JOTHI Maluku Resah ARV Sulit Diperoleh
Selasa, 1 Maret 2011 22:22 WIB
Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI) Cabang Maluku resah obat generik anti retroviral (ARV) akan sulit diperoleh apabila Free Trade Agreement (FTA) antara Uni Eropa dan India jadi dilaksanakan.
"Jika perjanjian perdagangan bebas di bidang obat-obatan antara Uni Eropa dan India jadi dilaksanakan, harga ARV akan meningkat tajam dan tentunya menyulitkan orang-orang yang terinfeksi HIV mendapatkan obat tersebut dengan harga terjangkau," kata Koordinator JOTHI Maluku Evilin Theresa Kaija kepada ANTARA, di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan, keresahan mereka cukup beralasan karena salah satu isi perjanjian FTA tersebut menyatakan India harus merevisi undang-undang (UU) patennya mengenai tersedianya obat generik dengan harga yang lebih terjangkau.
Sedangkan selama empat tahun terakhir, India melalui farmasinya telah memenuhi 90 persen kebutuhan pengobatan bagi penderita penyakit kronis, seperti jantung, diabetes, ginjal, termasuk pengidap HIV/AIDS di seluruh dunia.
"ARV yang semula bisa kami dapatkan dengan harga 10.493 USD per orang dalam satu tahun, bisa meningkat menjadi 300 USD per orang per tahunnya," katanya.
Berdasarkan data JOTHI Pusat, empat juta orang yang telah mendapatkan pengobatan HIV dan 10 juta pengidap HIV/AIDS di negara-negara berkembang akan sulit mengakses ARV pada 2015. Bahkan jutaan pasien penyakit jantung, diabetes, kanker dan lainnya juga akan merasakan dampak yang sama.
"Perjanjian yang diisyaratkan Uni Eropa mengenai ketepatan dan monopoli data penelitian terhadap obat-obatan generik yang akan diproduksi bisa mematikan kapasitas farmasi India," kata Evilin.
Ia menyatakan, JOTHI akan melakukan gerakan simpatik dan aksi protes di depan Gedung Perwakilan Uni Eropa pada 2 Februari 2011, guna menggalang dukungan masyarakat luas dan menyatakan keberatan terhadap perjanjian FTA kepada Pemerintah India melalui kedutaan besarnya di Indonesia.
"FTA antara Uni Eropa dan India dapat menggagalkan program Millennium Development Goals (MDG’s ), yakni pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya," katanya.
Evilin menambahkan, aksi yang akan mereka lakukan itu juga bertujuan mendesak pemerintah Indonesia agar mendorong Kimia Farma supaya lolos pra kualifikasi WHO terkait masalah obat-obatan ARV yang diproduksi.
"Ini bisa menjadi acuan bagi pemerintah kita untuk bisa memenuhi sendiri kebutuhan pengobatan HIV bagi warga negaranya, termasuk penyediaan kapasitas dan penguatan farmasi dan layanan kesehatan lainnya di Indonesia," katanya.