Tjandra, kepada ANTARA, Kamis, membenarkan pendapat yang mengatakan penggunaan masker dikembalikan pada kesadaran masyarakat termasuk mereka dengan penyakit pernapasan agar tidak menularkan pada orang lain.
"Kalau untuk mencegah penularan penyakit maka tentunya yang digunakan adalah masker bedah atau medis," kata Tjandra.
Baca juga: Gerakan wajib masker "Dari Pintu ke Pintu" yang ringankan beban rakyat
Tjandra mengatakan banyak negara saat ini sudah tidak mewajibkan penggunaan masker lagi sejalan dengan COVID-19 terus terkendali di di dunia.
Sejak 13 Februari 2023, Singapura tidak mewajibkan orang-orang mengenakan masker di dalam angkutan umum. Hong Kong sejak 1 Maret 2023 juga tidak lagi mewajibkan penggunaan masker di luar ruangan, di dalam ruangan ataupun di transportasi umum.
Menurut Tjandra, saat pandemi usai, pemerintah dan masyarakat perlu terus memberikan prioritas pada kesehatan, mencakup menjaga kesehatan tetap terjaga dengan melakukan pola hidup bersih sehat.
Dia juga menilai memprioritaskan kesehatan bisa dilakukan dengan menjaga lingkungan sehat karena derajat kesehatan akan banyak bergantung dari situasi lingkungan sehat, serta melakukan pemeriksaan diagnostik dan pengobatan yang tepat saat muncul keluhan.
Baca juga: Menkes temui pimpinan WHO Mei tahun ini mendiskusikan status endemi
Untuk memutuskan pelonggaran terkait pencegahan dan pengendalian COVID-19 di Indonesia, Tjandra menilai perlu ada kajian mendalam terhadap lima aspek meliputi data jumlah kasus dan kematian yang dihubungkan dengan jumlah tes dan hasil survei serologi dengan mencantumkan cut off (ambang batas) angka positif negatif.
Aspek berikutnya yang perlu dikaji adalah kesiapan laboratorium untuk mendeteksi apabila kasus naik, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, dan persepsi serta kesiapan masyarakat menerima perubahan kebijakan masker.
"Berdasar lima hal ini ,maka silahkan diputuskan," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masker saat endemi berguna untuk cegah penularan penyakit pernapasan