Ambon (ANTARA) - Warga Negeri (Desa) Morela Maluku memakai getah daun jarak untuk menyembuhkan luka sabetan atraksi pukul sapu atau bakupukul manyapu.
“Getah daun jarak dipercaya dapat menyembuhkan luka sabetan dengan cepat dan sudah dipercaya sejak dulu,” kata Raja Negeri Morela Fadil Sialana di Maluku Tengah, Senin.
Dalam pengaplikasiannya warga setempat masih menggunakan cara tradisional dengan cara memotong tumbuhan jarak untuk diambil batangnya kemudian batang yang mengeluarkan getah berwarna putih dioleskan pada setiap luka sabetan yang ada.
"Kami telah menggunakan getah daun jarak selama bertahun-tahun untuk menyembuhkan luka sabetan, dan hasilnya efektif, luka akan sembuh dalam kurun waktu satu pekan,” tuturnya.
Sementara itu berdasarkan ilmu medis getah daun jarak memiliki sifat anti-inflamasi dan antibakteri yang sangat baik untuk mengobati luka.
Pada tradisi bakupukul manyapu di Morela hari ini, Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath berkesempatan langsung mengoleskan getah jarak pada luka di tubuh peserta pukul manyapu.
Berbeda dengan Warga Negeri Morela, masyarakat Negeri Mamala yang juga melakukan atraksi bakupukul manyapu menggunakan minyak khusus yang telah didoakan oleh tetua-tetua adat.
Bahkan minyak asli dari Negeri Mamala itu selalu menjadi rebutan masyarakat yang menyaksikan atraksi bakupukul manyapu di desa itu lantaran dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis luka dengan cepat.
Sementara itu pukul sapu lidi atau bakupukul manyapu dilakukan oleh para pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, yang mana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok akan saling mencambuk lidi ke badan satu sama lain.
Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.
Berdasarkan sejarahnya tradisi pukul sapu lidi ini dikaitkan dengan perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16.
Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan.
Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah. Pelaksanaan tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Negeri Morela dan Mamala.*