Ambon (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku Undang Mugopal mengakui adanya dugaan pelanggaran hukum dalam kasus pembebasan lahan untuk pembangunan RSUD Kota Tual karena tidak melibatkan pihak appraisal.
"Dari penyelidikan awal tidak ditemukan keterlibatan appraisal tanah dan bangunan dalam proses pengadaan lahan untuk pembangunan RSUD Kota Tual," katanya, di Ambon, Sabtu.
Menurut Kajati, proses penyelidikan perkara ini sudah jalan dan temukan adanya perbuatan melawan hukum, tetapi untuk nilai kerugian keuangan negaranya akan melibatkan pihak appraisal.
Sebab lahannya dibayarkan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak, walau pun di satu sisi sebenarnya tidak ada masalah.
"Appraisal yang dilibatkan sudah harus terdaftar di LHKPN, dan kemarin mereka datang ke kejati, tetapi tidak mau melakukan penghitungan jika tidak ada kontrak dengan kejaksaan sehingga masih dicari appraisal lain," ujar Kajati.
Dia berharap appraisal yang lain bisa menghitung di bawah NJOP sehingga bisa diketahui ada selisih berapa besar nilai kerugian keuangan negaranya.
Dalam membayar uang tanah yang dijadikan lahan pembangunan RSUD Kota Tual itu tidak memakai appraisal dan itu salah karena hanya berdasarkan NJOP.
"Kemudian yang dibayar ada delapan sertifikat, di mana ada yang di depan dengan harga lebih mahal dan sertifikat di belakang dengan harga lebih murah. Namun, yang bisa menentukan harga jual adalah appraisal. Upaya pemberantasan korupsi itu bukan hanya bergantung pada kejaksaan saja tetapi masih ada pihak-pihak lain yang musti terlibat," kata Kajati.
Pengadaan lahan untuk proyek pembangunan RSUD Kota Tual tahun 2016 yang dianggarkan Rp4,8 miliar ini mulai diselidiki Kejati Maluku pada awal tahun 2022 berdasarkan laporan masyarakat.
Anggaran tersebut disalurkan melalui tiga tahap, dimana tahap pertama tahun 2016 sebesar Rp1,5 miliar, tahap kedua tahun 2017 Rp1,5 miliar dan terakhir tahun 2018 sebesar Rp1,8 miliar.