Ambon (ANTARA) - Anggota DPR-RI Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku, Mercy Chriesty Barends mendorong Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon menjadi wilayah pengembangan agrowisata pertanian organik berbasis dusun.
"Beta (saya) ingin Kecamatan Leitimur Selatan semakin berkembang selain pariwisata juga menjadi wilayah agrowisata pertanian berbasis dusun," kata Mercy Barends saat menggelar workshop kepada 30 orang petani milenial dari kecamatan tersebut, di Ambon, Sabtu.
Workshop bertema "pentingnya penguatan sektor pertanian berbasis kepulauan dalam menghadapi dampak perubahan iklim global", berkolaborasi dengan Dinas Pertanian Maluku dan akademisi fakultas pertanian Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu, menjadi langkah awal kolaborasi untuk pengembangan agrowisata berbasis dusun di Leitimur Selatan.
Dusun bagi masyarakat di Ambon dan Maluku pada umumnya, merupakan areal yang dikembangkan masyarakat sebagai lahan berkebun berbagai jenis tanaman produktif secara tradisional dan lebih mengandalkan alam sekitarnya.
Wilayah Leitimur Selatan yang sebagai besar pegunungan dan pantai, dinilainya merupakan salah satu dari lima kecamatan di ibu kota provinsi Maluku yang tidak berkembang, padahal wilayah itu sejak dahulu terkenal sebagai salah satu daerah penghasil rempah cengkeh dan pala serta buah-buahan.
Anggota Komisi VII DPR-RI itu memandang kondisi wilayah Leitimur Selatan sangat cocok untuk pengembangan agrowisata berbasis dusun, khususnya untuk tenaman rempah-rempah dan buah-buahan.
"Dulu kalau ingin makan salak atau durian saat musimnya pasti orang di Ambon akan mencari mama-mama "papalele" (ibu-ibu penjual keliling) dari Negeri Kilang, Naku dan Hukurila. Tapi sekarang sudah sangat jarang karena produksi buah-buahan semakin sedikit," ujarnya.
Dia juga merasa trenyuh dan sedih setelah mengetahui banyak generasi muda dari kecamatan Leitimur Selatan, tidak tertarik untuk berkebun dan beralih profesi ke berbagai bidang lain, termasuk menjadi pengojek.
Karena itu, pelatihan yang digelar itu diharapkan mampu mengubah cara pandang dan berpikir generasi muda di Leitimur Selatan untuk mengembangkan pola pertanian berbasis kepulauan yang bersifat berkelanjutan.
"Dengan pelatihan serta kolaborasi dan kerja sama berbagai pihak, kita akan mulai mengembangkan Leitimur Selatan sebagai model pengembangan agrowisata rempah berbasis dusun," katanya.
Para petani di daerah itu juga akan dilatih mengembangkan tanaman rempah pala dan cengkeh serta buah-buahan secara organik melalui pola pertanian dan budidaya yang baik dan benar, sehingga produktivitasnya lebih meningkat dan memenuhi standar dan kualitas ekspor.
"Pola pertanian organik itu bukan sekedar gali kolam, tanam dan dibiarkan untuk tumbuh sendiri. Tetapi harus ada perlakuan khusus dimulai dari proses pembibitan, pola penanaman hingga pemeliharaan dan pascapanennya," katanya.
Jika pengembangan pertanian dan perkebunan berorientasi ekspor, maka selain hasil panen yang melimpah, hasil rempah-rempah memenuhi standar kualitas untuk diekspor.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu juga meminta Dinas Pertanian Maluku serta akademisi Unpatti Ambon untuk membantu warga menghitung nilai ekonomi dusun atau kebun mereka masing-masing, sehingga generasi muda lebih tertarik untuk mengembangkannya. ia pun akan datang kembali untuk membicarakan rencana pengembangan program tersebut dalam skala jangka panjang, termasuk mengupayakan bantuan pengembangan dari kementerian dan lembaga terkait.
Sedangkan Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Maluku, Donny Lekatompessy menegaskan, pola bertani tanaman rempah di Maluku, termasuk di Leitimur Selatan yang masih tradisional sudah waktunya diubah.
"Agar komoditi rempah mampu memenuhi standar dan kualitas ekspor, maka pola pengembangan rempah perlu diubah, tidak lagi mengandalkan alam untuk pertumbuhan, tetapi diberi perlakuan khusus sejak dari bibit hingga panen," katanya.
Donny mengaku, banyak petani rempah di Maluku sudah mulai tidak tertarik mengelola pala dan cengkeh, dikarenakan selain serangan hama, umumnya pohonnya telah berusia tua, sehingga berpengaruh terhadap kualitas serta produksi yang menurun.
Produksi yang menurun membuat para petani lebih banyak menjual kepada tengkulak atau pedagang pengumpul dengan harga yang rendah.
Selain itu, saat konflik sosial melanda Maluku 1999, ekspor komoditi rempah dari daerah ini sempat terhenti, dan saat ini mulai dirintis kembali, tetapi komoditinya harus melalui proses sertifikasi produk di Bali, Surabaya dan Jakarta.
Donny mengapresiasi upaya Anggota DPR-RI Dapil Maluku untuk pengembangan pertanian berbasis kepulauan di Leitimur Selatan, dan bersedia membantu petani untuk bangkit kembali mengelola lahannya.
Sedangkan akademisi Fakultas Pertanian, Jetter Siwalette, menyatakan siap menyosialisasikan pertanian pengembangan pola pertanian dan agrowisata berbasis kepulauan kepada wara di kecamatan tersebut.
"Saya siap datang ke masing-masing desa untuk mengajarkan cara-cara mengembangkan pertanian organik berbasis agrowisata," katanya.
Dia setuju kawasan Leitimur Selatan dikembangkan sebagai kawasan unggulan berbasis pariwisata serta agrowisata dan rempah-rempah.
"Jika ketiga unsur ini dikolaborasikan dan dikembangkan secara profesional bukan tidak mungkin para petani di Leitimur Selatan akan semakin sejahtera," ujarnya.
Mercy Barends yang juga anggota Badan Anggaran DPR-RI, dalam kesempatan itu juga menyerahkan bantuan 5.000 anakan pala dan cengkeh kepada para petani muda atau milenial dari kecamatan Leitimur Selatan.
Setiap petani milenial diberi bantuan bibit sebanyak 150 anakan pala dan cengkeh. Bantuan bibit tersebut merupakan tahap pertama dari rencana 10.000 bibit yang akan diserahkan kepada warga di Leitimur Selatan.