Jakarta (ANTARA) - Ekonom dari LBP Enterprises Lucky Bayu Purnomo menilai integrasi dari hulu ke hilir yang lebih terukur mampu menjadi salah satu upaya untuk menyikapi potensi Indonesia mengimpor minyak dan gas (migas) dari Amerika Serikat (AS).
"Saya kira langkah-langkah taktis dalam pengelolaan migas ini adalah mengelola atau mengintegrasikan upstream dengan downstream. Jadi harus ada integrasi upstream sama downstream, karena kan ini bicara supply chain," kata Lucky di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Indonesia berencana mengimpor komoditas energi dari AS dengan nilai mencapai 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp240 triliun, sebagai salah satu negosiasi terkait tarif dagang yang dikenakan Negara Paman Sam tersebut.
Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung pada Jumat (22/8/2025) memastikan rencana pemerintah untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari AS tetap berjalan.
Yuliot menjelaskan bahwa komitmen pembelian tersebut mencakup tiga jenis energi, yakni minyak mentah (crude), liquefied petroleum gas (LPG), serta produk BBM.
Terkait pengaruh impor energi terhadap subsidi, Yuliot menyampaikan bahwa anggaran untuk ketahanan energi yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp402,4 triliun yang dibagi untuk BBM, LPG, dan listrik.
Anggaran paling banyak dialokasikan untuk subsidi energi.
Namun, detail besaran untuk masing-masing komponen masih dalam pembahasan.
Lucky menilai upaya tersebut juga bisa diselaraskan dengan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk mengelola potensi utama dan produksi serta persediaan energi dalam negeri.
"Artinya, negara ini kan resource based. Jadi yang perlu kita perhatikan itu adalah bagaimana inventory atau persediaan itu mampu dikelola dengan baik," ujar Lucky.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Integrasikan hulu-hilir sikapi rencana impor migas dari AS
