Novum Kasus Kantor DPRD Maluku Belum Ada
Selasa, 7 Desember 2010 0:26 WIB
Kejaksaan Tinggi Maluku menyatakan novum atau bukti baru belum ada untuk bisa memroses kembali dugaan penyelewengan dana pembangunan kantor DPRD setempat senilai Rp49,56 miliar pada 2007.
"Hingga saat ini kami belum memiliki novum untuk membatalkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang diterbitkan pada 2009," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Moh. Natsir Hamzah, di Ambon, Senin.
Natzir memastikan pihak kejaksaan akan memroses kembali kasus tersebut bila ada bukti baru, dan akan dihitung berapa besar kerugian negara yang ditimbulkan.
"Kalau ada novum baru kenapa kasusnya harus ditahan. Kejati Maluku pasti memproses kembali sehingga kerugian negara tersebut bisa diselamatkan," katanya menegaskan.
SP3 kasus tersebut, menurutnya, diterbitkan karena tidak ada bukti kuat untuk proses hukum lanjutan dari proyek pembangunan gedung DPRD Maluku yang dikerjakan pengusaha Hendrik Kwanandar.
Sebelumnya, Ketua DPRD Maluku Fatani Sohilauw menyatakan pihaknya memandang perlu untuk mempelajari dokumen kontrak pekerjaan kantor tersebut, karena saat diresmikan pada 2009 kondisi sebagian bangunan itu bocor sehingga terjadi rembesan air di plafon, sementara pintu dan jendela rusak.
"Sekiranya itu masih merupakan tanggung jawab kontraktor, maka Hendrik Kwanandar harus menyelesaikannya. Menyangkut tenggat waktu pemeliharaan yang telah lewat perlu dikoordinasikan dengan Pemprov Maluku untuk menugaskan Dinas PU setempat," katanya.
Catatan ANTARA, pembangunan Kantor DPRD Maluku bermasalah antara lain karena kontrak kerja tidak melalui paripurna tapi hanya ditandatangani Ketua DPRD Richard Louhenapessy bersama Wakil Ketua, Sudarmo, juga John Mailoa (almargum) dan Gubernur Karel Albert Ralahalu pada 2008.
Masalah ini sempat diprotes anggota DPRD Maluku lainnya. Setelah melalui koordinasi dengan Mendagri (saat itu Muhammad Maruf), disarankan kontrak itu harus diparipurnakan agar memiliki kekuatan hukum tapi tidak dilaksanakan.
Selain itu, ada dugaan proses tender mengandung praktek KKN antara kontraktor dan Dinas PU Maluku, dan pembayaran uang muka dilakukan tidak melalui PT Bank Maluku melainkan BNI Cabang Ambon.