Ambon (ANTARA) - Aktivis Perubahan Sosial asal Maluku Ikhsan Tualeka mengemukakan bahwa pertemuan ke-56 Menlu ASEAN (AMM) di Jakarta diharapkan dapat memprioritaskan pembahasan terkait penyelesaian isu keamanan di Myanmar.
"Isu Myanmar merupakan salah satu isu yang penting dan mendesak dalam konteks ASEAN pada pertemuan para Menlu," kata Aktivis Perubahan Sosial Ikhsan Tualeka di Ambon, Sabtu.
Menurutnya, para Menlu dapat membahas situasi kemanusiaan di Myanmar, terutama terkait dengan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan.
"Mereka dapat mendiskusikan upaya untuk melindungi warga sipil, memastikan akses bantuan kemanusiaan, dan mendorong pemerintah Myanmar untuk menghormati hak asasi manusia," kata dia.
Disamping itu, kata dia perlu dibahas juga mengenai proses transisi demokrasi di Myanmar.
"Mereka juga dapat membahas langkah-langkah untuk mendukung dialog nasional yang inklusif dan proses pemulihan yang berkelanjutan," terangnya.
Oleh karena itu dalam hal ini peran ASEAN menjadi penting dalam upaya mediasi terkait krisis di Myanmar dengan mempertimbangkan langkah-langkah untuk memfasilitasi dialog antara pemerintah Myanmar dan pemangku kepentingan lainnya, serta mengupayakan solusi damai yang melibatkan semua pihak yang relevan.
"Dampak isu Myanmar cukup signifikan, mereka (Myanmar) bahkan tidak bisa hadir dalam pertemuan tersebut, menyusul keputusan ASEAN yang tetap mengecualikan perwakilan politik Myanmar dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi akibat sikap junta yang tak kunjung menerapkan Konsensus Lima Poin," katanya menjelaskan.
Untuk itu kata dia, diperlukan bantuan dan dukungan Menlu ASEAN meliputi bantuan kemanusiaan, bantuan pembangunan, serta dukungan dalam membangun kapasitas dan pemulihan ekonomi Myanmar.
Sebelumnya pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-56 di Jakarta pada 10-14 Juli 2023 dari ke-10 negara anggota ASEAN, hanya Myanmar yang tidak hadir menyusul keputusan organisasi regional itu untuk tetap mengecualikan perwakilan politik Myanmar dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi akibat sikap junta yang tak kunjung menerapkan Konsensus Lima Poin.
Konsensus Lima Poin adalah keputusan yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN dan pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing pada April 2021 untuk membantu negara itu keluar dari krisis politik.
Konsensus tersebut menyerukan antara lain penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, dan penyediaan bantuan kemanusiaan ke Myanmar.
Rangkaian AMM yang dilanjutkan dengan pertemuan para Menlu ASEAN dengan negara-negara mitra dialog diselenggarakan di Jakarta pada 10-14 Juli.
Kegiatan tersebut terdiri dari total 18 pertemuan, antara lain pertemuan untuk membahas Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ), pertemuan dengan Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR), AMM dalam format sidang paripurna (plenary), dan sesi pengkajian (retreat).
Kemudian, pertemuan dilanjutkan dengan pertemuan para Menlu ASEAN dengan negara mitra dialog, yakni India, Selandia Baru, Rusia, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, serta ASEAN Plus Tiga (APT), pertemuan Menlu KTT Asia Timur (EAS), serta Forum Kawasan ASEAN (ARF).
Pertemuan Menlu ASEAN akan membahas sejumlah isu, termasuk krisis Myanmar dan Laut China Selatan.
Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini menetapkan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” dengan fokus mengarahkan kerja sama untuk memperkuat relevansi ASEAN dalam merespons tantangan kawasan dan global serta memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan.