Ambon (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon, Meggy Lekatompessy menyatakan, kasus rudapaksa atau persetubuhan masih mendominasi kasus kekerasan anak di Kota Ambon, Maluku.
Terdata kasus kekerasan anak periode Januari - Juni 2023 sebanyak 27 kasus, di antaranya rudapaksa 11 kasus, cabul sembilan kasus, KTA tiga kasus, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dua kasus, pengancaman dan penelantaran masing- masing satu kasus.
"Kasus kekerasan anak didominasi anak di bawah umur dengan pelaku inses atau keluarga sendiri," Katanya di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan, Kasus kekerasan terhadap anak di Ambon meliputi setubuh anak, cabul, KTA, penelantaran anak, kekerasan bersama, TPPO, Bully, eksploitasi anak, perebutan hak asuh anak, anak tidak mampu dan pornografi.
Kasus- kasus kekerasan yang dialami anak justru terjadi di rumah sendiri, lembaga pendidikan dan lingkungan sekitar.
Kebanyakan pelaku, katanya, merupakan orang yang seharusnya melindungi anak seperti orang tua kandung, paman, bapak atau ibu tiri, paman, tetangga dan lainnya.
Sebagian orang dewasa memiliki konsep bahwa anak adalah hak milik, sehingga muncul kecenderungan untuk terjadi perlakuan yang sewenang-wenang termasuk mendapat pukulan, hujatan ataupun bentuk kekerasan lainnya.
"Dari banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan menunjukkan bahwa keluarga, sekolah masyarakat belum mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak," katanya.
Ia mengakui, tindakan kekerasan anak dilakukan oleh orang sekitar yang mestinya menjadi pelindung, sehingga masuk pada situasi yang berbahaya.
“Oleh karena itu berbagai hal yang dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan membangun komitmen untuk melindungi anak-anak mesti juga kita lakukan terhadap orang-orang yang ada di sekitar anak-anak itu sendiri,” katanya.
Ia berharap, seluruh pemangku kepentingan di kota Ambon dapat berperan untuk memberikan porsi yang lebih, minimal hak-hak anak dapat terpenuhi sehingga tidak menjadi korban kekerasan.