Ambon (ANTARA) -
Hakim Pengadilan Tipikor pada kantor Pengadilan Negeri (PN) Ambon menjatuhkan vonis penjara selama empat tahun terhadap Ismail Rumaday selaku Kepala Pemerintah Negeri (Desa) Administratif Kilga Watubau, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).
"Menghukum terdakwa selama empat tahun penjara karena terbukti melanggar pasal 3 ayat (1) juncto pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan primair," kata ketua majelis hakim, Christina Tetelepta di Ambon, Rabu.
Dalam amar keputusannya, majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan serta, membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp302 juta.
Harta benda terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun, jika terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana selama enam bulan kurungan.
Ada pun hal yang memberatkan terdakwa dihukum penjara dan denda serta membayar uang pengganti karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sedangkan yang meringankan adalah, terdakwa bersikap sopan dan mengakui perbuatannya serta belum pernah dihukum.
Keputusan majelis hakim masih lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari SBT, Reinaldo Sampe yang dalam persidangan sebelumnya meminta terdakwa dihukum lima tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp302 juta.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa selama lima tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider tiga bulan kurungan serta biaya pengganti yang sama dengan putusan majelis hakim.
Diketahui terdakwa diduga menyelewengkan anggaran sejak 2016 ketika DD-ADD Desa Kilga Watubau sebesar Rp721 juta lebih.
Bersama bendahara Jasmia Rumadedey, terdakwa mencairkan anggaran itu. Namun, setelahnya terdakwa menyuruh bendahara untuk menyerahkan uang tersebut kepadanya.
Dalam realisasi, terdakwa tidak lagi mengelola DD-ADD secara transparan antara lain pembangunan pasar desa terapung di dalam desa, kemudian terdakwa membeli material batu, pasir, kayu dan sebagainya sendirian sehingga pekerjaan tidak sesuai Rencana Anggaran Belanja (RAB).
Terdakwa juga membuat pertanggungjawaban fiktif dan melakukan penggelumbungan nilai belanja material untuk bukti pertanggungjawaban sehingga kerugian keuangan negara Rp302 juta sesuai perhitungan BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku.