besar dengan harga hanya Rp25 ribu per ekor, padahal harga ikan dengan ukuran itu di daerah yang ada industri perikananya mencapai minimal Rp75 ribu per ekor.
Menurut Bupati, adanya pembangunan industri perikanan di Morotai juga diharapkan dapat mengatasi pencurian ikan di daerah itu, yang selama ini banyak dilakukan oleh nelayan dari Negara tetangga, seperti dari Filipina dan Thailand.
Kerugian Pemkab Pulau Morotai akibat pencurian ikan di daerah itu diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah per tahun. Itu belum termasuk dengan nilai kerugian ekologis akibat adanya pencuri ikan yang menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan laut, seperti pukat harimau dan potasium.
Industri perikanan yang akan beroperasi di Pulau Morotai pasti akan menggunakan sarana tangkap yang modern dan jumlahnya pun pasti banyak, sehingga tidak ada lagi celah bagi pencuri ikan untuk masuk ke perairan Morotai, ujarnya.
Ketua DPRD Malut, Saiful Rurai mengatakan, pembangunan industri perikanan di Pulau Morotai memang dapat memberi kontribusi besar pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dengan catatan harus banyak melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan industri perikanan itu.
Selain itu, para pemilik industri perikanan harus memperlakukan masyarakat yang bekerja di industrinya secara wajar, terutama dalam pemberian upah dan berbagai fasilitas lainnya untuk mendukung kesejateraan karyawan.
Munculnya konflik antara pemilik industri dengan karyawan seperti yang selama ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, karena pengusaha hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
Catatan Akhir Tahun - Menanti Realisasi Mega Proyek Industri Perikanan Morotai
Kamis, 29 Desember 2011 14:06 WIB