Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Maluku menggelar sidang perdana permohonan penyelesaian sengketa Pemilu yang diajukan bakal calon anggota DPRD Maluku Jimmy Sitanala yang digugurkan dalam Daftar Calon Sementara (DCS) karena berstatus mantan narapidana.
"Setelah sengketa diajukan, dan baru hari ini kita gelar sidang untuk menyelesaikan sengketa dugaan pelanggaran administrasi pemilu tersebut," kata Ketua Majelis Pemeriksa Bawaslu Maluku Subair, di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan, sidang dilakukan dengan agenda mendengarkan pembacaan permohonan dari pelapor yang kemudian dilanjutkan dengan mendengar jawaban dari terlapor.
Permohonan sengketa diajukan oleh pelapor pasca pelapor tidak ditetapkan masuk dalam Daftar Calon Sementara (DSC) bacaleg DPRD Maluku oleh KPU Maluku.
Jimmy Sitanala merupakan caleg dari PDIP untuk DPRD Maluku dan yang bersangkutan merupakan mantan terpidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun.
“ Sidang digelar pada agenda mendengar pembacaan pelapor dan dilanjutkan dengan mendengar jawaban atau tanggapan dari terlapor. Hari ini dilanjutkan dengan sidang agenda pembuktian," ujar Subair.
Ia mengungkapkan, setelah sidang awal, Bawaslu mendalami laporan tersebut dengan menghadirkan para pihak terkait untuk memperjelas laporan dimaksud.
Ini penting sehingga Bawaslu sebagai pihak yang menangani sengketa bisa secara komprehensif mengambil keputusan dari sengketa itu.
Sementara itu, Komisioner KPU Maluku Khalil Tianotak mengatakan, sidang dilakukan karena menurut pelapor KPU melakukan pelanggaran administrasi Pemilu.
KPU Maluku disebut melakukan kelalaian dalam hal penentuan status dari pada pelapor, yang mana pelapor mendalilkan bahwa pemenuhan dokumen yang harus disampaikan untuk kecukupan dokumen administrasi lewat partai politik itu dengan berpedoman pada pasal 19 PKPU Tahun 2022.
Tapi KPU berdasar pada penerapannya pasal 18 PKPU. Makanya ada perbedaan menyangkut dengan pasal 18 dan pasal 19 sehingga pelapor mengajukan permohonan sengketa ke Bawaslu.
Ia menjelaskan, pasal 18 yang dipakai oleh KPU dalam penilaian dokumen pelapor itu berkaitan dengan ada masa jedanya 5 tahun penjara setelah mantan terpidana itu menjalani hukuman.
"Karena memang pedoman kita adalah ancaman hukuman bukan putusan pengadilan. Makanya dokumen administrasi yang diajukan pelapor dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS)," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023